Mohon tunggu...
Arief
Arief Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pernah nulis dibeberapa media seperti SINDO, Jurnas, Surabaya Post, Suara Indonesia (dulu dimasa reformasi), Majalah Explo dll. ( @arief_nggih )

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mobil Nasional, Masih Perlukah?

18 Juli 2014   16:23 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:59 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah mengusulkan mobnas adalah mobil listrik, karena belum banyak beredar dan Indonesia tidak terlalu ketinggalan teknologi jika mengemabng mobil nasional listrik. Perguruan tinggi termasuk LIPI juga aktif mengembangkan mobil listrik. Memang kelemahan mobil listrik adalah harga jual yang sangat mahal dan belum begitu teruji. Memang saat ini sudah banyak mobil listrik yang diuji ketahanannya ribuan km, tetapi belum ada pengujian mobil listrik jika terendam banjir. Tentunya biaya perbaikan mobil berbahan bakar BBM dengan listik jika terendam bensin biaya akan jauh berbeda karena mobil listrik yang sensitif terhadap air tentu komponennya akan sangat mahal. Apapun kondisinya saat ini, ide mobil listrik perlu dihargai  karena dilandasi dua pemikiran yang tepat yaitu ketersediaan energi dan pasar.

Awal tahun 2014 sempat mengemuka untuk membuat insentif bagi produsen otomotif nasional untuk membuat mobil "berbahan bakar bensin dan gas". Tidak seperti saat ini yang mobil berbahan bakar bensin diberi konverter kit agar bisa digunakan untuk gas yang pada akhirny dikhawatirkan aspek keselamatan, apalagi kisah horor kejadian beberapa tahun yang lalu konverter kit taksi meledak. Rencana membuat mobil yang "built up" antara tangki bensin dengan gas tentu sangat baik karena aspek safety menjadi kuat serta jaminan garansi dari pabrik tidak hilang. Salah satu kendala pemasangan converter kit pada mobil baru adalah hilangnya garansi pabrikan otomotif.

Prediksi penulis, Pemerintah yang baru akan gamang untuk membuat mobnas berbahan bakar listrik ataupun dual fuel (BBM + gas). Karena kebijakan ini akan menjadi pertama didunia dengan faktor resiko yang belum ada benchmark yang bisa dipelajari. Namun jika mobnas berbasis BBM, efektifitasnya akan sangat dipertanyakan. Belajar dari hiruk pikuk pemesanan ESEMKA saat baru booming di tahun 2009  yang mayoritas didominasi oleh pihak-pihak yang ingin mendapatkan publikasi media semata dan sampai saat ini sangat sedikit yang sudah melunasi pembayaran. Indikasinya bisa dilihat dari produksi ESEMKA yang dikirim ke pembeli, sudah berapa sekarang dibandingkan dengan pemesan?. Jika kebijakan mobnas berbasis BBM, sama saja tidak akan menghemat subsidi energi. Sangat tidak mungkin mobnas berbahan bakar pertamax, pastinya adalah berbahan bakar premium. Jika nantinya mobnas lebih murah dari LCGC, tentu akan semakin banyak premium yang dikonsumsi. Ujung-ujungnya negara yang rugi karena subsidi BBM membengkak.

Naikkan Dulu BBM Bersubsidi

Pemerintah sebaiknya sebelum membuat kebijakan mobil nasional, langkah yang dilakukan adalah pengurangan subsidi BBM agar Pemerintah memiliki surplus anggaran untuk dialihkan ke program, termasuk didalamnya adalah program Mobnas. Ini lebih baik, jika tanpa BBM dinaikkan maka Pemerintah harus mencari dana dari sumber lain untuk pembiayaan Mobnas. Jika BBM dinaikkan dan program Mobnas gagal, Pemerintah masih untung karena pada tahun berikutnya anggaran bisa dialihkan ke sektor lain yang menjadi prioritas.

Menaikkan BBM juga dalam rangka membuat harga mobnas menjadi kompetitif karena akan mendorong harga mobil pada kondisi sebenarnya. Jika BBM naik tentunya ongkos produksi mobil naik, sehingga rentang harga jual mobnas akan semakin lebar berkat dukungan kebijakan dari Pemerintah. Dilain pihak, jika mobnas berhasil, justru Pemerintah sudah hemat dari anggaran karena subsidi BBM yang berkurang.

Jika Thailand tidak ada krisis politik, penulis yakin produsen otomotif dunia akan lebih memilih berinvestasi di Thailand karena kondisi infrastruktur yang memadai dan kebijakan Pemerintah Thailand yang pro produsen otomotif. Salah satu penyebab kenapa Pemerintah menerbitkan peraturan LCGC yang belum sempurna, karena pastinya Pemerintah mengejar tahun 2015, yang saat Masyarakat Economi ASEAN berlaku, semua lini otomotif sudah dapat diproduksi di Indonesia dengan harga kompetitif. Pesan yang ada saat peraturan LCGC diterbitkan yaitu menjadikan Indonesia sebagai basis LCGC menunjukkan Pemerintah ingin mendulang devisa di kawasan ASEAN dengan ekspor LCGC dan bahkan kawasan lainnya.

Jika Mobnas lebih pada faktor politik, dijamin akan gagal. Tetapi jika lebih pada faktor ekonomi, keberhasilannya akan besar. Oleha karena itu, Pemerintah yang baru mesti tidak buru-buru membuat kebijakan mobnas, teliti dan pelajari termasuk dampak ikutan yang akan terjadi jika ada mobnas. Sehingga menutup celah untuk terjadi penyimpangan yang dapat menggagalkan mobnas. Tanpa melakukan itu, buat apa membuat mobnas karena tinggal menunggu waktu untuk gagal dan justru menghamburkan uang rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun