Ramadan dua tahun yang lalu, tepat pada akhir bulan Mei, saya ditimpa kekalutan. Kala itu, saya tak kunjung mendapatkan perusahaan untuk mata kuliah Kerja Praktek alias magang. Padahal magang tersebut harus sudah diselesaikan sebelum masuk tahun ajaran baru di bulan Agustus.
Proses pencarian perusahaannya sendiri memang sudah saya mulai sejak bulan Januari. Namun ternyata daftar perusahaan yang saya tuju cukup lamban dalam memberikan balasan. Alhasil saya belum juga mendapatkan kepastian magang meski waktu tersisa tinggal 3 bulan.
Harapan saya ketika bulan Ramadan saat itu sederhana: saya ingin mendapatkan tempat magang segera. Pasalnya apabila kesempatan magang ini terlewat, saya tidak akan bisa mengambil mata kuliah Tugas Akhir di semester berikutnya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Jelang waktu berbuka puasa di hari ke-15, seorang kawan mengajak saya untuk magang bersamanya. Kata dia, direktur salah satu perusahaan obat tradisional baru saja menerima proposalnya. Namun sang direktur meminta personil magang minimal tiga orang. Jadilah saya langsung diajak untuk mengisi kekosongan posisi tersebut.
Dalam hati saya bergumam, "Allah telah mengabulkan harapan saya".
Ramadan setahun yang lalu, kondisinya berbeda, tapi kekalutannya masih sama. Kala itu, saya harus berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan penelitian yang sudah di ambang batas. Andai terlambat, rencana waktu lulus saya terancam mundur hingga 6 bulan.
Permasalahannya, objek penelitian saya adalah makhluk hidup berupa mikroalga. Sebagai makhluk hidup, ia tentu tak bisa direkayasa sebebas-bebasnya. Ada batasan yang membuat ekspektasi kita sebagai peneliti seringkali tak sesuai realita.
Maka saat itu harapan Ramadan saya begitu sederhana: ingin penelitian ini bisa selesai sebelum Idul Fitri tiba.
Jadilah saya menghabiskan waktu sepanjang bulan Ramadan di laboratorium. Mulai dari berbuka puasa, hingga menyantap sahur bersama. Tarawih menjadi jeda yang sempurna sebelum masuk kembali ke ruang kerja dan menghadapi puluhan sampel di atas meja.