Mohon tunggu...
Sastra Kita
Sastra Kita Mohon Tunggu... Penulis - Seputar Seni dan Sastra

Penulis, Sastrawan, Penyair, dan Dramawan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Narasi Jemari Jingga Mengadopsi 10 Lukisan dari Pentas Maling Sandal

22 Juni 2022   17:32 Diperbarui: 22 Juni 2022   17:44 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok-Samudera Teater Pentas Teater Maling Sandal 3/2020 (Dokpri)

Narasi seperti ini disebut narasi ekspositoris yang diadaptasi dalam rangkaian penulisan cerita Jemari Jingga, ditulis dari perjalanan 10 Maling Sandal melukiskan sepuluh unsur dikemas menjadi rangkaian fakta laku yang diceritakan dengan mengabaikan unsur narasi imajinatif, sebuah karangan narasi yang disusun dari kenyataan atau fiksi dengan ramuan kesusastraan, dan dimaksudkan untuk memancing daya imajinasi atau daya khayal pembacanya.

"Untuk lebih jelasnya bisa dikatakan seperti ini, Narasi imajinatif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sedemikian rupa sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Melalui sugesti kita dapat menyampaikan peristiwa pada suatu waktu dengan makna yang tersirat atau tersurat dengan bahasa yang lebih condong ke bahasa figurative dengan menitik beratkan penggunaan kata-kata konotatif. 

Sedangkan Paragraf Narasi Ekspositoris disebut juga Narasi Teknis adalah karangan yang mencoba menyajikan sebuah peristiwa kepada pembaca apa adanya. Narasi ekspositoris bersifat nonfiktif yang disajikan dengan bahasa denotatif dan tujuan utama bukan menimbulkan daya imajinasi," jelas Arief Akbar Bsa.

Memang tidaklah mudah dan memerlukan perjalanan yang panjang bilamana dua cabang sastra yaitu prosa dan drama dikemas menjadi satu bagian dalam merangkai sebuah cerita menjadi satu novel Jemari Jingga yang sedang dalam tahap proses penyusunan. 

Penulis akan selalu merujuk pada perjalanan pementasan drama yang akan menghasilkan lukisan dimana pada lukisan tersebut adalah bagian (boleh dikata bahan baku) dari cerita sang tokoh sebagai pelukis yang akan mempersembahkan sepuluh maha karya lukisan sandal dari berbagai genre lukisan yang tersebar di sepuluh tempat dan waktu.

Disisi lain pengisahan yang melewati sepuluh perjalanan sang tokoh Purwadana harus mengambil lukisan (artefak/manuskrip) di ruang matahari, bintang, samudera (air), Sahara (tanah), gunung (api), udara, cahaya, batu mulia, hutan (kayu) dan bulan sebagai bekal perjumpaannya dengan Ranggita melalui sepuluh lukisan yang didapat dari ruang unsur-unsur tersebut. 

Jika disatukan akan terwujudlah wujud nyata sosok Ranggita yang telah mendapatkan jasadnya. Sang tokoh harus mati di akhir cerita setelah perjumpaannya dengan Ranggita sosok kekasih yang dicarinya benar-benar nyata sangatlah cantik rupawan seperti yang Ia idam-idamkan. 

Dikarenakan perjalanan panjang itu telah banyak merusak fisiknya kala singgah di ruang api tangannya yang terbakar serta kala singgah di ruang cahaya bagian jantungnya terbelah akibat implan yang dibenamkan saat dihadang gerombolan manusia chipset. Belum lagi luka-luka yang didapat saat Purwadana singgah di ruang-ruang lain untuk mendapatkan lukisan Savitri tersebut.

Setidaknya dalam kisah itu dapat memberikan pengetahuan berharga bahwa perjalanan cinta adalah sesuatu yang indah dan agung terlepas dari kematian yang memisahkan jasad dengan ruh pada pertemuan singkat Purwadana dengan Ranggita menjadi antitesis bahwa makna keindahan dan keagungan adalah dimensi senyap dalam kesunyian untuk bisa bertemu secara langsung dengan kekasihnya. Bagi sang pemuja cinta, itu sangat berarti sekalipun harus jatuh berkalang tanah demi meraih kehormatan cinta.

Penulis mengungkapkan bahwa Jemari Jingga adalah karya dalam bentuk ruh, sedang jasadnya adalah 10 Maling Sandal. Jemari Jingga tak dapat dipublikasikan dalam bentuk novel maupun dipentaskan dalam bentuk dramaturgi bila perjalanan pentas Maling Sandal belum selesai hadirkan 10 lukisan. Karena untuk dapat diwujudkan, ruh dan jasad tersebut  haruslah dipertemukan hingga terbentuklah satu wujud yaitu sebuah cerita JEMARI JINGGA.

Untuk dapat merealisasikan sebuah karya besar Jemari Jingga bisa hadir dipublikasikan secara umum dan dapat dinikmati baik dalam bentuk cerita novel maupun dalam pementasan dramaturgi, maka pementasan drama Maling Sandal haruslah genap telah dipentaskan di 10 daerah dengan masing-masing daerahnya menghasilkan satu lukisan bergambar sandal karya Savitri dalam tokoh MS. Hingga tulisan ini diterbitkan, gelaran pentas Maling Sandal telah memsauki 3 tempat dan waktu, kota Pekalongan, kota Bekasi dan kota Bogor. Kita semua tentu mengharapkan tersisa tujuh lukisan yang belum dipentaskan dapat segera terlaksana sehingga novel Jemari Jingga yang menceritakan perjalanan Purwadana melewati sepuluh unsur (ten elements) untuk mencari keberadaan Ranggita dapat beredar di masyarakat dan dapat kita nikmati bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun