Mohon tunggu...
Arief Bukhari
Arief Bukhari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menulis untuk berbagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pekok Pekok Padang 5 AS

18 Juni 2013   18:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:48 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selalu ada peristiwa menarik bersama teman-teman di Kota Padang. Perisitwa yang selalu menggelitik jika dibayangkan. Kebodohan yang selalu terjadi secara spontan. Walalupun teman saya ini semua pintar-pintar, karena semuanya adalah peraih beasiswa pendidikan selama kuliah, ada saja tindakan-tindakan konyol yang dibuat. Tindakan itu terjadi sering terjadi karena spontanitas atau karena salahnya cara mereka dalam berpikir.

Baru-baru ini, pengalaman yang lucu terjadi. Seperti biasa, saya sering berkunjung ke kosan mereka. Ketika saya sedang ngobrol dengan teman saya (sebut saja namanya Lubis), tiba-tiba datang teman satu kosnya Lubis yang notabene masih teman saya juga. Os namanya.

“Ada yang bisa bantu saya???” Dengan nada sedih Os meminta kepada kami berdua.

Saya agak terkejut mendengar kata-kata Os yang begitu memilukan. Sebelum rasa iba saya datang, saya bergumam dalam hati saya.

“Ada yang bisa saya bantu???” harusnya itu yang keluar dari mulut Os. Karena saya pasti langsung menjawab, “kalo ada makanan apa aja keluarin Os.” Karena memang kedatangan saya untuk mencari remah-remah roti yang bisa menghilangkan lapar pada perut saya.

Pikiran itupun saya buang jauh, saya langsung bangkit dari lantai. “Ada apa Os?” Tanya saya dengan wajah optimis.

Dengan nada setengah Kebumen dia berkata. “Itu, kunci motorku ga bisa dibuka.”

Aku langsung berlari keluar kamar, sambil melihat kebelakang, aku melihat Lubis tidak beranjak dari tempat tidurnya.

"Dasar tidak ada rasa iba, teman lagi kesusahan tidak mau membantu." gumamku dalam hati. Dia sedang asyik menikmati sinetron yang lagi tayang di TV barunya.

Hujan mulai turun rintik-rintik, tidak ada jalan yang mudah untuk sukses, termasuk menolong teman saya ini. Disana ada Za yang menunggu, temannya Os dan teman saya juga. Za sambil bertolak pinggang dia berkata, “ Ini kenapa yak, koq kunci pengaman motornya ga mau dibuka.”

Dengan nafas terngoh-ngoh dia menjelaskan. “Tadi kan aku mau keluar terus ga bawa dompet, terus aku balek lagi, motor aku parkir di depan pagar.”

“Habis ambil dompet aku keluar, terus motor mau aku idupin, ehh.. kuncinya ga bisa dibuka.” Sambil tersenyum dia bercerita.

Dibawah gerimis mengundang itu aku mengambil kesimpulan. “Tadi kan motornya di parkir di luar terus kenapa bisa ada di dalam sekarang?” Berarti motornya bisa dibuka dong?” Gaya berpikir lateral aku tunjukkan disana.

“Bukan ini tadi aku gotong kedalam karena udah mau hujan.”

Gubbraaakkkk....

Aku langsung mengambil Kunci motor dari tangan Za, seperti maling yang melakukan curanmor aku langsung mengubek-ubek pengaman kunci motor Honda itu. Pengaman hanya bergeser sedikit, tidak bisa terbuka semua.

“Aneh, padahal kuncinya sudah pas, tetap saja tidak mau terbuka.” Gumamku dalam hati.

Aku langsung mengambil keimpulan, “Za, Os, ini mau ga mau harus dibobol, kita panggil aja tukang kunci biar dibornya nanti motormu.”

Os dan Za, terdiam sejenak. Os pemilik sepeda motor speechless alias terhenyuk, terharu mendengar kalimat cerdasku.

“Wez tenang.” Kata Za dengan logat Surabayanya.

“Besok aku ke Dealernya, biar aku ganti dengan yang baru.”

“What the....motornya mau diganti dengan yang baru“ gumamku dalam hati.

“Biar besok aku minta ganti kunci yang baru.” Kata Za tanpa ekspresi.

Koplak....

Tak lama setelah itu, hujan semakin lebat. Pak Yon Bapak Kos kami datang menghampiri.

“Kenapa motornya, kehujanan ya.”

“Ga pak, ini kuncinya ga bisa dibuka. Tadi kan Za......” ga usah dilanjutin, ceritanya sama kayak yang diatas.

“Coba saya lihat.” Pak Yon pun mencoba membuka-buka. Tetapi tetap tidak bisa juga.

“Wah kalo gini, harus kita congkel pake obeng nih, harus dipaksa.”

Derasnya hujan makin menambah tegang suasana. Pak Yon pun masuk ke dalam rumah, tidak tahu dia mau apa. Mau ambil obeng atau mau ganti bajunya yang basah. Saya tidak tahu.

“Yaudah Za, kita ambil obeng saja, obengku ada di dalam jok.” Kata Os.

Os mengambil kunci, lalu beruaha membuka Jok.

“Aduh Joknya pun ga bisa dibuka.” Kata Os cemas.

“Kok bisa berdampak sistemik begini.” Kataku layaknya pengamat masalah Bank Century.

“Wez, sek... sek.... “Za merogoh kantongnya.

“Coba pake kunci ini, kayaknya kuncinya tertukar.”

Aduuuhhh, langsung Os terbaring lemas. “Pantesan ga bisa lah wong kuncinya bukan kunciku pantesan ga bisa dibuka.”

“Kunciku kan bukan yang ini.”

“Sorry, sorry. Aku lupa juga bawa kunci motorku.”

“Aduh Za, kenapa ga dari tadi kita sadar itu salah kunci.”

Melihat situasi itu, aku langsung berteriak. “Peekoooookkkk”

“Peeekkookkk”.

Za dan Os juga menjerit, bersamaan dengan suara petir yang menggelegar. Menelan jeritan kami yang tahu betapa bodohnya kami ini.

1371539745533995123
1371539745533995123

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun