Diskriminasi ras adalah isu yang amat kental dalam budaya Amerika Serikat sejak lama. Terhitung baru sejak tahun 1960an diskriminasi tersebut dihapuskan lewat Undang-undang Hak Sipil yang disebut dengan Civil Rights Act of 1964.
Cukup banyak film yang menceritakan masalah diskriminasi di negeri Paman Sam. Namun amat jarang film yang mampu menceritakan kisah pergerakan dibalik dihapuskannya diskriminasi tersebut. Salah satu film yang mampu mengemas kisah ini secara apik adalah film The Help.
The Help mengambil latar di Mississippi pada tahun 1960. Kala itu, Mississippi menjadi salah satu negara bagian di Amerika Serikat yang memiliki kondisi diskriminasi terparah. Padahal cukup banyak penduduk keturunan Afro-Amerika yang berdomisili di wilayah ini.
Film ini menceritakan seorang perempuan kulit putih bernama Skeeter yang diperankan oleh Emma Stone. Tidak seperti perempuan muda kebanyakan, Skeeter yang baru saja lulus dari kampus bercita-cita ingin menjadi seorang penulis. Ia pun melamar pekerjaan di salah satu perusahaan media ternama di kotanya dan berhasil mendapatkan pekerjaan tersebut.
Skeeter kemudian ditugaskan untuk mencari berita yang belum pernah diliput agar dapat menjadi headline baru di Mississippi. Ia kemudian memutuskan untuk menemui Aibileen, salah seorang sahabatnya yang berkulit hitam dan berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.
Aibileen memperkenalkan Skeeter pada realita kehidupan para pembantu berkulit hitam di Mississippi. Aibileen mengaku diperlakukan amat tidak manusiawi oleh para majikannya yang berkulit putih. Bahkan Aibileen tidak diperkenankan untuk sekedar menggunakan kakus yang sama dengan yang digunakan oleh majikannya di rumah.
Aibileen pun tidak dapat melakukan protes sekecil apa pun kepada majikannya. Pasalnya jika sang majikan tak suka, mereka tinggal menghubungi pihak kepolisian dan polisi akan segera menangkap pembantu kulit hitam yang dimaksud.
Apabila polisi tak kunjung menemukannya dalam sehari, maka polisi akan menangkap seluruh orang kulit hitam yang berkeliaran di jalan pada malam hari. Mereka ditangkap agar timbul efek jera bagi semua orang kulit hitam tanpa memandang apakah mereka memiliki hubungan dengan orang yang dicari atau pun tidak.
Kisah ini sukses menarik minat sang Pemimpin Redaksi di tempat Skeeter bekerja. Skeeter kemudian diminta untuk mewawancarai pembantu kulit hitam yang lebih banyak lagi agar ia bisa memiliki laporan reportase yang lengkap.
Sayangnya tidak mudah untuk bisa mendapatkan cerita dari para pembantu kulit hitam tersebut. Trauma psikis yang mendalam akibat tindakan semena-mena aparat membuat mereka menjadi tertutup dan mengunci derita itu rapat-rapat.
Beruntung Aibileen dapat melunakkan hati sahabat-sahabat terdekatnya agar mereka juga mau menceritakan kisahnya kepada Skeeter. Antologi kisah para pembantu berkulit hitam inilah yang kemudian dijadikan buku oleh Skeeter dengan judul The Help.
Tanpa disangka, The Help mampu meraih predikat Best Seller di seantero Amerika. Kisah-kisah pilu yang dikemas sempurna dengan fakta dan candaan sekedarnya membuat buku ini nyaman dibaca oleh kalangan orang kulit putih sendiri.
Publik Amerika pun sedikit demi sedikit mendapatkan pencerahan. Bahwa betapapun mereka merasa 'jijik' dengan para pembantu berkulit hitam, nyatanya mereka amat membutuhkan para pembantu tersebut untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan mengurus anak ketika mereka sedang bekerja.
The Help berhasil memunculkan narasi kalau para pembantu berkulit hitam itu rupanya sudah begitu berjasa kepada para majikannya selama ini. Sayangnya kebanyakan majikan justru tidak tahu diri dan memperlakukan para pembantu itu layaknya binatang.
Nama Skeeter sebagai sang penulis pun ikut melejit. Sampai-sampai sebuah perusahaan media ternama yang berbasis di Washington menawarinya posisi tetap di jantung bisnis Amerika.
Sementara keuntungan dari penjualan buku The Help diberikan seutuhnya kepada Aibileen dan sesama pembantu berkulit hitam yang telah membantu Skeeter menyelesaikan buku tersebut. Mereka menggunakan uang itu untuk bisa hidup mandiri tanpa harus menjadi pembantu lagi.
Film yang terbit pada tahun 2011 ini berhasil meraih rating yang cukup tinggi di IMDB hingga mencapai angka 8,1 dari skala 10. Film yang berdurasi 146 menit ini juga terbilang cukup sukses karena mampu mendulang pendapatan hingga lebih dari USD 216 juta dari penayangan di seluruh dunia.
Secara umum, film The Help dapat menjadi tontonan berkualitas yang cocok untuk ditonton bersama keluarga. Apalagi bagi para Kompasianer yang senang menulis. Film ini memberi pelajaran berharga bahwa solidaritas itu bisa bermula dari tulisan.
Karenanya, jangan pernah remehkan tulisan-tulisan yang berhasil Anda tulis. Tanpa kita ketahui, bisa saja tulisan itu mempengaruhi pola pikir orang banyak hingga dapat memicu pergerakan di tengah masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H