Paris Van Java Resort Lifestyle Place adalah pusat perbelanjaan yang terletak di kota Bandung Jawa Barat. Cukup terkenal dan megah. Dulunya adalah Markas Brimob Kota Bandung. Yang luas  dan terbuka. Saya biasa main bola dan layangan di lapangan bolanya yang luas. Saat itu zaman saya masih SD, Ajat Sudrajat jadi jagoan Persib. Â
Jalan Sukajadi adalah tempat yang ramai namun damai. Di belakang toko-toko pinggir jalannya terhampar kolam-kolam ikan dan air sungai yang jernih dengan air terjun kecil di dekat mesjid Assuadah.Â
Saat ini air terjunnya masih ada namun penuh sampah rumah tangga. Jangan harap airnya bisa dipakai untuk mandi apalagi untukk diminum. Pemukimannya sumpek dan padat menenggelamkan keindahan. Â
Padahal dulunya adalah tempat yang indah dan sejuk , yaitu zaman  PVJ atau markas besar  brimob masih dikenal sebagai  Bronbeek. Tempat bagi para veteran dan pensiunan tentara Hindia Belanda. Zaman sebelum kemerdekaan.
 "Bronbeek" aslinya adalah nama sebuah rumah militer di Arnhem Belanda: sebuah perkebunan megah, yang dulunya diperuntukkan bagi prajurit perang yang cacat, namun sekarang dijadikan museum di Belanda.  Aslinya sebuah rumah militer tanpa sekat. Dimana para tentara hanya diberikan kasur saja untuk tidur. Mirip yang dilakukan pemda DKI saat membuat penampungan PANDEMI COVID19 di tanah abang dan GOR Ciracas. Namun rumah.Â
Rencana awalnya Bronbeek akan dibangun di kota Jakarta, Bandung,  Semarang, Malang dan Magelang dengan tujuan tempat tinggal  personel militer Hindia Belanda yang miskin.  Tujuan utamanya  untuk menyelamatkan para veteran Tentara Hindia Belanda dari kesengsaraan.Â
Karena saat itu para pensiun hanya memiliki uang pensiun 76 sen sehari dan harus membayar untuk perumahan, makanan dan pakaian, karena mereka secara fisik tidak dapat memperoleh uang tambahan; Â ya, dalam banyak kasus harus berbagi sedikit penghasilan ini dengan istri dan anak-anak.
Brobeek pertama didirikan di Bandung dan kemudian Jakarta. Konsepnya berbeda dengan Bronbeek aslinya di Arnheim. Â Konsep yang dibangun di Indonesia adalah sebuah desa kecil di pinggiran kota besar, di mana penghuninya mantan militer yang miskin, Â mantan pejabat sipil, orang-orang Eropa dan Penduduk Asli. Â
Tujuan utamanya sebagai tempat penampungan  gratis,  dananya dari pemerintah atau sumbangan dengan  air dan listrik bersubsidi.  Kedekatan kota memberi penduduk kesempatan untuk bekerja sebagai penjaga malam, penjaga pintu, dll.
 Bronbeek di Bandung
 Pada bulan Januari 1924, Bronbeek dibangun dan mulai ditempati. Penghuni pertamanya adalah mantan gerilyawan dan pensiunan perang di Aceh dan daerah lain. Semua  uang pembangunan dari swasta dengan nama yayasan Indisch Bronbeek, sebesar 70.000 Gulden Nederland.Â
 Dalam koran Sumatra Post, "Memiliki bangunan utama, yang secara khusus didirikan untuk mantan kombatan yang belum menikah;  ini berisi enam kamar, empat kursi dan ruang rekreasi plus dapur, kamar mandi dan kenyamanan lainnya.  Ini mencakup area seluas 180 meter persegi. Â
Juga akan ada dua toko dan 42 rumah dalam empat tipe berbeda dengan luas 27 hingga 50 meter persegi; Â rumah paling tidak memiliki satu ruang tamu dan satu kamar tidur plus dapur, kamar mandi dan W.C.; Â rumah utama dua kamar tidur dan dua galeri. Â Alokasi dibuat sesuai dengan jumlah anggota keluarga. "
 Dan dalam Bataviaasch Nieuwsblad: "Sungguh suatu karya amal yang sangat penting yang dilakukan oleh komite Indisch Bronbeek sekali lagi tampak jelas bagi kami hari ini ketika kami berkunjung untuk menyediakan ruang baca di lembaga itu dengan setumpuk majalah pilihan. Â
Sebuah jalan pedesaan, yang masih bisa dilewati mobil, mengarah dari belakang rumah sakit besar di Pasar Kaliki melalui jurang menuju pegunungan yang luas di belakangnya. Â
Di sini kita tiba-tiba berdiri di depan gerbang, yang memberi akses ke kompleks rumah-rumah beton di Bronbeek. Â Mereka dibangun sesuai dengan sistem yang sama dengan rumah baru yang lebih kecil dari B.B. Â di Teluk Bujung. Â Untuk prajurit pensiunan ada 45, untuk pegawai negeri sipil pensiunan kecil 20.
 Bloemhof." Sangat menyenangkan untuk berjalan-jalan di desa yang bagus ini.  Terletak lebih tinggi dari Bandung, juga sedikit lebih segar, juga karena lokasinya yang terbuka di punggung bukit.  Ruang dan kebersihan adalah karakteristiknya.  Air pegunungan yang jernih dan sejuk mengalir melalui pipa-pipa. Sebagian besar taman yang menawan ada di sekitar rumah.
Pujian dan kekaguman di mana-mana. Namun kesenangan mereka tidak berumur lama, Jepang menyerang Hindia Belanda kemudian Jepang Mundur dari Indonesia karena kalah oleh Sekutu. Indonesia merdeka dan masa bersiap tiba.
Pembunuhan dan pembantaian
Laporan pembunuhan dan penculikan dibuat, antara lain, di Kantor Penghubung Belanda di markas Brigade Infanteri ke-37 Inggris, yang dipimpin oleh Ir. Â G.S.Vrijburg, dan kantor RAPWI di Pasar Kaliki 149.
 Pada 17 Oktober 1945, pasukan Inggris pertama tiba di Bandung.  Bersama dengan dua ribu orang Jepang, mereka bertanggung jawab untuk melindungi 60.000 orang Eropa, tugas yang hampir mustahil karena orang-orang yang akan dilindungi tinggal di seluruh kota.  Terutama daerah pinggiran Bandung, seperti Bronbeek.Â
Pada 8 Desember, kantor pertama menerima laporan pertama dari Ms Margaretha de Bruyne-Christen.  Dia mengatakan bahwa dia mendengar dari seorang teman bermain Indonesia yang berusia 14 tahun tentang keponakannya bahwa "di rumah Baba Hayam (seorang petani ayam Cina) 27 pria dari Bronbeek telah ditahan oleh para ekstremis.  Mereka terbunuh dengan tombak dan dibuang ke parit yang digali di halaman  rumahnya.  "
 Meskipun pesan ini mengkhawatirkan, tidak ada yang bisa dilakukan mengenai hal itu.  Kekurangan sumber daya,  Kurangnya informasi dan lain-lain. Entahlah.  Namun, ketika pada 19 Desember 1945, Ny. Bax, kepala distrik Bronbeek, pergi ke kantor Vrijburg untuk melaporkan bahwa tiga minggu sebelumnya, 33 orang, termasuk 4 orang Belanda, 1 wanita Menado dan 28 orang Indo-Eropa di Bronbeek  diambil dari rumah mereka,  dan tidak jelas kabarnya.
 Dari laporan Vrijburg:
 "21 Desember: Pada hari Kamis 20 Desember 1945, sebuah kelompok dibentuk untuk mencari mayat orang-orang yang diculik dari Bronbeek pada hari Minggu 2 Desember 1945. Dua belas mayat laki-laki ditemukan di parit sempit sekitar 80 cm yang tertutupi 60 cm tanah.  Semua tubuh dengan tangan diikat di belakang, dan tenggorokan hampir sepenuhnya terpotong.  Identifikasi sudah tidak mungkin lagi.
 Setelah mayat pertama ditemukan, saya menginterogasi dua orang Indonesia yang tinggal di sekitar tempat kejahatan.  Salah satu dari mereka memberi tahu saya hal berikut:
 "Pada hari Minggu beberapa orang diambil dari Bronbeek oleh para anggota TKR, dibawa ke tempat ini dan dibunuh di sana dengan memotong leher mereka.  Jumlah korban kira-kira sepuluh, ada orang muda dan tua di antara mereka. "
 Menurut laporan yang dikumpulkan dari orang-orang yang dievakuasi di Bronbeek, 28 dari penduduk Bronbeek, dengan empat pengunjung, semuanya laki-laki, diambil dari Bronbeek sebagai tahanan oleh para pemuda.  Satu kelompok dibawa ke Barat, dan satu lagi ke Timur.  Mayat yang ditemukan mungkin adalah milik orang-orang yang dibawa ke arah barat.
 Perwira penghubung Belanda, Vrijburg. "
 Karena itu, tentang 32 korban: 28 penduduk Bronbeek dan empat pengunjung.  Dua belas dari mereka telah ditemukan di  halaman ruman  Baba Hayam.  Dari para korban ini, empat adalah Belanda dan delapan Indo-Eropa.  Sebuah laporan Inggris tentang aksi itu: "Kampung dibersihkan dari orang-orang Belanda,  mereka semua dibakar habis.  Benar-benar di Bakar."
 Laporan penemuan korban lainnya tidak diketahui, tetapi mereka juga ditemukan dan dikuburkan kembali.
 Layanan Investigasi untuk Orang Mati (O.D.O), yang didirikan di Jakarta pada bulan Desember 1945, bertanggung jawab atas penguburan para korban.  Penyelidikannya tentang keadaan yang tepat dari peristiwa tersebut dan kemungkinan penuntutan terhadap penjahatnya bukan bagian dari tugasnya . Karena situasi di Bandung masih terlalu kacau.Â
 Pada 13 Februari 1946, surat kabar Batavia Het Dagblad mencurahkan artikel ikhtisar tentang apa yang terjadi:
 "Pembantaian di Bronbeek.  Rabu, 6 Februari  kampung itu disisir lagi.  pencarian ini dilakukan oleh gabungan infantri Mahratta, Punjab, dan Gurkha . serta oleh kelompok Belanda yang terdiri dari petugas polisi, kampung Bodjonegara, dan warga Sukadjadi tempat kejadian itu terjadi.
 Tidak kurang dari 487 orang Indonesia ditangkap, 270 dibebaskan pada hari yang sama,  Yang lain ditangkap untuk  diinterogasi lebih lanjut.  Di antara mereka yang ditangkap adalah beberapa yang, ketika dihadapkan, mengakui terlibat dalam pembunuhan warga Belanda pada bulan November dan Desember. Kemudian ditetapkan bahwa 70 dari pembunuhan ini dilakukan oleh gerombolan, menggunakan slogan-slogan politik.
Identifikasi korban
 Bronbeek ini  terletak sekitar 500 meter dari Rumah Sakit Hasan sadikin saat ini. tempat itu saat itu sedang menjadi tempat mengungsi warga belanda dan indobelanda  selama pendudukan Jepang. Saat itu Propaganda terbuka sangat intensif dan penuh kekerasan. Apalagi ada  radio milik Indonesia yang dengan gencar mengobarkan semangat Merdeka.Â
Sehingga aksi bawah tanah yang dilakukan oleh Jepang dan para pejuang Indonesia semakain  Panas dan bergejolak.  NICA yang datang dianggap akan membawa Belanda menjajah Indonesia kembali.  Semua orang Belanda diidentifikasi sebagai  NICA:  jadi semua orang Belanda harus dimusnahkan.
Penduduk Belanda saat itu sama sekali tidak bersenjata dan para pemuda Indonesia lagi semangat- semangatnya berjuang.   Pasukan sekutu yang ada tidak  cukup dan sisa tentara Jepang sudah malas berperang. Sehingga Bandung benar-benar kacau, perampokan rumah-rumah Eropa dan ancaman terhadap orang-orang Eropa sering terjadi, terutama di jalan-jalan utama kota Bandung
Pembantaian dalam skala besar
Seorang Eropa dari Zorgvlietwijk yang ingin membeli makanan di salah satu pasar dibunuh di tempat (akhir November 1945).  Mayatnya kemudian dimakamkan di suatu tempat di ladang di kampung oleh orang Indonesia.  Pada hari yang sama, empat mayat pria Eropa  diyakini telah dibantai di rumah mereka.
 Keluarga-keluarga Eropa yang tinggal di sekitar area Bronbeek diambil dari rumah mereka dan dibawa ke "Bronbeek".  Rumah mereka dijarah.Â
 Pada 28 November, semua penduduk Bronbeek, sekitar 280 jiwa (kebanyakan wanita dan anak-anak, pria yang agak lebih tua dan sejumlah orang muda) didorong bersama di kantin.  Tujuannya adalah untuk dibantai semuanya dengan granat tangan dan tembakan. Namun  pada menit-menit terakhir  dibatalkan karena khawatir bahwa suara ledakan itu akan menarik  perhatian dari tentara Inggris-India di dekat Rumah Sakit Juliana (Hasan Sadikin sekarang).
 Pada tanggal 29 November, 14 orang Indonesia diborgol di Bronbeek, dibunuh  di ladang belakang Bronbeek, dan dimakamkan. Pada hari yang sama, anak laki-laki dari usia 16 dan laki-laki hingga usia 40 diambil dari tawanan Bronbeek dan dibawa ke lapangan. Seluruh penduduk kampung dipaksa menonton.Â
Dikatakan: "Singkirkan NICA" dll. Â Pakaian yang berguna dan barang-barang berharga diambil dari para korban dan didistribusikan ke kelompok.
Kemudian ke40 orang  itu termasuk seorang wanita dari Zorgvlietbuurt,  dibantai.  Seorang anak lelaki yang berusaha melarikan diri ditembak dan dibantai di lapangan.  Salah satu pria meminta pengampunan.  Dia dicengkeram dan lengannya dipotong.  Setelah ini ia berhasil melepaskan diri dan melarikan diri.  Namun, di ujung jalan sebuah parang mengakhiri hidupnya.
 Yang lain berlutut, tangan diikat di belakang, beberapa di antaranya juga diikat kaki, satu per satu dibunuh, ditusuk  dengan pedang dari depan.  Tubuh mereka dimakamkan di tempat.
Keesokan harinya, delapan pria, berusia antara 40 dan 60, diikuti seorang wanita dari Bronbeek dan seorang pria dari lingkungan Zorgvliet.  Pakaian dan barang-barang berharga mereka juga diambil dan dibuang  di jalan.  Mereka dimakamkan di taman setelah dibunuh di sana.
 Tiga dari mereka pertama kali memotong lengan mereka di bawah ancaman bahwa jika mereka berteriak, semua wanita dan anak-anak di Bronbeek akan nasib sama. Wanita itu menerima dua tusukan  bayonet di leher dan terakhir dengan pedang.
Sekitar dua hari kemudian, sejumlah keluarga yang diambil dari rumah mereka kembali lewat sebagai tahanan Bronbeek, dari sekitar Zorgvliet dan terdiri dari 14 pria, sepuluh wanita dan gadis yang lebih tua, enam gadis berusia 7 hingga 8 tahun.  Mereka selanjutnya dibunuh dan dimakamkan di kebun jagung. Â
 Pria, wanita, dan anak-anak yang sangat tua diberi  kebebasan bergerak dalam batas-batas Bronbeek.  Mereka akhirnya selamat dan  dievakuasi pada 17 Desember, ke sebuah kamp di dalam distrik Bandung yang dilindungi.  Pada tanggal 20 Desember, 12 mayat anak laki-laki dan perempuan ditemukan oleh kelompok Belanda dan  pasukan India Britania.  Identifikasi dilakukan pada hari berikutnya.
 Selama pekerjaan ini, mayat wanita ketigabelas ditemukan, tetapi salah satu dari dua belas pria tampaknya telah menghilang.  Itu karena digali oleh para pembunuh, dibawa ke sungai , dipotong-potong di sana dan dibuang ke dalam air. "
 Menurut Het Dagblad.  Jelas bahwa jumlah korban yang disebutkan sangat bervariasi.  Menurut Het Dagblad, ada beberapa pembantaian pada hari yang berbeda, dan total korban akan lebih dari 70.  Mary C. van Delden juga menyebutkan pembunuhan di Bronbeek dalam bukunya Bersiap di Bandung, - dia tidak berani memperkirakan jumlah korban.
 Indonesia sudah merdeka 75 tahun sekarang. Saatnya kebenaran dari kedua belah pihak dihadapi dengan kepala dingin. Kita sampai saat ini tidak tahu siapa yang bertanggung jawab atas peristiwa diatas. Pengadilan tidak pernah diadakan. Penyelidikan sudah ditutup dan catatan hasil identifikasi terselip di arsip tentara inggris dan NICA. Tercecer di sejarah mereka yang selamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H