Mohon tunggu...
Muhammad Arief Ardiansyah
Muhammad Arief Ardiansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Business Analyst

Pencerita data dan penggiat komoditi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Simulasi Produk KITA Pada Keluarga Kelas Menengah

31 Mei 2018   23:31 Diperbarui: 1 Juni 2018   00:10 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simulasi Produk KITA (Dokumentasi Pribadi).

Pada tahun 2009, FAO menerbitkan sebuah laporan yang menyatakan bahwa sektor pertanian perlu memproduksi 70% makanan lebih banyak pada tahun 2050 agar dapat memberi makan 9 milyar manusia yang hidup pada masa itu [i]. Tak mau ketinggalan, Bank Dunia juga melakukan perhitungan serupa hingga akhirnya menyatakan kalau dunia membutuhkan 50% makanan lebih banyak pada tahun 2050 untuk memenuhi kebutuhan tersebut [ii].

Lantas muncul pertanyaan, apakah meningkatkan produksi pangan merupakan kunci dalam masalah ketahanan pangan dunia?

Pertanyaan ini kemudian coba dijawab secara komprehensif oleh Edward L. Kick, Francesco Tiezzi dan Diego Castedo Pena dari North Carolina State University. 

Lewat publikasi teranyarnya dalam Perspectives on Global Development and Technology, Kick dkk berhasil membuktikan bahwa peningkatan produksi makanan tidak akan dapat menyelesaikan persoalan ketahanan pangan dunia. Fakta ini mereka dapatkan setelah melakukan serangkaian kajian dengan pendekatan model kuantitatif terhadap parameter suplai protein pada skala global [iii].

Uniknya, penelitian tersebut juga membuktikan bahwa faktor kunci dalam masalah ketahanan pangan dunia adalah perbaikan sistem distribusi. Menurut Kick dkk (2017), pembenahan sistem distribusi-lah yang dapat membuat kebutuhan pangan bagi negara-negara di dunia tetap terpenuhi meskipun dunia nantinya akan diisi oleh 9 milyar manusia pada 2050.

Di Indonesia sendiri masalah terkait distribusi seakan sudah sangat umum di telinga kita. Mulai dari tengkulak yang merajalela, hingga timbunan barang pokok yang terjadi di berbagai daerah. Imbasnya berita kenaikan harga menjadi akrab di telinga kita. Minimal satu kali dalam setahun menjelang hari raya, berita semacam ini selalu saja menghiasi laman pertama media-media kita. 

Headline Media Tentang Masalah Distribusi Pangan (Dokumentasi Pribadi).
Headline Media Tentang Masalah Distribusi Pangan (Dokumentasi Pribadi).
Masalah ini kemudian dibebankan oleh pemerintah kepada Perum BULOG sesuai amanat PP No. 13 Tahun 2016 yang sejalan dengan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Lembaga yang telah berumur lebih dari 50 tahun ini pun segera menciptakan berbagai inovasi mulai dari sektor hulu hingga hilir di sepanjang manajemen rantai pasok. Mulai dari pengolahan bahan pangan pokok, proses seleksi pengadaan, hingga pembenahan sistem transportasi dalam distribusi pangan.

Inovasi teranyar dari BUMN yang satu ini ialah dengan mengembangkan bisnis retail yang diberi nama Rumah Pangan Kita (RPK). Ide awalnya memang cukup sederhana, yakni tentang bagaimana produk-produk komersil Perum BULOG --yang diberi nama produk KITA-- dapat didistribusikan secara langsung kepada masyarakat lewat mitra-mitranya yang tersebar di dekat masyarakat itu sendiri. Tetapi siapa sangka kalau eksekusinya mendapat sambutan yang amat baik dari masyarakat Indonesia.

Akhir tahun 2017 di Jawa Barat saja sudah tersedia lebih dari 5.000 unit RPK [iv]. Nilai ini berbeda sedikit dari jumlah desa/kelurahan di Jawa Barat yang mencapai 5.962 [v]. Meskipun dalam kenyataannya masih cukup jauh dari keidealan 1 desa 1 RPK, tentu fakta ini dapat membuat kita optimis bahwa RPK sudah mulai mendapat tempat dalam gelanggang bisnis retail yang sudah menjamur di masyarakat.

Pertanyaannya, mengapa masyarakat perlu mendukung inovasi dari Perum BULOG ini secara langsung? Keuntungan apa yang bisa didapat jika masyarakat menggunakan produk-produk KITA? Apakah efeknya akan besar bagi ketahanan pangan negara?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun