(Rekomendasi Demokratisasi Pemilihan Ketua Umum Melalui Sistem OMOV)
Munas II PERADI 26-28 Maret 2015 Makasar Gagal Total
Marwah Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) sebagai organisasi advokat yang besar, dihormati dan berwibawa pudar dikarenakan kegagalan dan kekacauan yang terjadi pada Musyawarah Nasional Kedua (Munas II) yang diselenggarakan di Makasar tanggal 26-28 Maret 2015.
Munas II PERADI Makasar hanya berhasil membuka Munas dengan acara seremonial - yaitu Tari-tarian Makasar, Sambutan Wakil Presiden Republik Indonesia yang diwakili oleh Menkoplhukam, Sambutan Guburnur Sulawesi Selatan, Sambutan Ketua Umum PERADI masa jabatan 2010-1015, Laporan singkat Ketua Panitia Pelaksan dan Pemukulan Gong oleh Menkopolhukam sebagai tanda Munas dibuka – dan menutup Munas dengan pernyataan bahwa Munas II ditunda untuk waktu paling cepat 3 bulan dan paling lama 6 bulan dalam persidangan yang dipimping oleh Ketua Umum PERADI Otto Hasibuan.
Anggota Munas yang tidak menerima pernyataan Pimpinan Sidang menganggap bahwa keputusan penundaan itu adalah keputusan sepihak dan tidak sah dikarenakan pembuatan keputusan tersebut tidak meminta pendapat anggota Munas terlebih dahulu. Kelompok ini mengambil alih persidangan dan menghasilkan dan menghasilkan keputusan bahwa Munas ditunda untuk waktu paling lama lima bulan serta menetapaka Pimpinan PERADI Nasional sementara dipegang oleh PLT Luhut MP Pangaribuan, Humprey Djemat, Juniver Girsang dan Hasanuddin Nasution. Apakah ini juga sah?
Terlepas dari sah tidaknya penundaan untuk waktu paling lama 5 bulan dan pembentukan PLT tersebut, yang lebih extrim lagi, di ruangan terpisah, ruangan lain selain tempat pelaksanaan Munas (Ballroom Hotel Grand Clarion Makasar), kelompok lainnya bersidang dan menghasilkan keputusan secara aklamasi bahwa Dr. Juniver Girsang, S.H.,M.H adalah Ketua Umum PERADI terpilih untuk masa jabatan 2015-2020.
Keamburadulan ini secara faktual bermula dari munculnya sekelompok orang, yang jumlahnya secara kasat mata tidak lebih dari sersatus orang, yang memaksa masuk untuk menjadi peserta Munas dan meminta hak suaranya diakui sah. Kelompok ini menolak Sistem Perwakilan Pemilihan Ketua Umum PERADI. One Man One Vote (OMOV) merupakan harga mati bagi kelompok ini sebagai mana amanat Munas I PERADI di Pontianak (yang kebenarannya masih menjadi tanda tanya). Menanggapi ini panitia Munas, DPN PERADI dan DPC PERADI Makasar, memiliki rasa takut yang berlebihan. Andai saja panitia dapat berlaku tenang dan arif, panitia dapat saja mengizinkan mereka masuk secara tertib dengan mengisi absensi khusus, ruangan Munas besar dan masih dapat menampung mereka yang jumlahnya tidaklah terlalu banyak itu, buka persidangan dengan meminta pendapat peserta Munas (termasuk juga kelompok ini) apakah kelompok ini boleh mengikuti Munas dan memiliki hak suara. Biarkan anggota Munas yang memutuskan! Sehingga kesalahan tidak terbebankan pada panitia, yang dalam hal ini Ketua Umum Otto Hasibuan, dan juga dibebankan pada kelompok yang di lapangan dikomandoi oleh Johnson Panjaitan ini.
Lantas apakah kemunculan kelompok ini yang menjadi penyebab utama gagalnya Munas, yang agenda utamanya adalah Pemilhan Ketua Umum PERADI Masa Jabatan 2015-2020? Jawabnya BUKAN!
PERADI dalam umurnya yang sudah berusia sepuluh tahun ini belum memiliki sistem dan mekanisme pemilihan ketua umum yang legitimate. Anggaran Dasar PERADI hanya menyatakan bahwa tata cara pemilhan Ketua Umum akan diatur lebih lanjut dalam Peratuan Rumah Tangga. Sedangkan peraturan dimaksud sampai saat ini masih di awang-awang, belum tercipta.
Demokratisasi Sistem Pemilhan Ketua Umum PERADI
Sebagai organisasi yang besar, yang memiliki jumlah anggotanya lebih dari 27 ribu ini, sudah merupakan suatu keharusan bagi PERADI menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam Pemilihan Ketua Umum-nya. Pertanyaannya adalah apakah Anggaran Dasar PERADI sudah mengakomodir demokratisasi ini, apakah Sistem Perwakilan sudah mencerminkan demokarasi, dan apakah sistem OMOV adalah pilihan yang tepat.
Anggaran Dasar PERADI
Anggaran Dasar PERADI menerapkan sistem perwakilan dalam Pemilihan Ketua Umum. Walaupun dalam pasal 10 ayat (4) menyatakan bahwa setiap anggota PERADI mempunyai hak dan kewajiban yang sama, namun dalam hal memberikan suara untuk Pemilihan Ketua Umum setiap 30 orang anggota mewakilkan hak suaranya kepada 1 orang anggota yang hadir dalam Munas sebagai Utusan Cabang. Munas memilih dan mengangkat Ketua Umum dengan kewenangan untuk menetapkan anggota Dewan Pimpinan Nasional (DPN). Yang mempunyai hak suara dalam Munas adalah utusan cabang.Â
Seandainya Munas II PERADI tidak terjadi kekacauan dan dapat dilaksanakan sampai terpilihnya Ketua Umum yang baru dengan menggunakan system ini, maka Ketua Umum terpilih adalah legitimate. Namun apakah ini mencerminkan sistem pemilihan yang demokratis?
Demokrasi VS Sistem Perwakilan
Ada banyak hal yang menjadi alasan bahwa Sistem Perwakilan Pemilihan Ketua Umum tidak demokratis.
Pertama, pada pengusulan Calon Ketua Umum. Anggaran Dasar menetapkan bahwa Calon diajukan oleh DPC sebanyak-banyaknya 3 orang. Calon tersebut di DPC dipilih melalui Rapat Anggota Cabang (RAC). Andaikan jumlah Calon Ketua Umum yang muncul di RAC pada DPC tertentu lebih dari tiga orang, baik melakukan voting maupun musyawarah mupakat, maka ada Bakal Calon yang tidak terekomendasikan untuk menjadi Calon Ketua Umum di DPC yang bersangkutan. Hak Suara dari anggota yang diberikan kepada Bakal Calon ini menjadi tidak tersalurkan.
Kedua, satu orang mewakili tiga puluh orang. Adalah suatu hal yang hampir mustahil bahwa satu orang ini mempunyai pilihan yang sama terhadap Calon Ketua Umum yang diharapkan. Seorang Utusan Cabang memlih si A sebagai Ketua Umum, sedang 30 orang yang diwakilinya mungkin saja menginginkan A atau B atau C atauD atau … dan seterusnya tergantung berapa banyak Calon Ketua Umum yang terekomendasikan di dalam Munas.
Dan yang ketiga, adalah sangat mudah sekali terciptanya praktik-praktik busuk dalam proses pemilihan. Ini dikarenakan cukup sedikit saja orang yang dipengaruhi untuk konspirasi busuk tersebut (hemat biaya, hemat tenaga).
One Man One Vote
Sistem pemilhan yang paling demokratis adalah One Man One Vote (OMOV). Semua hak suara anggota terakomodir melalui sistem ini. Permasalahannya adalah bahwa sistem OMOV juga memerlukan mekanisme dan tata cara yang terlegitimasi.
REKOMENDASI
Menyikapi Munas II Peradi Makasar 26-28 Maret 2015, maka penulis merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:
I. Adakan Rapat Pimpinan (RAPIM) Sesegera Mungkin.
Ketua Umum PERADI Masa Jabatan 2010-2015, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H.,M.H., Kepengursan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) bersama Ketua dan Skretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) se Indonesia untuk melakukan:
1. Rekonsiliasi seluruh Bakal Calon Ketua Umum Peradi Munas Makasar, terkhusus terhadap Dr. Juniver Girsang, S.H.,M.H.Â
2. Buat pernyataan bahwa penundaan Munas II Peradi untuk waktu paling lama 6 bulan adalah SAH dan Ketua Umum PERADI Masa Jabatan 2010-2015, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H.,M.H., belum demisionir.
3. Buat Mekanisme Sistem Pemilihan One Man One Vote.
a. Bentuk Komisi Pemilihan Ketua Umum yang indifenden.
b. Bentuk Panitia Pengawas Pemilihan Ketua Umum yang indifenden.
c. Tetapkan waktu pemilihan secara serentak di Cabang-cabang.
d. Tetapkan waktu Komisi Pemilihan Ketua Umum umtuk mengumumkan hasil pemilihan.
II. Tetapkan waktu Munas.
III. Buat Agenda Munas:
1. Pertanggung-jawaban Ketua Umum PERADI Masa Jabatan 2010-2015.
2. Perumusan Anggaran Dasar Perubahan
3. Buat Program-program Kerja.
4. Pengangkatam Ketua Umum Terpilih Masa Jabatan 2015-2020.Â
(Untuk Poin I angka 3 jika dipandang perlu gunakan jasa konsultan)
Penulis adalah Anggota Munas II PERADI Makasar 26-28 Maret 2015 Utusan Cabang DPC PERADI Palembang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H