Mohon tunggu...
Arief
Arief Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Pernah nulis dibeberapa media seperti SINDO, Jurnas, Surabaya Post, Suara Indonesia (dulu dimasa reformasi), Majalah Explo dll. ( @arief_nggih )

Selanjutnya

Tutup

Money

Pelita Air Service Siap Bangkitkan Kejayaan Pertamina di Udara

3 Februari 2015   12:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:54 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_366988" align="aligncenter" width="420" caption="Dok Pribadi"][/caption]

Pelita Air Service (PAS) is a legend. And the legend is back!... mungkin itu intro yang mungkin dipakai sutradara film, jika maskapai ini diibaratkan film karya Holywood. Julukan legenda layak diberikan karena maskapai ini didirikan sejak tahun 1970 dengan nama saat itu Permina Air Service yang bersamaan dengan masa jaya dari Pertamina yang diawal tahun 1970an adalah sekolah bagi beberapa "national oil company" negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam.  Era 70an yang dikenal dengan masa oil bomber, turut memperkuat eksistensi PAS, terlebih disekitar tahun 1977-1979 Indonesia sempat mengalami produksi minyak tertinggi sekitar 1,4 juta barrel per hari.

Pada era jaya dulu, PAS tidak hanya melayani kebutuhan internal Pertamina, tetapi juga melayani penerbangan perusahaan minyak lainnya, sehingga jumlah armada PAS juga banyak dan bervariasi. Tidak hanya pesawat tetapi juga memiliki helikopter, total jumlah armada 27 buah yang terdiri atas Fokker 100, ATR 72-500, Sikorsky S76, Bell 412, Bell 430 dll. Tidak hanya perusahaan minyak, bahkan pelanggannya adalah perusahaan percetakan yaitu penerbit Erlangga.

Pelita Air Service Terbang Lagi, Menjadi Salah Satu Backbone Pertamina Menjadi Perusahaan Energi Dunia

Setelah dihantam dengan krisis keuangan dunia, kenaikan harga minyak dunia di tahun 2008 dan membanjirnya maskapai berjadwal di awal tahun 2000 maka PAS mendapatkan berbagai tantangan yang berat dan seiring dengan reorganisasi di Pertamina saat itu, maka PAS berhenti beroperasi. Seiring dengan terpilihnya Presiden-Wakil Presiden sebagai puncak dari hajatan demokrasi Pemilu 2014, serta perubahan jajaran manajemen Pertamina pada tanggal 28 November 2014, maka terjadi pula perubahan manajemen bisnis di Pertamina. Sosok Dwi Soetjipto yang dikenal sebagai salah satu CEO terbaik di Indonesia dan sosok yang gemar berekspansi telah menjadikan PAS bangkit kembali. Yaa....pada BUMN Semen Indonesia yang tentunya size dan cakupan bisnisnya lebih kecil dibandingkan BUMN Pertamina, sosok Dwi Soetjipto gencar mengembangkan bisnis Semen Indonesia dengan membentuk berbagai anak usaha baru, maka di Pertamina yang sudah punya banyak anak usaha yang saling menunjang dengan bisnis/operasional Pertamina selaku induk serta saling menunjang terhadap bisnis antar anak usaha Pertamina, tentu menjadi ladang yang menarik bagi sosok Dwi Soetjipto yang dikenal mampu menyatukan BUMN semen yang tercerai berai dan penuh konflik saat itu PT Semen Gresik yang mendapatkan tuntutan spin off dari PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa.

Tentu sosok Dwi Soetjipto memiliki pikiran bahwa area operasi Pertamina yang melikupi seluruh wilayah Indonesia dan memiliki 9 kilang, area pemasaran, berbagai anak usaha seperti trading, perkapalan, pelumas dan lainnya dengan jumlah karyawan mencapai lebih dari 12.000 karyawan belum karyawan anak usaha dan jasa penunjang lainnya, tidak berlebihan jika dalam lingkup Pertamina Group jumlah karyawan induk+anak usaha+outsourcing akan mencapai lebih dari 25.000. Jumlah yang fantastis dan merupakan pasar bagi dunia penerbangan. Penulis memiliki estimasi, biaya tiket penerbangan di Pertamina Group dapat mencapai minimal Rp 15 miliar sebulan atau sekitar Rp 160 miliar (ini jumlah minimal). Terlebih upaya penguatan disektor Hulu dengan telah berhasilnya diperoleh blok Kampar, Blok Siak yang sudah habis masa konsesinya dari KKS Asing dan diberikan Pemerintah kepada Pertamina, serta perjuangan Pertamina untuk memperoleh Blok Mahakam, maka mobilitas karyawan Pertamina akan semakin tinggi dimasa depan. Apalagi Pertamina sebagai NOC Indonesia yang saat ini kontribusi produksi minyak mentah masih dikisaran 20%, sangat jauh dibandingkan dengan NOC negara lain yang rata-rata sudah diatas 40%. Bahkan konon Petronas memberikan kontribusi lebih dari 50% bagi produksi minyak mentah Malaysia.

Mobilitas karyawan Pertamina yang didukung ketersediaan angkutan yang memadai diyakini dapat meningkatkan produktivitas perusahaan, disinilah peran PAS yang akan dikontribusikan. Memiliki internal market yang kuat dan tujuan penerbangan yang tidak "head to head" dengan maskapai umum akan menjadi keunggulan PAS untuk terbang tinggi dimasa mendatang. Turunnya harga minyak dunia termasuk harga Avtur yang diprediksi harga minyak mentah dibawah US$ 60 dalam kurun waktu 3 tahun kedepan, adalah waktu yang tepat bagi PAS untuk mengepak sayap lagi serta momentum efisiensi operasional Pertamina.

PAS penerbangan perdana hari Minggu, 1 Februari 2015 tujuan Dumai mendarat mulus, sehingga Dirut Pertamina Dwi Soetjipto yang didampingi Direktur Pengolahan Rakmat Hardadi dan jajaran manajemen bangga dengan keberhasilan PAS terbang kembali.

[caption id="attachment_366989" align="aligncenter" width="420" caption="Dok Pribadi"]

1422917673415270522
1422917673415270522
[/caption]

PAS adalah penerbangan "Super Full Service"

Penulis yang memiliki kesempatan ikut terbang perdana "First Flight" PAS jurusan Halim Jakarta - Pinang Kampai Dumai menjadi pengalaman yang sangat berharga. Ya....setelah 1999 penulis berkesempatan kembali menjajal pesawat PAS dan kembali ke Kilang II Dumai (dahulu namanya Unit Pengolahan II Dumai, sekarang Refinery Unit II Dumai atau RU II Dumai). Tahun 1999 penulis kerja praktek di Pertamina Dumai, jadi tentu ada memori yang terbangkitkan kembali dalam penerbangan First Flight PAS tersebut. Sebelum berangkat Direktur Utama PAS Andjar Wibawanun menyampaikan laporan kepada Dirut Pertamina di apron Halim Perdana Kusuma, Dirut PAS menyampaikan untuk tahap awal PAS akan melayani penerbangan Halim-Cilacap dan Halim-Dumai dengan pesawat ATR 72-500, yang tidak hanya melayani karyawan Pertamina tetapi juga masyarakat umum. Bingo!!...kata kunci "masyarakat umum" menjadi menarik perhatian penulis, dan apa yang dialami selama naik pesawat wajib diinfokan ke publik untuk memberikan informasi seperti apa rasanya naik "PAS".

Keunggulan bandara Halim dibandingkan Soekarno Hatta adalah ada pergerakan pesawat serta lokasi bandara yang hampir di tengah Jakarta. Ini menguntungkan penumpang karena dapat berangkat lebih "mepet", konon di PAS waktu boarding hanya 10 menit, tentu jauh dibandingkan di Soekarno Hatta yang rata-rata 20 menit sebelum take off. Tidak ada waktu tunggu di runway, pesawat langsung terbang, ini tentu beda pula dibandingkan di Soekarno Hatta yang kadang-kadang menunggu di runway lebih dari 30 menit karena banyaknya pergerakan pesawat yang take off maupun landing. Kenyamanan waktu adalah salah satu keunggulan Bandara Halim, tentu jadi keunggulan layanan PAS.

Penerbangan Halim-Cilacap saat ini dilayani oleh Susi Air. Perbedaannya Susi Air menggunakan pesawat baling tunggal sedangkan PAS baling ganda dengan ukuran yang lebih besar, tentunya PAS akan memberikan aspek safety dan kenyamanan yang lebih baik. Sedangkan penerbangan Halim-Dumai, PAS mendapatkan kompetitor dari maskapai Trans Nusa yang menggunakan pesawat yang sama yaitu baling ganda dan ATR.

Ruang kabin yang lapang karena formasi duduk 2-2 menjadikan penumpang nyaman di pesawat ATR yang digunakan PAS. Hal yang menarik adalah sajian makanan di PAS yang "sungguh luar biasa" sehingga layak diberikan predikat "super full service" karena menu makanannya sangat lengkap dan bervariatif, mengalahkan maskapai Garuda Indonesia untuk rute menengah (Jakarta-Padang, Jakarta-Pekanbaru dll). Foto dibawah ini sudah menjelaskan seperti apa rasanya terbang bersama PAS.

[caption id="attachment_366990" align="aligncenter" width="420" caption="Dok Pribadi"]

14229177801006199021
14229177801006199021
[/caption]

Layanan berupa handuk hangat maupun dingin untuk membersihkan wajah merupakan keunggulan lain dari PAS yang belum pernah penulis temui di semua maspakai di Indonesia yang pernah penulis naiki.

Karena penerbangan perdana dan penulis tidak sempat wawancara ke manajemen PAS, sehingga "bocoran" kisaran harga tiket tidak bisa diinfokan ke publik. Namun, penulis meyakini harga tiket ke publik akan terjangkau, karena ibaratnya hanya "mengisi kursi" yang tidak terisi oleh karyawan Pertamina. Ibaratnya jika kemarin ada hiruk pikuk tiket promo penerbangan LCC yang konon sangat murah karena hanya mengisi kursi kosong, maka tentu harga tiket untuk umum di PAS pada rute-rute utama yang menjadi area kerja Pertamina dan KKS lain akan sangat rendah. Toh, harganya sama dengan pesawat lainnya di Indonesia, tetap akan lebih menguntungkan naik PAS karena faktor layanan yang "super full service".

Pesawat Baling-Baling "Asyik Juga"

Ayo Nobita naik "baling-baling bambu", tentu tidak asing kita dengar di Film Doraemon :). Bayangan pesawat baling-baling sebagai pesawat Jadul tinggalan perang dunia menjadi gambaran model pesawat baling-baling, terlebih modelnya juga mirip-mirip (coba dibandingkan pesawat baling-baling sekarang dengan jaman perang dunia II) . Terlebih di era 50an dikembangkan pesawat mesin jet, sehingga potret pesawat baling-baling sebagai pesawat kuno sudah menjadi biasa. Ya...tentu kita harus melihat karya Pak Habibie pada pesawat N-250 yang menggunakan baling-baling sesaat sebelum krisis ekonomi 1998. Ternyata memang pesawat baling-baling memiliki keunggulan dibandingkan pesawat jet yaitu cocok untuk jarak pendek, runway bandara yang pendek dan dapat terbang rendah. Itulah keunggulan pesawat baling-baling dibandingkan jet. Bagi traveller yang menyukai fotography, maka pesawat baling-baling sangat asik karena terbang rendah dan kecepatan yang lebih rendah, seperti saat ATR 72-500 yang menuju Dumai memiliki kecepatan sekitar 380 km/jam, tentu keindahan alam dibawah dapat dinikmati dan diabadikan. Inilah kenapa Garuda Indonesia menggunakan pesawat baling-baling untuk rute-rute wisata seperti Labuhan Bajo.

Memang pesawat baling-baling saat take off suaranya lebih bising dibandingkan jet dan serasa berat mau naik, namun hal ini tidak mengalahkan keunggulan pesawat baling-baling pada aspek yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun