Mohon tunggu...
Arief Maulana
Arief Maulana Mohon Tunggu... -

Blogger yang memiliki minat terhadap bidang : bisnis internet, motivasi, manajemen diri, pengembangan diri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Masukkan Kampanye ke Sini

26 Juni 2009   04:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:01 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu yang lalu saya bersama ibu pergi untuk menghadiri acara pengambilan raport adik dan juga wisuda di salah satu pondok pesantren, madrasah bertaraf internasional (MBI) di Indonesia (red. nama disembunyikan agar tidak mendiskreditkan). Sebuah madrasah yang bisa dibilang cukup bagus dan populer mengingat prestasinya yang menawan hingga bisa meraih beasiswa terbanyak se-Indonesia, yang didanai oleh Depag. Bayangan saya pada waktu itu adalah saya datang, lihat pertunjukan lokal dan juga acara wisudaan anak kelas 3 MTs kemudian dilanjutkan dengan pengambilan raport adik saya kemudian pulang. Sama sekali tidak ada gambaran lain selain yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Namun, betapa kagetnya saya manakala ketika masuk ke area sekolahan ada banyak spanduk salah satu capres terpampang disana. Tidak cukup dengan itu semua, pun selebaran-selebaran yang dibagikan berisikan informasi penguat dan pendukung salah satu capres. Yang lebih parah lagi, dalam selebaran itu etika "Kampanye Pemilu Damai 2009" benar-benar diabaikan. Selebaran itu dengan tegas dan keras menjatuhkan dan menjelek-jelakkan pasangan capres yang lain Saya pun bertanya pada adik, ini acaranya sebenernya apa? Tapi adik saya menjawab hanya wisudaan sama terima raport saja. Oke, no problem. Soalnya saya paling males kalau sudah institusi pendidikan atau yang berhubungan dengan pendidikan ikut campur, tidak netral dalam masalah politik. Acara-acara pun berlalu dengan cepat hingga pada akhirnya masuk pada sesi tausiah oleh salah satu ustadz terkemuka. Sebelum tausiah dimulai, pimpinan pondok pesantren memberikan pengarahan sebentar. Yang membuat saya muak adalah pengarahan itu, lebih kepada kampanye salah satu kandidat pasangan capres. Masih belum berhenti sampai disana, ketika sang ustadz memberikan tausiah yang bertemakan 5 Penghalang Turunnya Rezeki, ada saja cara sang ustadz untuk masuk pada topik pemlihan presiden. Kalau kriterianya bagus dan netral tidak menjadi masalah. Namun, tidak demikian apabila sang ustadz mulai memasukkan unsur kampanye dalam setiap tausiahnya itu sudah tidak pada tempatnya. Beberapa hal yang menjadi titik sorot saya antara lain : #1. Areal institusi pendidikan (sekolah, kampus) harus netral dan bebas kampanye Ini untuk mendukung kenyamanan dan kekondusifan proses belajar mengajar ataupun lingkungan yang menudung semua itu. Walaupun dalam kasus yang saya alami, yang menjadi sasaran adalah wali murid, bukan murid itu sendiri. #2. Agama tidak seharusnya dijadikan alat politik Ketika seorang ustadz menyampaikan satu tausiah yang masih berkenaan dengan masalah kepemimpinan dan bagaimana kriteria memilih pemimpin, itu masih bisa diterima. Tapi kalau sudah merujuk bahkan menyarankan publik untuk memilih satu calon dan menggunakan dalih agama untuk membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain, saya kira itu sudah melenceng. Dalam hal ini, si ustadz sudah kelewat batas, bahkan cenderung menjadi alat elit politik daripada menjalankan fungsi yang sesungguhnya sebagai pemberi ilmu. #3. Tidak perlu doktrinasi, cukup berikan edukasi yang benar Satu pertanyaan saya, "Kapan masyarakat kita bisa mandiri kalau di setiap kesempatan kampanye bahkan pada saat pemilihan umum selalu didoktrin harus memilih apa. Apalagi bila disodorkan dengan dalih agama sebagai penguat. Seharusnya doktrinasi tidak perlu terjadi. Berikan saja edukasi yang benar dan cukup bagaimana memilih kriteria capres/ cawapres. Misalnya, bagiamana menilai satu track record sosok publik yang menjadi capress, tolok ukur efektivitas visi dan misi dalam penyelesaan persoalan bangsa, dll. Jangan seperti kasus saya. Dengan jelas berkata, "Kita ini dari komunitas ***, maka dari itu pilihlah capres yang berangkat dari golongan *** juga. Karena setiap bulannya sering menyumbang ke PBNU 100 juta / bulan. Sudah saatnya kita memajukan bangsa ini sendiri. Biarkan rakyat memilih mana yang terbaik bagi mereka. Mereka tidak bodoh sebenarnya melainkan tindakan kita lah (doktrinasi) yang membuat kemampuan analisa dasar mereka tumpul. Jadi... JANGAN MASUKKAN KAMPANYE POLITIK DISINI DONG ! Salam Sukses,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun