Mohon tunggu...
Arief Budimanw
Arief Budimanw Mohon Tunggu... Konsultan - surveyor

rumah di jakarta..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dunia Terbalik dari Sukajadi Bandung

14 September 2018   22:18 Diperbarui: 14 September 2018   22:32 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana trotoar Jalan sukajadi bandung di hari Minggu, dokpri

Kemarin saya bertandang menengok adik ayah saya di daerah Sukajadi Bandung. Beliau tinggal di salah satu gang kecil di perkampungan jalan Sukajadi yang sangat padat. Tinggal dan menetap disana dari sejak lahir sampai berumur 60 tahunan saat ini. Badan gemuknya terlihat rapuh. Stroke ringan berkali-kali menyerangnya, namun beliau bisa bertahan. Jalan sudah memakai tongkat. Buang air kecil sudah dimana saja. Dimana ingin kecing tinggal werrr.. kerannya sudah mati rupanya.

Hidupnya saat ini bisa disebut sangat sederhana, pendapatannya untuk hidup sehari-hari dari uang kontrakan, satu rumah ditinggali anaknya yang sudah menikah. Satu rumahnya disewakan kepada teman suaminya.  Dan sekarang beliau tinggal menumpang di rumah orang tua suaminya. Menempati ruangan kecil ukuran 3x6 meter. Dengan perabotan seadanya karena perabotan miliknya masih berada di rumahnya sendiri yang disewakan.

Yang menyewa rumahnya adalah seorang pedagang kacamata di pinggir jalan Sukajadi yang ramai. Pedagang kecil dengan pendapatan pas-pasan katanya. Orang medan dengan istri dan 2 anaknya yang masih kecil .  Sudah 3 tahun mereka  menyewa  rumah itu dan 2 tahun terkahir ini tidak membayar sewa kontrakannya. Blast.. sama sekali nol rupiah.  

Alasannya sedang bangkrut, sehingga  listrik dan air bersih semua yang bayar si empunya rumah. Awalnya mengontrak di lantai atas.. entah kenapa sekarang satu rumah diambil si pengontrak. Sehingga sang empunya rumah menyingkir ke rumah orang tuanya yang terletak disebelah rumah itu. Dunia terbalik. Yang ngontrak mengusir pemilik rumah. Mengambil dan menggunakan semua alat rumah tangganya. Dari mesin cuci sampai lemari pakaian.

Berkali-kali beliau menegur penyewa rumah namun jawabannya nanti dibayar.  Besok dilunasi. Tarsok-tarsok. Dan si pemilik rumah mengiyakan. Oke tidak apa-apa.

"Kasihan dia , anaknya 2 masih kecil lagi. Dia udah diusir dari mana-mana. Saya tidak tega liat dia jadi gelandangan.  Karunya ningalina.. " katanya.

Saya sebagai yang dengar langsung panas. Dan mencoba untuk membantunya menyelesaikan masalah yang sebetulnya kecil ini. Namun dia tidak mau. Biarkan saja. Nanti bakal ditegur lagi. Katanya. Mudah-mudahan besok dibayar.

"Tapi ini 2 tahun belum bayar loh..  mau sampai kapan juga begitu" kata saya.

Dia kemudian menunjuk kepada suaminya yang mengajak dan mempersilakan temannya untuk mengontrak rumahnya.

Suaminya cuman mengangkat bahu sambil berkata

 "Kasihan.." katanya

Ya sudah.. daripada semua terserah bapak kalo begitu.. jawab saya

Masalah kecil yang sebetulnya bisa diselesaikan cepat ini saya rasa akan membesar dan akan berakhir dengan kemenangan yang sewa tanpa bayar. Kenapa??  Hal seperti ini sering terjadi. Dengan alasan kasihan kita membantu orang menetap dan tinggal di tanah kita. Setahun dua tahun. Dan jika sudah belasan tahun mereka akan minta uang ataupun rumah pengganti untuk tinggal mereka kelak. Minta uang gusur..

Pola seperti ini biasa terjadi di Jakarta, namun saya tidak menyangka terjadi juga di Bandung. Mereka yang tinggal di pinggir-pinggir kali, mereka yang tinggal di tanah-tanah  hijau . di pinggir-pinggir rel kereta api.  Menggunakan pola ini. Menggunakan kebaikan kita sebagai senjata mereka. Kadang saya berpikir .. Kebaikan adalah kelemahan.  Namun kita selalu senang berbuat baik, walaupun dikemudian hari merugikan kita.  Kita tidak pernah jera berbuat baik.

Kata orang  diperlukan ketegasan dan keteguhan hati dalam berbuat baik. apakah hal yang seperti ini maksudnya. biarlah orang lain bahagia walaupun kita sengsara.  Apapun itu ketika kita berkata kasihan.. artinya kita sudah jatuh hati. Kita sudah kalah. Entahlah..  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun