Mohon tunggu...
Muhammad Arief Ardiansyah
Muhammad Arief Ardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Business Analyst

Pencerita data dan penggiat komoditi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mempertahankan Bisnis Kafe di Masa Pandemi

19 Maret 2020   11:29 Diperbarui: 19 Maret 2020   11:28 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis kafe kian menyepi (Pexels/Brigitte Tohm). 

Pemberlakuan aturan social distancing akibat pandemi virus Corona tak ayal menahan laju pertumbuhan bisnis kafe. Tempat yang biasanya digandrungi anak muda mulai waktu senja itu kini menjadi sangat sepi. Jumlah pengunjungnya dalam satu jam pun mungkin dapat dihitung jari.

Frekuensi transaksi berkurang drastis. Target penjualan mau tak mau tinggal jadi angan. Namun tagihan sewa tempat, kredit alat, pembelian bahan baku, juga tagihan gaji pegawai tetap berjalan. Manajemen mana yang tak sampai dibikin pusing?

Promosi lewat media sosial pun digencarkan. Bahkan tak sedikit pula yang akhirnya menggaet para influencer, mengikuti metode Presiden Jokowi yang belakangan sempat kita tertawakan.

Lantas apakah para pebisnis kafe harus menyerah pada keadaan?

Jawabannya tentu saja tidak. Banyak opsi yang bisa ditempuh untuk sekedar memastikan kalau bisnis ini 'tetap hidup' setidaknya sampai pandemi COVID-19 mereda.

Menggalakkan Produk Takeaway

Belajar dari kafe-kafe di Eropa dan Amerika yang lebih dulu dihebohkan oleh virus Corona, kafe-kafe di Indonesia pun harus menggalakkan produk takeaway. Minimalkan jumlah pelanggan yang makan di tempat, lalu perbanyak channel delivery atau pesan antar.

Beberapa kafe di Eropa bahkan berani memberikan harga lebih mahal bagi para pelanggan yang tetap memilih untuk menghabiskan makanan dan minumannya di tempat. Pasalnya pembersihan kafe menjadi harus lebih intens dan tentunya membutuhkan biaya yang lebih besar.

Promosi produk takeaway ini juga dapat dilakukan dengan bekerja sama kepada pihak ketiga penyedia jasa pesan antar (delivery). Misalnya seperti Gojek dengan GoFood dan Grab dengan Grabfood. Aplikasi semacam ini bukan tak mungkin menjadi channel utama penjualan selagi pandemi masih terjadi.

Kini pertanyaannya adalah bagaimana supaya produk takeaway dari kafe Anda terlihat lebih menarik ketimbang produk takeaway dari kafe yang lain. Misalnya dengan menyelipkan pesan khusus untuk tetap menjaga kesehatan dan kebersihan, serta menuruti aturan social distancing yang diinstruksikan pemerintah.

Pesan khusus ini juga dapat berupa myth-buster, yang berisi informasi valid terkait hoax dan mitos yang tersebar di masyarakat terkait virus Corona. Tentu saja sumber yang Anda gunakan harus berasal dari institusi resmi seperti WHO. Pelanggan pun bukan hanya mendapat kopi, tetapi juga sedikit edukasi.

Selipan pesan di produk takeaway (Pexels/Bruno Cervera).
Selipan pesan di produk takeaway (Pexels/Bruno Cervera).
Disinilah peran penting para Copywriter, Content Writer, dan profesi sejenisnya dibutuhkan. Kemampuan mereka merangkai kata-kata yang impactful di masa pandemi dapat menjadi diskriminan antara satu kafe dengan kafe yang lain.

Menyesuaikan Jam Kerja Pegawai

Secara umum, kafe baru beroperasi ketika matahari sudah meninggi dan tutup ketika hari sudah berganti. Jam kerja seperti ini tentu sangat riskan berdampak pada kesehatan para karyawan yang juga harus meningkatkan kesehatan diri demi terhindar dari COVID-19.

Membuka kafe lebih pagi dapat menjadi opsi yang menarik. Siapa tahu tak sedikit juga para pelaku WFH (Work from Home) yang membutuhkan kopi di pagi hari. Tentu saja mereka bisa membuat kopi di rumah sendiri. Namun bukankah Anda juga bisa menawarkan menu kopi-kopi unggulan yang sempurna dinikmati setiap pagi?

WFH juga butuh kopi! (Pexels/Bongkarn Thanyakij).
WFH juga butuh kopi! (Pexels/Bongkarn Thanyakij).

Kafe pun tidak perlu tutup terlalu larut. Jam 9 atau 10 malam sepertinya sudah cukup. Lagipula, beberapa kafe juga harus mengatur shift kerja agar karyawannya tak banyak bertemu. Mereka juga perlu menerapkan social distancing walau harus dimodifikasi demi kepentingan perusahaan.

Memindahkan Rencana Gelaran Event Terbuka ke Dunia Maya

Harus diakui juga bahwa bisnis kafe berkembang subur berkat penyelenggaraan berbagai acara. Misalnya seperti talkshow, konser musik mini, atau bahkan perayaan kecil-kecilan yang rutin digelar oleh perusahaan, organisasi, dan komunitas.

Sayangnya wabah virus Corona memaksa sebagian besar acara tersebut untuk dibatalkan. Kalau pun dipaksa untuk diadakan, pengadaannya harus dalam jumlah peserta yang minim dengan tetap memerhatikan aturan social distancing.

Andai jeli melihat peluang, manajemen kafe bisa memanfaatkan momentum ini untuk bekerja sama dengan para Event Organizer (EO). Kelas-kelas online bisa digelar dengan puluhan atau bahkan ratusan peserta melalui grup-grup instant messaging.

Kafe nantinya dapat berperan sebagai sponsor, misalnya dengan membagikan voucher promosi kepada para peserta. Engagement di media sosial pun dipastikan meningkat, selama EO yang dijadikan mitra dapat merancang acara dengan tepat.

Simpulan

Pada akhirnya, keberhasilan suatu bisnis dalam menghadapi pandemi ini akan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan sistem yang berlaku didalamnya. Jangan ragu untuk mengambil langkah yang radikal, asalkan dapat bertanggung jawab atas risiko yang mungkin terjadi.

Pandemi ini pasti akan berakhir. Seberkas cahaya sudah terlihat di ujung terowongan, mulai dari uji klinis vaksin yang kian gencar hingga angka penyembuhan yang pelan tapi pasti juga ikut bertambah.

Jadilah bagian dari mereka yang mengantarkan bisnis ini keluar dari terowongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun