Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penghapusan presidential threshold atau ambang batas presiden. Andai ambang batas ini dihapus untuk Pemilu 2024, kita bisa mendapat lebih dari tiga calon.
Pada 2004, Indonesia menerapkan ambang batas presiden sebesar 15% jumlah kursi di DPR atau 20% suara sah nasional dalam pemilu legislatif. Pada tahun itu, terdapat lima pasangan calon. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) menjadi pemenang pada putaran kedua, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi.
Kemudian, ambang batas presiden ditingkatkan pada pemilu 2009. Partai politik (parpol) atau gabungan partai politik yang ingin mengusung calon presiden harus memiliki 25% jumlah kursi di DPR atau 20% suara pada pemilu legislatif nasional.
Hingga pemilu 2024, persyaratan itu tak berubah. Bedanya, pada pemilu 2019 dan 2024, ambang batas diambil dari pemilu sebelumnya karena pelaksanaan pilpres dan pileg yang berbarengan.
Angka yang tinggi itu hanya memungkinkan maksimal empat calon presiden. Namun, tidak pernah ada pemilu dengan empat calon presiden dari 2009 hingga 2024.
Pada 2009, hanya terdapat tiga calon, yaitu SBY-Boediono, Megawati-Prabowo Subianto, dan JK-Wiranto. Pada pemilu kali ini, SBY-Boediono keluar sebagai pemenang hanya dengan satu putaran atau mendapat suara lebih dari 50%.
Pada pemilu 2014 dan 2019, hanya ada dua calon. Dua pemilu itu adalah pertarungan antara Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo. Dua kali juga Jokowi menang melawan Prabowo.
Pada 2024, pilpres diikuti oleh tiga pasangan calon: Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka, serta Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Pada pemilu ini, Prabowo-Gibran memenangkan pemilu dengan satu putaran.
Dengan tak ada lagi ambang batas, parpol bisa mencalonkan presiden seperti mereka mencalonkan anggota legislatif. Gabungan atau koalisi parpol masih lebih baik dibandingkan parpol tunggal. Pendanaan kampanye akan dibagi dan lebih ringan.
Setiap partai bisa mengusulkan pasangan calon presiden. Tapi saya pikir, tak semua partai akan mengajukan calon, meski diperbolehkan. Bisa jadi, tak semua partai memiliki pendanaan yang cukup untuk mengusung calon. Selain itu, mereka pun berhitung soal menang atau kalah. Percuma mereka mengeluarkan uang untuk kampanye jika hitung-hitungan akhirnya kalah.
Bayangkan jika pada Pilpres 2024 lalu ambang batas sudah dihapus, calon presiden akan lebih dari tiga. Pertama, Prabowo Subianto sudah pasti akan maju. Kedua, Anies Baswedan yang dideklarasikan oleh NasDem. Ketiga, Ganjar Pranowo dari PDIP tak mungkin tidak maju.
Kemudian, calon yang bisa saja maju adalah Muhaimin Iskandar dari PKB. Saya pikir, Muhaimin atau Cak Imin akan memilih untuk maju sendiri sebagai calon presiden jika memungkinkan. Kemudian, calon lain seperti Airlangga Hartarto yang memang harusnya diusung oleh Golkar untuk Capres. Ada pula Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra dari SBY, dari Partai Demokrat pun mungkin akan maju.
Mungkin saja pemilu 2024 bisa menjadi enam calon dibanding hanya tiga calon. Enam nama-nama itu yang saya pikir punya kemungkinan untuk maju dan memang sudah berseliweran dari awal sebelum akhirnya hanya mengerucut pada tiga nama karena ambang batas presiden.
Publik Lebih Punya Kepastian
Dengan penghapusan ambang batas ini, kita akan menghindari dua pasangan calon dengan proses negosiasi yang lama. Partai-partai yang punya tokoh populer tapi tak memiliki 20% suara pemilu legislatif, bisa mencalonkan. Mereka tak akan pusing memikirkan teman koalisi.
Permainan trik-trik dan jual beli untuk membentuk koalisi pun akan minim terjadi. Kita tak akan mendengar simpang siur terlalu lama, dan drama-drama politik di media massa.
Kita tak akan mendengar kisah Demokrat yang merasa tersakiti lalu pindah koalisi, atau Airlangga Hartarto yang tak jadi Capres. Muhaimin Iskandar pun tak akan jadi kutu loncat untuk menjadi peserta pilpres, meski hanya sebagai calon wakil presiden.
Kita akan mendapatkan kepastian siapa saja calon yang akan bertarung lebih cepat. Sehingga, publik memiliki waktu yang panjang untuk membaca dan mengetahui rekam jejak dari masing-masing pasangan calon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H