Mohon tunggu...
Sastra Kita
Sastra Kita Mohon Tunggu... Penulis - Seputar Seni dan Sastra

Penulis, Sastrawan, Penyair, dan Dramawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Narasi Jemari Jingga Mengadopsi 10 Lukisan dari Pentas Maling Sandal

22 Juni 2022   17:32 Diperbarui: 22 Juni 2022   17:44 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok-Samudera Teater Pentas Teater Maling Sandal 3/2020 (Dokpri)

Membicarakan sebuah karya besar yang mampu disetarakan dengan karya-karya master peace dunia tentu akan menjadi bahan tertawaan bilamana dalam karya tersebut tak mencakup kandungan unsur cerita yang dibangun berdasarkan pada riset, kausalitas, literatur analitik serta memenuhi sentuhan inspiratif yang mengacu pada narasi ekspositorik, informatif dan narasi artistik.

Penekanan pada unsur naratif dalam merangkai sebuah cerita sangatlah mutlak diperlukan bagi penulisan karya novel berkelas premier. Semakin piawai dalam mengolahnya maka semakin menarik bobot ilustrasi cerita yang disampaikan akan  mampu membuat pembaca larut dan hanyut menyelami kandungan yang dijabarkannya oleh penulis. 

Untuk itu pemahaman yang luas dalam mengeksplorisasi sebuah narasi sangatlah penting bagi lahirnya sebuah karya sastra bernilai tinggi hingga layak disandingkan dengan karya-karya besar dunia menjadi pantas dan dapat terwujud.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia ditemukan bahwa narasi adalah penceritaan suatu cerita atau kejadian (Tim Penyusun Kamus, 1995:685). Sedangkan menurut Keraf(1985:135), bahwa narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu. 

Oleh karena itu, unsur yang penting pada sebuah narasi  adalah unsur perbuatan atau tindakan. Pendapat Keraf didukung oleh Arief Akbar Bsa yang menyatakan bahwa narasi adalah suatu karangan atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian tempat dan waktu.

Dalam hal ini Arief Akbar Bsa mengkaitkan secara khusus kekuatan pada unsur naratif akan semakin komprehensif bila rangkaian cerita tersebut disematkan menjadi kisah perjalanan literasi analitik sejalan dengan proses seni penyusunan kerangka cerita di dalam historial laku pementasan drama yang berkesinambungan agar mampu mempengaruhi konsep alur cerita yang sedang dibangun. 

Hal itu selaras dengan konsep cerita yang sedang disusunnya melalui novel Jemari Jingga dengan mengadopsi sang pelukis srikandi yang harus mengumpulkan sepuluh lukisan sandal menjadi satu bagian tak terpisahkan merangkum kausalitas sepuluh unsur yang dianalogikan dengan sepuluh lukisan akan terbentuk sepuluh jari jemari yang menyatu dalam munajat menengadah dua tangan melantunkan doa tentang ketuhanan dan penghambaan. 

Sepuluh unsur yang ada dalam sepuluh jari Tuhan inilah menjadi wujud kisah Jemari Jingga yang mengisahkan perjalanan sang tokoh Purwadana melewati 10 unsur dalam mencari keberadaan sosok Ranggita yang dicintainya.

Dengan pengisahan peristiwa ini penulis berharap dapat membawa pembaca kepada suatu suasana yang memungkinkannya seperti menyaksikan atau mengalami sendiri peristiwa itu. 

Menurutnya, unsur penting yang membedakan karangan narasi dengan deskripsi adalah karangan narasi mengandung unsur utama berupa unsur perbuatan dan waktu. Kedua unsur  tersebut terjalin dalam keutuhan tempat  dan waktu,(Pentas drama Maling Sandal 2020).

Narasi tidak selalu bersifat fiktif imajinatif yang menggunakan daya khayal sebagai bahannya. Hal ini tentu bergantung pada bahan serta tujuannya. Ada karangan narasi yang berasal dari kenyataan yang disajikan untuk memperluas pengetahuan atau wawasan pembacanya. 

Narasi seperti ini disebut narasi ekspositoris yang diadaptasi dalam rangkaian penulisan cerita Jemari Jingga, ditulis dari perjalanan 10 Maling Sandal melukiskan sepuluh unsur dikemas menjadi rangkaian fakta laku yang diceritakan dengan mengabaikan unsur narasi imajinatif, sebuah karangan narasi yang disusun dari kenyataan atau fiksi dengan ramuan kesusastraan, dan dimaksudkan untuk memancing daya imajinasi atau daya khayal pembacanya.

"Untuk lebih jelasnya bisa dikatakan seperti ini, Narasi imajinatif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sedemikian rupa sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Melalui sugesti kita dapat menyampaikan peristiwa pada suatu waktu dengan makna yang tersirat atau tersurat dengan bahasa yang lebih condong ke bahasa figurative dengan menitik beratkan penggunaan kata-kata konotatif. 

Sedangkan Paragraf Narasi Ekspositoris disebut juga Narasi Teknis adalah karangan yang mencoba menyajikan sebuah peristiwa kepada pembaca apa adanya. Narasi ekspositoris bersifat nonfiktif yang disajikan dengan bahasa denotatif dan tujuan utama bukan menimbulkan daya imajinasi," jelas Arief Akbar Bsa.

Memang tidaklah mudah dan memerlukan perjalanan yang panjang bilamana dua cabang sastra yaitu prosa dan drama dikemas menjadi satu bagian dalam merangkai sebuah cerita menjadi satu novel Jemari Jingga yang sedang dalam tahap proses penyusunan. 

Penulis akan selalu merujuk pada perjalanan pementasan drama yang akan menghasilkan lukisan dimana pada lukisan tersebut adalah bagian (boleh dikata bahan baku) dari cerita sang tokoh sebagai pelukis yang akan mempersembahkan sepuluh maha karya lukisan sandal dari berbagai genre lukisan yang tersebar di sepuluh tempat dan waktu.

Disisi lain pengisahan yang melewati sepuluh perjalanan sang tokoh Purwadana harus mengambil lukisan (artefak/manuskrip) di ruang matahari, bintang, samudera (air), Sahara (tanah), gunung (api), udara, cahaya, batu mulia, hutan (kayu) dan bulan sebagai bekal perjumpaannya dengan Ranggita melalui sepuluh lukisan yang didapat dari ruang unsur-unsur tersebut. 

Jika disatukan akan terwujudlah wujud nyata sosok Ranggita yang telah mendapatkan jasadnya. Sang tokoh harus mati di akhir cerita setelah perjumpaannya dengan Ranggita sosok kekasih yang dicarinya benar-benar nyata sangatlah cantik rupawan seperti yang Ia idam-idamkan. 

Dikarenakan perjalanan panjang itu telah banyak merusak fisiknya kala singgah di ruang api tangannya yang terbakar serta kala singgah di ruang cahaya bagian jantungnya terbelah akibat implan yang dibenamkan saat dihadang gerombolan manusia chipset. Belum lagi luka-luka yang didapat saat Purwadana singgah di ruang-ruang lain untuk mendapatkan lukisan Savitri tersebut.

Setidaknya dalam kisah itu dapat memberikan pengetahuan berharga bahwa perjalanan cinta adalah sesuatu yang indah dan agung terlepas dari kematian yang memisahkan jasad dengan ruh pada pertemuan singkat Purwadana dengan Ranggita menjadi antitesis bahwa makna keindahan dan keagungan adalah dimensi senyap dalam kesunyian untuk bisa bertemu secara langsung dengan kekasihnya. Bagi sang pemuja cinta, itu sangat berarti sekalipun harus jatuh berkalang tanah demi meraih kehormatan cinta.

Penulis mengungkapkan bahwa Jemari Jingga adalah karya dalam bentuk ruh, sedang jasadnya adalah 10 Maling Sandal. Jemari Jingga tak dapat dipublikasikan dalam bentuk novel maupun dipentaskan dalam bentuk dramaturgi bila perjalanan pentas Maling Sandal belum selesai hadirkan 10 lukisan. Karena untuk dapat diwujudkan, ruh dan jasad tersebut  haruslah dipertemukan hingga terbentuklah satu wujud yaitu sebuah cerita JEMARI JINGGA.

Untuk dapat merealisasikan sebuah karya besar Jemari Jingga bisa hadir dipublikasikan secara umum dan dapat dinikmati baik dalam bentuk cerita novel maupun dalam pementasan dramaturgi, maka pementasan drama Maling Sandal haruslah genap telah dipentaskan di 10 daerah dengan masing-masing daerahnya menghasilkan satu lukisan bergambar sandal karya Savitri dalam tokoh MS. Hingga tulisan ini diterbitkan, gelaran pentas Maling Sandal telah memsauki 3 tempat dan waktu, kota Pekalongan, kota Bekasi dan kota Bogor. Kita semua tentu mengharapkan tersisa tujuh lukisan yang belum dipentaskan dapat segera terlaksana sehingga novel Jemari Jingga yang menceritakan perjalanan Purwadana melewati sepuluh unsur (ten elements) untuk mencari keberadaan Ranggita dapat beredar di masyarakat dan dapat kita nikmati bersama.

Sebagai penutup artikel ini, kami yang pernah menyaksikan pementasan teater drama Maling Sandal 1 dan 2 memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada penulis naskah berdasar pada konsepsi teoritis yang ternyata kisah Jemari Jingga yang masih dalam tahap penyusunan itu mengadopsi 10 lukisan pada gelaran drama Maling Sandal yang akan digelar diberbagai kota.

Salam sastra Indonesia maju dari kami,

Fikri Ali Madzhabi dkk

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun