Mohon tunggu...
Muhammad Arief Ardiansyah
Muhammad Arief Ardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Business Analyst

Pencerita data dan penggiat komoditi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Taal 1754: Setahun Sebelum Giyanti

13 Januari 2020   08:05 Diperbarui: 13 Januari 2020   08:11 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Hindia Belanda baru saja menunjuk gubernur baru untuk bertugas di wilayah pesisir timur laut Jawa. Nicolaas Hartingh namanya. Mutasinya ke kantor pusat di Semarang membawa misi besar: negosiasi dengan Pangeran Mangkubumi.

Pangeran Mangkubumi sendiri tengah kewalahan menghadapi Raden Mas Said untuk yang kedua kalinya. Meski sempat bekerja sama menumpas VOC, nyatanya tanah kekuasaan jauh lebih berkilau bagi keduanya ketimbang hubungan persahabatan yang fana.

Hartingh rupanya cukup piawai dalam bernegosiasi. Ia menggandeng Seh Ibrahim, pemuda berkebangsaan Turki untuk membangun komunikasi non-formal dengan jajaran Pangeran Mangkubumi. Rupanya memainkan isu kedekatan religi memang sudah diajarkan sejak dulu di tanah air ini.

Negosiasi itu terus berlangsung. Bagai seorang kepala Relation Manager di sebuah perusahaan, Hartingh cukup sabar mengadakan meeting dengan satu persatu pejabat di Mataram.

Sampai kemudian gemuruh terjadi di Pulau Luzon, Filipina. Gunung Taal mengalami erupsi hingga areal di sekitarnya ditutupi abu dengan ketebalan mencapai 84 sentimeter. Bagian dalam kawah mengalami kerusakan berat akibat luapan lava yang menguras hampir 2/3 dari isi kolam lavanya.

Tak kurang dari 10.000 warga tercatat menjadi korban akibat erupsi ini. Sebagian memilih migrasi ke pulau Mindanao. Sementara sisanya memilih bertahan di bawah status siaga selama 7 bulan lamanya.

Adakah bantuan yang sampai ke Filipina pada masa itu? Bisa jadi ya, bisa jadi tidak.

Inggris sedang memasuki tahun politik setelah Perdana Menteri Thomas Pelham-Holles diangkat untuk menggantikan saudara laki-lakinya yang meninggal dunia. Amerika masih sibuk berperang. Bahkan pada tahun ini George Washington sampai harus membunuh Joseph Coulon de Jumonville, seorang utusan Perancis berkebangsaan Kanada, yang membuat posisinya terdesak hingga terpaksa menyerahkan Benteng Necessity kepada Perancis.

Di Indonesia, Mangkubumi sudah siap membubuhkan tanda tangan. Tawaran dari Hartingh terlalu sulit untuk ditolak. Dua puluh ribu real sebagai pajak tahunan yang dibayar kontan untuk wilayah pesisir plus hak penuh atas separuh bagian kerajaan termasuk ibu kotanya di Mataram. Belum lagi bantuan senjata dan tantara untuk menggilas Mas Said.

Deal! Perapihan dokumen pun dilakukan oleh para ahli hukum tata keraton dan setahun kemudian dihasilkanlah Perjanjian Giyanti.

Sayangnya Batavia mencium gelagat yang kurang baik dibalik perjanjian itu. Namun karena posisinya sedang berada di bawah kekuasaan Mataram, mau tidak mau Batavia harus ikut meratifikasi keputusan Mangkubumi tersebut. Sebuah keputusan yang nantinya mampu mendongkrak perekonomian VOC akibat terbukanya jalur perdagangan laut dengan para pedagang dari Cina.

Kini, 266 tahun setelah masa itu, Gunung Taal kembali mengalami erupsi. Berkat kemajuan teknologi, aktivitasnya dapat dimonitor dengan akurasi tingkat tinggi. Bencana yang sama pun diprediksi tidak akan terulang kembali.

Namun cerita tentang kesepakatan menuju Perjanjian Giyanti masih bisa terulang kembali. Tentunya dengan penyesuaian latar terhadap terhadap dunia teknologi informasi seperti sekarang ini.

Sejarah mencatat bahwa seorang pribumi pernah berkongsi dengan pihak asing demi menjatuhkan saudara sebangsanya sendiri. Semoga warisan leluhur ini tidak menyeruak kembali dengan ancaman yang jauh lebih berbahaya di era demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun