SITUASINYA cukup sulit. Suatu hari di tahun 5 H telik sandi Nabi melaporkan: Madinah akan dikepung 10.000 prajurit dari suku-suku Arab yang gemar perang. Mereka akan menyerang dari utara, sebab di bagian yang lain dari Madinah hanya terdiri dari gunung, tanah-tanah kasar berbatu, dan kebun-kebun korma.
Rapat mengenai sistem pertahanan diadakan. Problemnya: prajurit musuh yang mengepung bahkan lebih banyak dari seluruh penduduk Madinah. Pendapat yang cemerlang datang dari Salman Al-Farisi, satu-satunya orang Persia di pihak Nabi. Ia mengusulkan pertahanan parit untuk menghalangi masuknya musuh. Orang-orang Persia terbiasa membuat parit di sekitar mereka ketika dikepung musuh. Lalu laki-laki muslim Madinah segera mengambil cangkul dan menggali parit yang cukup lebar dan dalam. Yang menarik adalah sepenggal cerita, sebuah perkataan nubuat: di bagian tanah yang keras, di mana beberapa sahabat Nabi menyerah mengurusnya, Nabi menghantam sekuat tenaga sambil mengucapkan: Aku diberi kunci-kunci Syam, aku diberi tanah Persi, aku diberi kunci-kunci Yaman.
Dan yang terjadi bukan cuma batu yang hancur: beberapa tahun kemudian negeri Syam, Persi, dan Yaman masuk ke wilayah kekuasaan Islam di bawah Umar bin Khaththab.
Di Mesir, Sayyid Quthb pernah menulis buku berjudul Al-Mustaqbal li Hadzaddin dari dalam sel. Artinya: Masa Depan Milik Agama Ini. Dari judulnya saja kita cepat menyimpulkan keyakinan Qutbh: ia orang yang yakin Islam akan bangkit, meski Mesir di bawah pemerintahan diktator. Para tokoh muda Islam waktu itu berkomentar sinis: "Apakah ia sedang tenggelam dalam mimpinya, dalam khayalan dan angan kosong? Ke mana saja Anda, hai Sayyid Quthb? Tidakkah Anda saksikan bahwa semua da'i telah seluruhnya ke penjara. Dan dari 120.000 mahasiswi Universitas Kairo hanya seorang yang berjilbab—keponakan Anda sendiri, putri Hmaidah Quthb. Di mana masa depan itu?"
Sinisme itu terjawab beberapa tahun kemudian, setelah Quthb mati di tiang gantung: kampus-kampus dipenuhi para perempuan yang menutup aurat, dan masjid-masjid kembali hidup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H