Mohon tunggu...
Arief Koes
Arief Koes Mohon Tunggu... Petani - Belajar Menulis

Pembelajar dan suka berkebun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Sosok Tepat Pengganti Anies Baswedan?

4 Oktober 2022   20:48 Diperbarui: 5 Oktober 2022   08:12 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Fuad Najib on Unsplash 

Hiruk pikuk pembicaraan mengenai siapa yang akan menggantikan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta semakin menguat. Mengingat per 16 Oktober nanti, posisi gubernur akan kosong.

Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur yang terpilih pada 2017 lalu habis masa jabatannya, dan akan ada lagi Pilkada pada 2024 mendatang. Sehingga, terdapat jeda sekitar 2 tahun kepemimpinan DKI Jakarta yang akan dikomandoi seorang Penjabat (Pj) Gubernur.

Kemudian, pada 13 September lalu, DPRD DKI Jakarta telah resmi mengusulkan tiga nama yang diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai Pj Gubernur. Ketiga nama tersebut, yakni Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Marullah Matali, serta Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar.

Pertanyaan besarnya adalah siapa yang paling layak diantara ketiga nama tersebut. Dan, apa yang membuatnya layak.

Kita tahu, DKI Jakarta memang selalu menjadi sorotan publik. Sebab selama ini Ibukota menjadi barometer politik tanah air. Segala poros kekuatan politik di Indonesia eksis di sini, bahkan berusaha saling mengendalikan teritori ini dengan segala dinamikanya. Makanya selalu ramai dari sorot kamera.

Kontestasi politik di Jakarta biasanya juga akan mempengaruhi konstelasi di daerah lain. Bahkan, ada sebuah idiom, siapa saja yang berhasil 'menguasai' Jakarta, maka setengah Indonesia sudah dipegangnya.

Oleh karena itu, Jakarta ini begitu 'seksi' untuk diperebutkan. Dan, saya rasa hal itu juga akan berkaitan dengan pergantian jabatan gubernur ini.

Namun terlepas dari hal tersebut, kita juga harus ingat, bahwa Pj Gubernur pada dasarnya berbeda dengan jabatan Gubernur definitif.

Bila Gubernur definitif terpilih karena mandat publik melalui proses pemilihan, maka Pj Gubernur ini hanyalah penugasan administrasi. Maka kewenangannya pun sangat terbatas.

Ia hanya bertugas memimpin jajaran birokrasi berjalan sebagaimana mestinya, supaya fungsi pelayanan publik itu tetap optimal. Oleh karena itu, seorang Pj Gubernur dipilih dari jajaran senior birokrat (PNS), atau biasanya adalah Eselon I.

Di antara tiga nama yang diajukan DPRD Jakarta di atas, saya melihat sosok Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Dr. Bahtiar, sebagai sosok yang pantas dan layak dipertimbangkan oleh Presiden Joko Widodo menjadi Pj Gubernur DKI Jakarta.

Setidaknya, saya melihat itu dari sisi rekam jejak, dan 3 alasan lainnya.

Dr. Bahtiar menjabat sebagai Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri (Eselon I) sejak medio 2020 lalu. Sebelumnya, Ia menjabat sebagai Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri. Jauh sebelumnya, lulusan STPDN tahun 1995 ini pernah menempati posisi Kasubdit Ormas Ditjen Polpum Kemendagri.

Dia juga pernah menjabat Kabag Perundang-Undangan Ditjen Polpum Kemendagri. Bahtiar pun aktif dalam perumusan peraturan perundangan-undangan terkait kepemiluan. Praktis, sebagai seorang birokrat dia sudah melalang buana dengan beragam pengalaman. 

Tak hanya itu, Bahtiar sudah berpengalaman menjadi Pj Gubernur. Hal ini dilakoninya saat ditugaskan Mendagri Tito Karnavian menjadi Penjabat Sementara (Pjs) Gubernur Kepulauan Riau, menggantikan Isdianto yang cuti untuk mengikuti Pilkada 2020.

Bahtiar saat menjadi Pjs Gubernur Kepri, Foto: Humas Pemprov Kepri
Bahtiar saat menjadi Pjs Gubernur Kepri, Foto: Humas Pemprov Kepri

Selain soal rekam jejak, saya memperhatikan ada beberapa hal yang layak menjadikan Bahtiar ini sosok Pj Gubernur DKI Jakarta.

Pertama, Netral. Bahtiar jelas seorang birokrat murni yang berkarier di Kemendagri. Ia tidak memiliki latar belakang politik praktis.

Selain itu, sebagai eselon I Bahtiar juga kerap mengumandangkan pentingnya netralitas ASN.

Netralitas ini sangat urgen dipertimbangkan, mengingat pada 2024 mendatang akan ada hajatan politik akbar, yaitu Pemilu dan Pilpres 2024.

Dengan dipimpin seorang birokat tulen, pemerintahan DKI Jakarta bisa berjalan optimal tanpa ada sekat-sekat politik, dan/atau hanyut terbawa arus politik praktis.

Kedua, Kompeten. Tentu saja, dengan segala pengalamannya di atas bisa dikatakan bahwa Dr. Bahtiar adalah sosok yang kompeten. Ia memiliki segudang pengalaman dalam memimpin jajaran birokrasi.

Selain itu, juga berpengalaman menjadi seorang Pj Gubernur. Dapat dikatakan dirinya tak terlalu kaget dengan pos baru yang akan diembannya, jika terpilih menjadi pemimpin Jakarta.

Ketiga, Non-Polarisasi. Menurut saya, ini yang paling penting. Bahtiar dapat dilihat sebagai sosok yang dekat dengan seluruh pihak, dan bebas dari politik identitas masa lalu. 

Selain itu, Bahtiar juga diuntungkan karena dia tidak diidentikkan dengan kelompok manapun. Ia bukan dianggap dari kalangan Istana, tetapi juga bukan bawahan Walikota. Sehingga diharapkan sosoknya bisa menjembatani komunikasi antara kedua pihak.

Meski samar, tapi publik selama ini memahami bahwa memang ada ketegangan antara pihak Istana dan Walikota. Dengan sosok yang tidak berada dalam keduanya, maka justru lebih baik.

Dengan begitu, pemerintahan DKI Jakarta selama dua tahun ke depan bisa fokus pada melanjutkan pembangunan dan melayani publik sebaik-baiknya. Tidak ikut terpolarisasi atau hanyut dalam politik praktis.

Inilah taruhan besarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun