Mohon tunggu...
Muhammad Arief Ardiansyah
Muhammad Arief Ardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Business Analyst

Pencerita data dan penggiat komoditi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Terima Kasih Ya Ma, karena Sudah Kalap Belanja

2 Mei 2020   23:20 Diperbarui: 3 Mei 2020   00:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin sore, seorang kawan perempuan saya menuliskan cuitan di Twitter. Isinya membandingkan gaya belanja jika ia pergi berbelanja bersama ayah dan ibundanya.

Tatkala pergi bersama sang ayah, daftar belanja sudah pasti ia siapkan dari rumah. "Biar tidak ada yang kelewat," ungkapnya menirukan perkataan sang kepala rumah tangga.

Proses belanja pun tergolong 'efisien'. Sesampainya di tempat, ia mengaku bisa berbagi tugas dengan ayahnya untuk mencoret semua item dari daftar belanja yang sudah dibuat. Simpel dan singkat. Lima belas menit juga sudah bisa mengantri di meja kasir.

Fenomena yang berkebalikan justru muncul ketika berbelanja bersama sang ibunda. Kalau sedari di rumah beliau ditanya, "Mau belanja apa?", pasti akan dijawab "Lihat nanti saja kalau ada yang menarik".

Alhasil waktu belanja bisa menjadi sangat lama. Pasalnya, sang ibunda pasti menyisir satu persatu etalase barang yang dipajangkan secara cermat. Keranjang belanjanya pun tak bisa bergerak cepat, sebab beliau tidak mau satu etalase pun terlewat.

Maka jangan heran kalau sekeluarnya dari meja kasir, tangan kita pasti dipenuhi kantong-kantong belanja yang terisi penuh. Inilah ciri khas berbelanja bersama mama.

Bridget Bennan, dalam salah satu tulisannya di situs Forbes, menjelaskan alasan dibalik fenomena unik yang satu ini. Menurut studi yang ia lakukan, wanita cenderung berbelanja lebih banyak daripada laki-laki karena adanya beban tanggung jawab yang ia pikul di dalam rumah tangga.

Wanita kerap berada pada posisi dimana mereka menjadi tokoh utama yang harus menyuplai kebutuhan bagi seluruh anggota keluarga. Sumber dananya boleh saja berasal dari sang bapak sebagai kepala keluarga. Tetapi pengelolaannya, hanya bisa diurus oleh sang ibu bendahara.

Ilustrasi perbedaan kebiasaan belanja antara laki-laki dan perempuan (Think Design).
Ilustrasi perbedaan kebiasaan belanja antara laki-laki dan perempuan (Think Design).

Menurut Bennan, ketika wanita pergi berbelanja, yang ada di pikiran mereka ialah kebutuhan orang-orang yang ada di dalam lingkarnya secara spesifik. Mulai dari kebutuhan suami dan anak-anaknya, hingga kebutuhan orang tua, saudara, rekan sejawat, ipar, bahkan kebutuhan untuk anak dari teman-temannya.

Mereka memang berbelanja bukan untuk dirinya semata, melainkan juga untuk orang-orang terkasih di sekelilingnya. Kalau pun mereka sedang tidak ingin membelinya, sepulang belanja pasti akan tetap di-endorse kepada orang yang mereka rasa perlu membelinya. Lengkap dengan detil harga dan diskonnya.

Karenanya, jangan heran kalau barang-barang di pasaran itu kebanyakan didesain supaya menarik bagi para calon pembeli wanita. Jangan heran pula kalau pola kebiasaan berbelanja dari pembeli wanita ini dipelajari habis-habisan oleh para brand ternama di seluruh dunia. Bahkan studinya sudah sampai ke masalah perbedaan anatomi otak antara wanita dengan laki-laki.


Lantas apakah fenomena kalap belanja yang utamanya berasal dari golongan wanita ini merupakan sebuah masalah?

Jawabannya, belum tentu. Malahan, seorang kawan yang saya ceritakan di atas tadi merasa lebih senang kalau harus pergi berbelanja bersama ibunya. Peluang barang yang terlewat menjadi kecil, sehingga tidak perlu sering-sering pergi berbelanja. Cukup satu-dua kali saja untuk memenuhi kebutuhan satu bulan.

Jangan lupa juga kalau para wanita itu memiliki mental irit. Apa yang sudah dibeli, sebisa mungkin harus dihabiskan dan jangan sampai terbuang. Kalau pun bentuknya adalah makanan dan tidak ada yang mampu menghabiskan, bagikan saja kepada tetangga dan orang-orang sekitar.

Pengalaman berpuluh tahun menjadi bendahara rumah tangga juga membuat mereka sangat waspada terhadap budget yang tersedia. Dibandingkan para papa, para mama jelas lebih mampu mengatur dana yang terbatas untuk membawa pulang sebanyak-banyaknya barang yang diperlukan. Kemampuan yang satu ini jelas tidak perlu dipertanyakan lagi.

Karenanya, mari sejenak ucapkan terima kasih kepada mereka. Mereka yang biasa kita panggil dengan sebutan mama, bunda, atau umi yang selama ini telah mendedikasikan dirinya sebagai bendahara terbaik di rumah kita.

Kita percaya, bahwa dibalik kalapnya mereka dalam berbelanja, tersimpan maksud dan niat baik yang mungkin belum kita mengerti. Adalah tugas kita kemudian untuk ikut mengelolanya dengan seefektif mungkin agar jangan sampai ada barang terbeli yang terbuang percuma. Syukur-syukur kalau kelebihan itu selalu bisa kita salurkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun