Menurut mayoritas masyarakat umum, filsafat adalah ilmu yang paling sulit dipahami. Kata-katanya yang melangit terkadang membuat masyarakat berpandangan bahwa filsafat itu omong kosong. Terkadang, takwil terhadap kata atau bahasa-bahasa yang sulit membuat keilmuan ini makin kurang diminati. Bahkan, seorang Fisikawan Stephen Hawking dan penulis A Brief History of Time membuat statement yang cukup radikal, ia mengatakan bahwa filsafat telah lama mati, jauh ketinggalan dengan kemajuan teknologi, terutama fisika.
Pernyataan tersebut memperburuk keadaan keilmuan ini. Apalagi setelah seorang ulama yang dijuluki Hujjatul Islam, Imam Ghozali, mengkritik filsafat dan para filsuf dalam bukunya yang berjudul Tahafut Al Falasifah. Buku yang tebalnya kurang dari lima ratus halaman itu mampu meruntuhkan pemikiran-pemikiran filsafat yang kala itu digandrungi banyak peminat. Padahal, dalam buku Ihya' Ulumudin ia menjelaskan sendiri perkara-perkara tasawuf secara filosofis.
Pemaparan kedua tokoh di atas semakin memperburuk citra filsafat. Padahal, sebuah ilmu itu adalah alat, tergantung kita sebagai subjek menggunakan ilmu itu untuk kepentingan apa. Ketika filsafat dijadikan sebagai mata kuliah wajib semester pertama di perguruan tinggi, apalagi dari bidang Ushuludin di perguruan tinggi negeri Islam, banyak mahasiswa mengeluhkan bahwa filsafat sangat sulit. Apalagi jika memasuki cabang epistemologi, terasa banyak aliran yang membingungkan dan menyulitkan.Â
Filsafat sebagai jalan hidup ketika pelaku filsafat atau filsuf bisa menjiwai tentang filsafat secara komprehensif, karena secara logika kita hidup tidak mungkin tidak ada yang menciptakan nya, secara logika sesuatu yang ada(kehidupan) tidak mungkin di ciptakan dari sesuatu yang tidak ada (nihilisme) . Dari penjelasan di atas bahwa jalan kehidupan sudah ada yang mengatur yaitu sang Pencipta.kita tinggal menjalani dan berusah menjadi yang terbaik.Â
Dalam dunia Islam Filsafat mungkin di anggap ilmu yang jarang di pelajari bahkan sebagai hal yang tabu. Padahal filsafat sama hal nya dengan dalil aqli yaitu argumentasi yang berlandaskan logika, akan tetapi logika yang harus selaras dengan dalil naqli (refrensi dalam syariat islam) . Kenapa demikian, karena akal bersifat tidak pasti (non eksak) dan bisa berubah kapan pun sesuai situasi dan kondisi, sedang kan  dalil naqli sesuatu yang pasti yang sudah menjadi hal paten (dalil secara eksplisit) atau dalam dunia islam di sebut wahyu dari sang Maha pencipta.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H