[caption id="attachment_206187" align="aligncenter" width="500" caption="Gili Ketapang dari ketinggian 2.71 km"][/caption]
“Mbaknya nanti tidur di tempat saya saja, mas-masnya biar tidur di ruang Puskesmas”
Fiuh....akhirnya jelas juga nasib kami, tawaran seorang ibu muda yang bertugas sebagai mantri di Puskesmas Pembantu Gili Ketapang tentu sangat sayang jika kami ditolak. Bayangan bakal tidur beralaskan pasir pantai dan beratap langit serta menyaksikan gerhana bulan yang diperkirakan akan mulai terlihat pukul 21:00 wib kami buang jauh-jauh. Perjalanan kali ini memang meleset dari rencana awal, kegiatan konservasi laut dan pantai yang dijadwalkan akan dilaksanakan di Pulau Gili Ketapang bersama LSM dari Surabaya gagal kami ikuti karena tidak ada kontak dari mereka. Jadilah kami membuat acara sendiri dengan persiapan yang sangat minim. Tidak ada tenda, bahkan selembar flysheet yang dapat difungsikan untuk membangun bivak sederhana pun tidak kami bawa. Untunglah perbekalan yang kami siapkan dapat menjamin keselamatan kami beberapa hari ke depan, walaupun tidak dapat menjamin kenyamanan.
[caption id="attachment_206186" align="aligncenter" width="500" caption="Sarana transportasi menuju Gili Ketapang"]
[caption id="attachment_206171" align="aligncenter" width="500" caption="Domba di mana-mana"]
Walau cuaca pagi itu tak terlalu bagus, kami tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengksplorasi keadaan pulau yang terletak di lepas pantai utara Kota Probolinggo ini. Kami memutuskan untuk memulai menjelajah ke arah selatan yang menghadap Pulau Jawa untuk selanjutnya bergerak ke arah timur dan berbalik ke barat dengan menyusuri pantai utara pulau ini. Dengan rute ini, kami akan mengeksplorasi separuh sisi pulau bagian timur. Pagi itu, laut sedang surut sehingga kegiatan eksplorasi bisa mengakses karang-karang yang jauh dari tepi pantai. Sayangnya terumbu karang di sisi selatan - dan juga di sisi lain pulau ini - telah hancur. Walau masih ada satu dua karang kecil yang masih menunjukkan pertumbuhan.
Di antara karang yang hancur masih dapat kami temukan beberapa spesies ikan karang yang terjebak, juga teripang, bulu babi, landak laut, siput laut, dll. Beberapa soft coral yang kami temui masih menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan. Hal ini memberikan harapan bagi usaha-usaha rehabilitasi terumbu karang. Sayang usaha-usaha rehabilitasi itu nampaknya akan sangat sia-sia apabila tidak diikuti dengan usaha rehabilitasi pemikiran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang.
[caption id="attachment_206172" align="aligncenter" width="375" caption="Koral yang masih tersisa"]
Perjalanan sesi pagi kami akhiri di dermaga pelabuhan, setelah sebelumnya kami singgah di Gua Kucing yang terletak di ujung timur pulau. Gua yang konon pernah disinggahi oleh rombongan Sunan Giri dalam perjalan menuju Kerajaan Blambangan. Konon setiap malam jum’at legi, dari dalam gua terdengar suara kucing, bahkan dari sumber warga sekitar yang kami temui menyatakan bahwa setiap malam itu keluar dari dalam gua ratusan kucing, wallahu a’lam. Pada malam itu pula, gua ini ramai dikunjungi peziarah yang ingin mendapatkan berkah.
Ratusan ikan karang nan cantik berebut biskuit yang kami tebarkan dari atas dermaga, pemandangan yang sangat unik dan menghibur. Nampak perairan di sini masih cukup bersih walaupun sampah di sana sini. Maklumlah masyarakat yang tinggal di pinggiran pantai menjadikan laut sebagai tempat pembuangan akhir, bukan hanya untuk sampah rumah tangga tetapi juga“sampah manusia” alias (maaf) kotoran manusia. Demikian itu lah kenyataan yang kami temui, sepanjang penyusuran dapat dengan mudah kami saksikan para penduduk sedang menjalankan “ritual paginya”. Sebenarnya kebiasaan yang demikian sudah sangat tidak relevan mengingat air bersih dari PDAM sudah tersedia sejak tahun 2009. Mungkin masih perlu menunggu beberapa tahun lagi untuk melihat kebiasaan buruk tersebut hilang di pulau ini. Setelah makan pagi dengan ikan bakar yang disediakan oleh keluarga ibu dan bapak mantri, petualangan kami lanjutkan dengan mensasar sisi barat pantai. Kami akan mengeksplorasi keadaan laut beserta karang-karangnya dengan bermodalkan 3 set alat snorkeling. Kemampuan snorkeling kami sebenarnya hanya sekedar pernah mencoba, bahkan beberapa belum pernah mencoba. Jadilah kami harus meminum beberapa teguk air laut sebagai konsekuensinya. Tidak butuh waktu lama untuk bisa menguasi teknik snorkeling sehingga petualangan pun berlanjut di dunia yang sangat berbeda.
[caption id="attachment_206174" align="aligncenter" width="500" caption="Makan pagi bersama keluarga bapak mantri"]
[caption id="attachment_206180" align="aligncenter" width="500" caption="Snorkeling samai lupa daratan"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H