Mohon tunggu...
Muhammad Arief Ardiansyah
Muhammad Arief Ardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Business Analyst

Pencerita data dan penggiat komoditi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mari Berhenti Terobsesi Pada Angka Virus Corona di Indonesia

14 Maret 2020   14:01 Diperbarui: 17 Maret 2020   16:47 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Statistik COVID-19 per 14 Maret 2020 (Worldometers).

Virus Corona di Indonesia memang sedang menjadi topik perbincangan terpanas di mana-mana. Pertambahan jumlah penderitanya kian diperbarui dari hari ke hari. Pemberitaannya seakan tidak mau terlewat, barang satu orang pun.

Yang menarik, persebaran berita terkait hal ini selalu dibumbui oleh kata-kata seperti "breaking news", "update", "melonjak", "meroket", atau sebagainya. Coba saja perhatikan portal-portal media mainstream kalau Anda belum percaya.

Padahal pada kenyatannya, pertambahan jumlah penderita pasti akan terjadi dari waktu ke waktu. Fakta ini didasarkan pada 2 alasan paling logis sebagai berikut.

Pertama, jumlah pasien yang diuji semakin banyak. Jumlah pasien yang diuji pada masa awal pandemi virus ini tentu dapat dihitung jari. Tetapi hari ini, jumlah pasien yang diuji sudah mencapai puluhan.

Tinggal menunggu waktu saja sampai jumlah pasien yang diuji mencapai angka ratusan bahkan ribuan. Maka dengan sendirinya, jumlah pasien positif COVID-19 pun akan ikut bertambah.

Kedua, metode pengecekan virus corona yang semakin valid. Di Indonesia sendiri, metode pengecekan yang digunakan ialah dengan menggunakan teknik pemotongan genom (genome sequencing) dan menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).

Genome sequencing dilakukan dengan mengambil sampel genom dari pasien kemudian dilakukan uji keberadaan SARS-CoV-2 dengan reagen pancorona. Reagen ini jumlahnya sangat terbatas dan baru bisa didatangkan langsung dari CDC (Center for Disease Control and Prevention).

Inilah alasan mengapa pengujian pasien dengan dugaan COVID-19 hanya bisa dilaksanakan di beberapa rumah sakit saja yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan RI. Ini pula yang menjadi alasan mengapa Kemenkes tidak bisa semudah itu dalam menunjuk laboratorium milik pemda atau swasta untuk menguji virus corona jika masih ingin menggunakan metode ini.

Adapun metode PCR merupakan teknik amplifikasi sampel DNA spesifik untuk menciptakan jutaan sampel dalam waktu singkat. Jutaan sampel tersebut selanjutnya dapat diidentifikasi sesuai karakteristik yang ditengarai sebagai sinyal kehadiran SARS-CoV-2.

Metode ini hanya membutuhkan waktu analisis hingga 1 hari, jauh lebih cepat ketimbang metode genome sequencing yang dapat memakan waktu 3 hari. 

Keduanya tentu sudah sesuai dengan kaidah yang ditetapkan oleh WHO. Namun di beberapa negara, sudah marak diterapkan juga alat tes (kit) yang lebih praktis dan dapat memberikan hasilnya dalam waktu hanya beberapa jam saja.

Kit inilah yang menjadi biang keladi dari melonjaknya angka penderita virus corona di berbagai negara, terutama Amerika Serikat. CDC pun mengakui kalau pengujian tanpa kit yang sebelumnya memang belum sempurna sehingga dapat meloloskan pasien-pasien dengan kondisi false negative.

Andaikan kit ini nantinya juga sudah sampai dan digunakan di Indonesia, sudah pasti angka penderita virus Corona akan kembali melonjak. Ini adalah konsekuensi logis dari diterapkannya metode uji yang memiliki tingkat akurasi lebih tinggi.

Lantas apakah opsi memperkecil jumlah uji dapat menekan kepanikan di masyarakat akibat jumlah penderita yang kian bertambah?

Jawabannya tentu saja tidak. Kita tetap membutuhkan angka-angka itu agar didapatkan data yang lebih valid mengenai laju kematian (lethality rate) dan parameter kinetika lain yang berhubungan dengan virus Corona tipe baru ini.

Namun angka-angka tidak seharusnya membuat kita terlalu terobsesi. Biarkan saja angka itu terus bertambah, sambil kita fokus melindungi diri, keluarga, dan lingkungan di sekitar kita.

Obsesi berlebihan hanya akan menimbulkan kepanikan yang kian meluas tanpa dorongan untuk mengefektifkan prosedur pencegahan. Mari hentikan obsesi dan mari lebih fokus pada solusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun