Begitu Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus positif Covid-19 pertama di Indonesia, semua pihak langsung memusatkan fokus pada usaha penghentian penyebaran virus korona. Tak ayal, orang-orang lantas berebut masker dan hand sanitizer di pasaran.
Dua pekan setelah kasus tersebut diumumkan, barulah orang-orang fokus memikirkan kapasitas tes swab yang rendah. Pemerintah kemudian didesak menghadirkan alat tes masal (rapid test kit) dalam jumlah yang banyak dalam waktu singkat.
Namun secepat-cepatnya pengadaan, tentu saja tetap membutuhkan waktu. Apalagi barang yang hendak dipesan oleh Pemerintah RI memang sedang menjadi rebutan dari pemerintah negara-negara di dunia. Alhasil diperlukan waktu satu sampai dua pekan sampai alat tersebut bisa tiba di tanah air.
Berita gembira kemudian datang pada tanggal 23 Maret 2020. Melalui konferensi pers dan rilisnya di media sosial, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengonfirmasi bahwa mereka telah mendapatkan 100.000 alat rapid test dan 50.000 masker dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Semua alat tersebut diprediksi sampai di Jakarta tepat pada awal bulan April bersamaan dengan sampainya alat rapid test yang dipesan oleh Pemerintah Indonesia.
Publik pun dibuat terkagum. Sebagian bahkan belum pernah mendengar nama Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sebelumnya. Sebagian lagi mengaku pernah mendengar, tapi lantas meremehkan karena menganggapnya bukan termasuk yayasan dengan dana besar.
Yang publik jarang dalami adalah proses penyediaan ratusan ribu alat rapid test dan puluhan ribu masker tersebut oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Bagaimana bisa mereka menyiapkan alat sebanyak itu dalam waktu singkat?
Melalui postingan berita di laman tzuchi.or.id, diketahui bahwa Yayasan ini pertama kali memberikan bantuan perlengkapan medis pada tanggal 19 Maret 2020. Sasarannya adalah 3 rumah sakit rujukan Covid-19 di Jakarta. Inilah saluran bantuan pertama dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia selama pandemi.
Sementara terkait masalah edukasi, sudah digelar secara massif oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sejak bulan Februari. Berkaca pada apa yang terjadi di Tiongkok dan negara-negara lain di dunia, sosialisasi tentang cara pencegahan diri dari virus corona pun mereka lakukan kepada berbagai elemen masyarakat.
Hal ini mengisyaratkan bahwa Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sudah melakukan persiapan dari awal untuk mengantisipasi lonjakan kebutuhan pada saat pandemi. Ditambah dengan sokongan donasi dari umat Buddha dan manajemen keuangan yang mumpuni, jadilah mereka sebaga organisasi non-profit yang mampu diandalkan pada masa-masa tersulit.
Tetapi sebelum itu rupanya Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia memang sudah rutin menyelenggarakan layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan pada tanggal 12 Maret 2020, para murid TK Tzu Chi Indonesia ikut berdonasi dalam pengadaan ranjang di Tzu Chi Hospital.
Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan masyarakat dalam bidang kesehatan dan pendidikan sudah menjadi fokus dari Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sejak lama. Karenanya, bukan suatu kebetulan kalau mereka menjadi yang pertama mengulurkan tangan dalam membantu petugas medis melawan virus korona di garis depan.
Konsistensi ini, bagi Yayasan Buddha Tzu Chi, adalah satu bentuk implementasi dari filosofi-filosofi hidup yang dituangkan oleh sang pendiri, Master Chen. Salah satunya ialah sebagai berikut.
Keteguhan hati dan keuletan bagaikan tetesan air yang menembus batu karang. Kesulitan dan rintangan sebesar apapun bisa ditembus. (Kata Perenungan Master Chen Yen)
Sumbangsih Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia tak berhenti di masa awal pandemi. Setiap pekan, selalu ada saja berita penyaluran donasi berupa APD, masker, hand sanitizer, hingga sembako yang dilakukan lewat jaringan Yayasan Buddha Tzu Chi di seluruh Indonesia.
Di Bandar Lampung misalnya, Yayasan Buddah Tzu Chi membagikan 5.000 paket sembako kepada TNI dan Polri untuk didistribusikan kepada masyarakat. Adapun di Sumatera Selatan, relawan Tzu Chi Sinarmas menyalurkan APD kepada 2 rumah sakit yaitu RSUD Dr. Sobirin di Kabupaten Musi Rawas dan RSUD Siti Aisyah di Kota Lubuk.
Anak-anak Sekolah Tzu Chi juga diarahkan untuk membuat kartu ucapan untuk petugas medis selama masa belajar dari rumah. Sementara relawan Tzu Chi lainnya sibuk menghubungkan para penganut Buddha agar tetap bisa belajar Dharma dan beribadah dengan memanfaatkan fasilitas internet.
Bahu-membahunya keluarga besar Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia ini sesuai dengan filosofi Master Chen sebagai berikut.
Mendedikasikan jiwa, waktu, tenaga, dan kebijaksanaan semuanya disebut berdana. (Kata Perenungan Master Chen Yen)
Ini juga sesuai dengan perintah Allah dalam potongan Surat Al Maidah ayat 2 sebagai berikut.
"...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran..." (QS. Al Maidah: ayat 2)
Tahun ini, Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan umat Buddha secara umum memperingati Waisak yang jatuh tepat di tengah bulan suci Ramadan. Pada tahun-tahun sebelumnya, relawan Tzu Chi selalu hadir membagikan takjil di jalan-jalan untuk memudahkan umat muslim membatalkan puasanya.
Relawan Tzu Chi di Tangerang dan Surabaya misalnya, tahun lalu membagikan lebih dari 1.000 paket takjil on the road bagi pengendara yang melintas, khususnya para pengemudi ojek online. Sementara relawan Tzu Chi Makasar tahun lalu menyasar kaum dhuafa sebagai penerima bingkisan takjil yang mereka siapkan.
Kini, kegiatan bagi-bagi takjil tersebut jelas tak dapat dilakukan. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mewajibkan semua orang tinggal di rumah. Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dan umat Buddha secara umum pun harus merayakan Waisak tanpa bisa hadir di Vihara.
Namun saya kira, takjil itu sesungguhnya tetap dibagikan --dan sudah dibagikan-- oleh Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia. Hanya saja, bentuknya yang berbeda. Bukan lagi makanan pembatal puasa, melainkan APD, masker, hand sanitizer, dan keperluan medis lainnya.
Jumlahnya pun tak kalah fantastis. Kalau dulu takjil yang dibagikan bisa menyentuh angka ribuan paket, kini masker dan hand sanitizer yang dibagikan sudah menyentuh angka ribuan paket. Pembagian APD yang dilakukan pun sudah menyentuh angka 3 digit di seluruh Indonesia.
Inilah yang sempat membuat saya, yang notabene seorang muslim, merasa malu. Bagaimana bisa Yayasan Buddha Tzu Chi berderma sangat banyak di bulan Ramadan tahun ini. Bahkan mereka berderma ketika sebagian besar dari kita harus menekan porsi infak demi memenuhi kebutuhan yang lebih mendesak.
Para relawan Tzu Chi telah mengajarkan arti pengendalian diri yang sesungguhnya kepada kita. Bahwa hadirnya kita di dunia, adalah untuk memberikan rahmat bagi seluruh makhluk yang ada. Jadi tidak boleh ada batasan sama sekali dalam urusan memberi.
Karenanya, pada momen Waisak ini, izinkan saya mengucapkan selamat dan terima kasih. Selamat merayakan Waisak dan merefleksikan Siddharta dalam kehidupan sehari-hari. Dan terima kasih karena sudah memberi kontribusi yang tidak dapat diukur lagi bagi bangsa dan negara ini.
Semoga Waisak pada bulan Ramadan ini bukan hanya menjadi berkah bagi umat Muslim dan Buddha, tapi juga umat seluruh agama yang ada di dunia. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H