Ada pesan politik yang sangat kuat dengan kunjungan Presiden Obama ke Vietnam tanggal 23 Mei 2016, yang sekaligus membuka hubungan diplomatik Amerika Serikat dengan Vietnam pasca perang Vietnam 41 tahun yang lalu. Kunjungan ditengah memanasnya konflik "Laut China Selatan" antara Tiongkok dengan negara ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, Brunei dan Philipina. Kado normalisasi hubungan diplomatik Amerika Serikat dan Vietnam juga luar biasaa.....yaitu pencabutan embargo senjata.
Perang Dingin Berpindah ke ASEAN
Mungkin kalimat judul diatas "kurang tepat", tetapi bisa juga tepat, karena konflik kawasan di dunia yang mengemuka saat ini adalah di Kaukasus seperti perang perbatasan antara Armenia dan Azerbaijan, ataupun invasi Rusia ke Ukraina yang memicu memanasnya NATO dengan Rusia. Namun konflik di antara NATO dan Rusia sebenarnya lebih pada keinginan Putin agar Rusia jangan dipandang sebelah mata. Aksi Rusia di Suriah menunjukkan upaya menunjukkan bahwa Rusia wajib diberi tempat yang terhormat. Memanasnya kawasan tersebut, pada akhirnya bukanlah kepentingan utama dari Amerika Serikat. Ekonomi Rusia sudah babak belur dengan strategi ekonomi Amerika Serikat yang mampu mendorong industri shale oil dan shale gas tumbuh dan menjadikan Amerika Serikat beralih dari negara Importir Minyak menjadi negara Eksportir Minyak, akibatnya harga minyak dunia anjlok dari US$ 110 menjadi kisaran US$ 40 per barel, dan bahkan sempat tembus diangka US$ 26 /barrel.Â
Kekuatan ekonomi China yang mulai menggantikan kekuatan ekonomi Amerika Serikat serta Asia yang tumbuh 3X kali lebih tinggi dibandingkan Eropa dan Amerika Serikat akan menjadikan kawasan Asia menjadi pusat ekonomi masa depan menggantikan Amerika Utara dan Eropa. Strategi "eksklusif China" dengan kemampuan mendorong industri dalam negeri menjadi kuat dan mampu bersaing secara global melalui proteksi pasar dan lainnya, menjadikan China adalah negara dengan pasar terbesar dan juga sebagai eksportir terbesar. Untuk mempertahankan posisinya, seiring dengan mulai menurunnya pertumbuhan ekonomi China yang dalam 1 dekade terakhir tumbuh diatas 10%, namun dalam waktu 3 tahun terakhir hanya tumbuh dibawah 7% maka, strategi ofensif dengan menguasai jalur ekonomi yang membentang di seluruh kawasan Asia adalah cara China untuk mempertahankan dominasi di bidang ekonomi dan sekaligus menjadikan negara China tempat ketergantungan bagi negara lain. Jalur sutera darat yang sampai ke Iran dan Turki serta Rusia, serta Jalur Sutera Laut yang akan menjadikan China mampu mengakses ekonomi ASEAN plus Australia, Selandia Baru dan negara kepulauan lain dimasa mendatang akan menjadikan China menjadi "imperium" yang kuat.
Kebebasan Navigasi dibalas pembangunan landasan udara
Bak film Hollywood, untuk melihat seberapa besar rencana China untuk menguasai Jalur ekonomi laut terbesar di dunia yaitu selat malaka dan jalur sutera baru yang melewati Selat Makassar, seiring dengan insiden-insiden kecil di laut china selatan, maka Amerika Serikat telah membangun pangkalan di Darwin yang akan memperkuat pangkalannya di Diego Garcia, ditambah keberadaan tentara Amerika Serikat di Jepang dan Korea Selatan, maka mulai menjadi eksodus penempatan tentara Amerika Serikat di Asia (Penempatan 60% Tentara AS di Australia : 8 Tahun Lagi, perang Beralih ke Asia Pasifik!).Â
Apakah China mau menegosiasikan keberadaan laut china selatan, jawabannya adalah tidak. Kebebasan Navigasi yang sebelumnya hanya sebatas dibalas dengan pengiriman pesawat, maka China mulai bangun landasan udara di Laut China Selatan di kepulauan yang menjadi konflik dengan Philipina. Meskipun desainnya untuk lapangan terbang sipil, tidak sulit menjadikannya menjadi lapangan terbang militer.Â
Opini yang dibentuk oleh diplomat China agar Amerika Serikat tidak mengganggu stabilitas Laut China Selatan, sebagai negara yang tidak berkepentingan langsung dengan konflik di daerah tersebut, maka salah satu cara adalah Amerika Serikat memperkuat hubungan kerjasama dan kapabilitas negara-negara yang bersengketa.
Mulai Perkuat Militer
Tidak bisa dipungkiri, dominasi militer China di Laut Selatan belum bisa ditandingi oleh negara yang terlibat konflik langsung. Dari negara yang terlibat konflik tercatat yang paling sering ada kejadian adalah Vietnam dan Philipina. Tercatat Vietnam, Malaysia dan Philipina terus memperbaharui kekuatan bersenjatanya. Terakhir membeli kapal perang dari PT PAL. Kesulitan Vietnam untuk membeli peralatan militer dari Rusia karena kedekatan negara ini dengan China, maka Vietnam membutuhkan pasokan dari negara lain. Maka pencabutan embargo militer Amerika Serikat adalah ibarat durian runtuh. Â
Namun apakah akan terjadi perang di Laut China Selatan, sangat beresiko jika China memaksakan kehendaknya sampai ada konflik militer. Apalagi belajar pada kasus perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur yang saat itu keduanya sama-sama kuat dari sisi militer, namun Blok Barat unggul dari sisi ekonomi, maka lambat laun kekuatan Blok Timur menjadi melemah, dan menjadi runtuh. Bahkan anggota Blok Timur mulai bergabung ke Blok Barat ( NATO ).Â
Tidak Ada Perang, Hanya Berebut Aliansi
Apakah akan ada perang di Laut China Selatan, bagi dua negara superpower ekonomi yaitu Amerika Serikat dan China, peperangan diantara mereka adalah bencana bagi keduanya. Berkaca pada perang dingin, maka berebut pengaruh adalah cara terbaik dari kedua negara untuk menguasai perekonomian Asia. Gencarnya China ekspansi dan bahkan dengan politik memberikan bantuan ke Afrika membutuhkan jalur perdagangan yang kuat. Investasi di sektor perkebunan dan sektor komoditas lainnya di Afrika harus mudah untuk dibawa ke China. Jalur Sutera Laut yang dimodifikasi dengan melewati Selat Malaka adalah salah satu cara China untuk mengurangi "bloking" negara-negara lainnya. Berupaya menarik Indonesia adalah salah satu kunci bagi China.
Tidak dapat dipungkiri, dengan sistem politik bebas aktif, pada akhir-akhir ini dapat dikatakan Indonesia lebih dekat hubungan diplomatik maupun ekonomi dibandingkan dengan Amerika Serikat. Terlepas dari faktor pilihan politik dan lainnya, ada yang menarik adalah bagaimana upaya Amerika Serikat mengurangi dampak bertambahnya kekuatan China yang sedang menjalin banyak kerjasama dengan Indonesia.
Setelah membebaskan embargo senjata, pasti Amerika Serikat akan memperkuat kerjasama ekonomi. Perdagangan Trans Pasifik (TPP) yang sudah melibatkan negara yang memiliki konflik langsung dengan China di Laut Selatan seperti Vietnam, Philipina dan lainnya menunjukkan bahwa pada akhirnya yang berperang di masa mendatang adalah aliansi "Blok Ekonomi" dan bukan "Blok Militer". Vietnam sangat mendapatkan manfaat dari keikutsertaan dalam TPP dengan produk alas kaki yang murah dan tekstil yang murah yang saat ini sudah mulai mengurangi pasar Indonesia di Amerika Serikat karena Vietnam mendapatkan pajak yang jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia.
Memutus Rantai Sutera China
Maka tidak berlebihan jika penguatan kerjasama militer dan ekonomi antara Philipina dan Vietnam (Singapura sudah dari dulu jadi mitra strategis Amerika Serikat), adalah upaya Amerika Serikat untuk menjepit bahkan memutus jalur sutera China yang melalui laut. Malaysia sebentar lagi akan memperkuat aliansi ekonomi dengan Amerika Serikat termasuk Brunei Darussalam. Kamboja yang selama ini masih keukeuhh...pada kebijakannya yang lebih ke China, tentu akan menjadi terkucil dan akan mulai mengarah ke sikap netral.
Mulai mengganggu strategi ekonomi China adalah langkah yang efektif bagi Amerika Serikat untuk mengurangi dominasi China di Laut China Selatan. Bagaimanakah Indonesia, mestinya bisa menjadi protagonis pada perubahan lanscape politik, diplomatik dan ekonomi sehubungan dengan semakin tingginya konflik Laut China Selatan. Sebagai negara yang tidak berhadapan langsung dengan konflik Laut China Selatan, meski ada insiden di Laut Natuna, jika aliansi Amerika Serikat dengan negara yang berkonflik dengan China semakin kuat, maka dipastikan kejadikan di Laut Natuna tidak akan ada dimasa depan. Menambah musuh Indonesia bagi China akan sangat berat. Pada momen inilah sebenarnya Indonesia bisa menggenjot perannya lebih besar. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan ekonomi ASEAN yang berpusat di Indonesia mestinya menjadi modal berharga untuk Indonesia membuat jalur ekonomi sendiri.Â
Setiap ada konflik, pasti ada kesempatan emas.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H