Beberapa hari yang lalu, jagat hulu migas Indonesia digemparkan dengan pemberitaan tentang Shell yang hengkang dari Blok Masela, sehingga menyebabkan proyek Kilang Abadi Masela menjadi tidak jelas.
Proyek terbesar dalam sekali investasi di Indonesia sejak 1968 yang digadang-gadang oleh Jokowi akan membangkitkan kembali produksi migas nasional dan penerimaan negara terancam tidak jelas nasibnya.
Pemerintah Provinsi Maluku yang sudah mendukung total proyek ini, mempermudah segala segala perijinan karena provinsi ini akan menjadi provinsi terkaya di Indonesia karena mendapatkan participating interest (PI) sebesar 10 persen yang akan mendongkrak penerimaan ABPD menjadi belasan kali lipat bisa terancam gigit jari.
Bahkan langkah maju Pemerintah Provinsi Maluku yang didukung SKK Migas untuk menyiapkan SDM lokal yang bekerjasama dengan Petrotekno akan bisa memiliki kompetensi/skil dan terlibat pada proyek yang saat pembangunannya diberitakan akan menyerap sekitar 30.000 tenaga kerja dan saat opersional akan menyerap 4.000 tenaga kerja menjadi sia-sia.
Pemerintah dan SKK Migas kemudian dihujani dengan cibiran dari berbagai pihak, bahwa proyek yang dibanggakan oleh Jokowi akan boncos, sekedar angin surga.
SKK Migas yang mati-matian mendorong revisi Plan of Development (POD) Blok Masela dengan operator INPEX setelah hampir 20 tahun mangkrak sejak ditemukan di tahun 1999 juga akan sia-sia dan Visi mengejar produksi 1 juta barrel minyak di 2030 dan 12.000 MMSCFD gas akan sia-sia, menjadi mimpi semata.Â
Dalam pemberitaan yang lain disebutkan, bahwa Shell bersiap untuk melepaskan share sahamnya di blok Abadi Masela sebesar 35 persen yang diestimasi memiliki valuasi nilai US$ 2 miliar.
Coba bayangkan belum apa-apa disana, bahkan Shell masuk ke blok Abadi Masela di tahun 2010 dengan membeli sebagian saham Energi Mega Persada (EMP. silahkan dikoreksi jika tidak tepat), lalu tiba-tiba "tanpa mau berkata jujur" mau pergi dari Blok Masela. Namun perginya dengan "potensi membawa uang US$ 2 miliar atau setara dengan Rp 29 triliunj (jika kurs Rp 14.000/dollar).
Coba Shell mau jujur, dulu saat beli saham dari EMP harganya berapa?. Ayooo....tebakan saya kurang dari US$ 200 juta (jangan ditanya dasarnya yaa, namanya juga tebakan). Karena sejak reformasi Blok Masela ini kan gak pernah disebut-sebut, yang selalu muncul ada Rokan, Mahakam, Cepu dan Natuna. Atinya saat Shell beli sebagian saham EMP, tentu saja blok tersebut "belum ada apa-apanya".
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, dalam berbagai kesempatan menyampaikan bahwa tidak ada yang salah dengan Blok Masela. Bahwa blok Masela masih sangat menjanjikan.
Memang jika dihitung dengan harga LNG sekarang investasi di Masela "seolah-olah akan rugi". Padahal saat POD disusun oleh INPEX dan tentu saja ada Shell disitu, mereka menyusun POD yang tentu "ada perhitungan keuntungan disitu" yang tentu saja disusun pada saat harga minyak dunia normal (tentu ada batas bawah dalam asumsi).Â