Mohon tunggu...
Arief Bakhtiar D.
Arief Bakhtiar D. Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Twitter: @AriefBakhtiarD │ Instagram: @AriefBakhtiarD │ Goodreads: AriefBakhtiarD

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Resolusi

9 Mei 2016   10:32 Diperbarui: 9 Mei 2016   10:46 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demi perubahan mendasar itu, ‘revolusi’ itu, langkah-langkah aksi mesti dilakukan satu demi satu. Kalau saya kelak menjadi laki-laki gendut, misalnya, lalu menyesal kenapa membiarkan kegendutan itu terjadi, saya sudah tahu lebih baik membuat daftar resolusi pertobatan berikut: lari-lari kecil keliling perumahan 10 kali tiap pagi, futsal atau renang minimal seminggu sekali, makan dua kali sehari. Poin-poin itu adalah tindakan nyata ketimbang mengatakan ingin bobot turun sekian kilo dalam enam bulan lagi. Lamb-Shapiro mewanti-wanti: jangan ikat resolusi dengan harus dicapai tanggal berapa, dan jangan tunggu setahun untuk mulai lagi bila terpeleset. Sebagai tambahan, kita bisa meniru teologian puritan Amerika Jonathan Edwards yang punya 70 resolusi dan direviu tiap pekan. 

Saya ingat masa kuliah saya dulu. Saya menyangka saya akan lulus perguruan tinggi dalam waktu empat tahun. Sebab saya mengerti: pilihan yang telah dikabulkan Tuhan ini dimulai dengan suka. Bukan dari pertimbangan-pertimbangan masa depan yang materiil. Waktu itu saya amat bergairah. Tapi toh saya lulus hampir lima tahun kemudian. Skripsi yang mestinya saya target pada bulan sekian tahun sekian harus selesai ternyata belum rampung-rampung. Dengan demikian resolusi saya gagal. Dan sekarang saya tahu: ternyata lebih baik punya resolusi menulis 10 halaman per pekan, dan dari situ skripsi bisa selesai selama 10 pekan, ketimbang menunjuk bulan dan tahun.

Tentu ada kemungkinan resolusi meleset. Seorang eksekutif perusahaan yang membuat resolusi menyenangkan di tahun 1998 bisa jadi meleset karena datang masa-masa krisis ekonomi—kita bisa mengandaikan tiba-tiba dia dipecat dari perusahaan. Seorang dosen universitas negeri tahu-tahu diangkat presiden menjadi salah satu menteri di pemerintahannya—dan kehidupannya pun berubah. Sejenak atau lama hal-hal semacam itu membuat kaget. Tapi tentu kita tidak perlu berpikir terlalu rumit: manusia sanggup membuat resolusi baru lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun