Mohon tunggu...
Arief Ikhsanudin
Arief Ikhsanudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang Ketik

Kalau tak memiliki cerita pribadi yang menarik, tulis cerita orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keuntungan Belanda Tunjuk Pribumi Jadi Pejabat Kolonial

28 Juli 2024   06:03 Diperbarui: 28 Juli 2024   06:08 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bupati Blora, Raden Adipati Ario Said (duduk) bersama pada bawahannya. (Wikimedia Commons)

Sistem kolonial di Hindia Belanda, kini Indonesia, bukan murni dilakukan oleh orang Eropa. Dalam sistem pemerintahannya, orang Eropa mengangkat pribumi Indonesia untuk menjabat. Jadi, kita pun sebenarnya dijajah oleh orang-orang pribumi juga.

Dalam buku Sejarah Polisi Hindia Belanda, karya Marieke Bloembergen dijelaskan bagaimana berjalannya sistem kolonial di Hindia Belanda. Dalam pandangan George Orwel, keberhasilan menjalankan pemerintah kolonial harus menjalankan prinsip.

Never got something done by a European when an autiental can do it.

Jadi, pemerintahan kolonial melibatkan pribumi untuk mengerjakan atau menjadi pejabat di beberapa posisi. Sehingga, tak murni 100% pejabat adalah orang Eropa, khususnya Belanda.

Ada tiga keuntungan yang diperoleh jika melaksanakan kebijakan yang demikian.

- Jauh lebih murah karena pegawai bumiputera rela menerima upah lebih murah

- Lebih efektif karena mereka lebih mengenal dan mengerti karakter masyarakat pribumi, dan sebab itu pula akan lebih berdaya guna memecahkan persoalan kemasyarakatan yang muncul.

- lebih menguntungkan karena dengan cara ini juga pemerintah kolonial mendapatkan dukungan dan loyalitas pemimpin-pemimpin lokal bumiputera.

Sistem pemerintahan ini dinamakan sistem pemerintahan tidak langsung (tak campur tangan) atau dualisme. Orang Eropa di Jawa pada 1895 hanya beberapa ratus pejabat sipil, dan ribuan tentara. Mereka itu yang harus memerintah penduduk yang pada saat itu mencapai lebih kurang dua belas juta jiwa.

Sementara di luar Pulau Jawa, hanya akan temukan sejumlah kecil pos-pos pemerintahan dan benteng (pos-pos militer). yang dijaga oleh militer dan polisi bersenjata. 

Selain itu, Belanda hanya negara kecil di Eropa yang tidak memiliki kemampuan untuk mengurusi percaturan politik Internasional. Karena itu, Belanda memilih untuk menjalankan kebijakan tidak campur tangan dalam pengembangan politik kolonial di dalam negeri atau luar negeri.

Ekspansi ke luar Jawa dengan tugas pertahanan, militer di daerah seberang. Mereka membatasi dirinya pada urusan penjagaan ketertiban di daerah-daerah perbatasan. Hal ini lebih kurang berarti operasi-operasi militer yang bersifat ofensif.

Secara aturan, Belanda berusaha untuk tidak mencampuri urusan-urusan masyarakat pribumi. Hal itu pun diatur dalam Pasal 67 Regeringsreglement (Konstitusi Hindia Belanda).

Secara umum, pemerintahan kolonial dipimpin oleh Gubernur Jenderal sebagai pemimpin tertinggi. Di bawahnya, pemerintah menerapkan dualisme pemerintahan yang diisi oleh pejabat eropa dan pribumi.

Namun, perlu diketahui bahwa sistem masyarakat kolonial terbagi dalam kelas sosial, yaitu kelas Eropa sebagai kelas yang utama, kemudian kelas pribumi yang diisi oleh Pribumi, Arab, Tionghoa, Jepang (lalu menjadi kelas terpisah). Antara masyarakat Eropa dan Pribumi pun memiliki aturan perundangan yang berbeda.

Pemerintah kolonial menerapkan dualisme sistem pemerintahan.  Pertama adalah sistem pemerintahan yang diisi oleh kalangan Eropa, dan sistem pemerintahan yang diisi oleh kalangan Pribumi.

Di puncak pemerintahan Eropa ada Residen, dengan dipimpin kepala karesidenan. Jabatan di bawahnya adalah asisten residen, dan kontrolir, yang berkedudukan berturut-turut di afdeling (setingkat kabupaten), dan onderafdeling (Setingkat kecamatan).

Jabatan tertinggi dalam jabatan bumiputra adalah bupati (regent). Di bawahnya adalah wakilnya (patih), kepala-kepala distrik (wedana), dan kepala subdistrik (Asisten wedana). Jabatan paling rendah dalam sistem pemerintahan pangreh praja adalah kepala dusun atau desa (lurah).

Lurah sebagai mata rantai paling bawah dalam pemerintahan bumiputera yang langsung berhubungan dengan masyarakat pribumi. Mereka adalah pejabat pemerintahan paling penting dalam struktur dan sistem pemerintahan kolonial.

Dilihat dari struktur pemerintahan, justru pejabat bumiputera yang bersentuhan langsung dengan masyarakat biasa. Mereka yang menjadi penanggung jawab keamanan sistem ketertiban sistem pemerintahan kolonial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun