Mohon tunggu...
Arie Wibowo Khurniawan
Arie Wibowo Khurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pemerhati School Governance | Penulis Kebijakan Pendidikan Kejuruan | Pengkaji Pendidikan Vokasi | Motivator Spirit Qolbu

Pemerhati School Governance | Penulis Kebijakan Pendidikan Kejuruan | Pengkaji Pendidikan Vokasi | Motivator Spirit Qolbu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

One SMK-One Product

4 Mei 2020   07:48 Diperbarui: 4 Mei 2020   07:56 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap Sekolah Menengah Kejuaran (SMK) harus memiliki hasrat untuk mengembangkan dan menghasilkan produk unggulan masing-masing agar memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

Kondisi saat ini pemanfaatan produk hasil pasca praktek siswa SMK hanya dua opsi kemungkinan yaitu (1) dibuang sebagai bahan habis pakai, dan/atau (2) dijual yang akhirnya menjadi pendapatan sekolah untuk membeli bahan praktek kembali. 

Dari 2 (dua) opsi kemungkinan tersebut, maka opsi ke-2 merupakan opsi terbaik. Oleh karena itu project work dalam praktek siswa SMK harus dirancang dalam sebuah sistem menghasilkan satu produk inovasi dan bermanfaat yang utuh dalam bentuk modular.

Desain produk yang akan menjadi output dari suatu praktek siswa SMK sebaiknya mengadopsi pendapat Dr. Morihiko dari Jepang yang menyatakan bawah produk unggulan setidaknya memiliki tiga prinsip utama. 

Pertama, Local yet Global yang bermakna menghasilkan produk atau jasa yang bernilai lokal dan dapat diterima secara global, dilaksanakan dengan cara meningkatkan kualitas produk melalui proses pelatihan teknis peningkatan mutu produksi dan desain. 

Kedua, Self reliance and creativity yang bermakna memanfaatkan potensi yang dimiliki secara kreatif. Ketiga, Human resource Development memiliki makna mengembangkan kapasitas dan kompetensi agar memiliki semangat untuk kreatif dan mampu menghadapi berbagai tantangan perkembangan zaman.

Pemanfaat produk hasil praktek siswa SMK dapat difungskan sebagai identitas khas/icon sekolah. Oleh karena itu gerakan branding "One SMK-One Product" sangat mungkin dapat dilakukan di SMK. 

Gagasan branding tersebut memiliki tujuan untuk menonjolkan produk unggulan merupakan suatu cara memperkenalkan ke publik sehingga membedakan satu SMK dengan SMK lainnya dan menjadi citra visual serta pesan yang masuk atau terekam di memori seseorang ketika mendengar nama SMK disebut.

Produk yang dipilih untuk dikembangkan tidak harus selalu dalam bentuk tangible product (berupa barang dan jasa), tapi bisa juga dalam bentuk intangible product, misalnya mengangkat produk-produk kesenian dan kebudayaan lokal yang khas, atau mengembangkan potensi sumber daya alam untuk pariwisata.

Dalam proses menghasilkan produk unggulan dapat dipadukan dengan proses pembelajaran Teaching Factory (TEFA) dimana model pembelajaran di SMK berbasis produksi/jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. 

Pelaksanaan teaching factory menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Pelaksanaan teaching factory juga harus melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders dalam pembuatan regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya.

Setelah kemampuan memproduksi sebuah produk inovatif perlu disempurnakan dengan pendidikan kewirausahaan di SMK. Pendidikan ini diimplementasikan dalam berbagai bentuk pembelajaran berbasis produksi dan bisnis seperti Unit Produksi, Pengembangan Koperasi dan Program SMK Pencetak Wirausaha (SPW). 

 Program SPW mendorong peserta didik untuk memiliki keterampilan melalui pelaku usaha dari produk unggulan SMK nya. Program SPW ini merupakan akumulasi integrasi mata pelajaran Simulasi dan Komunikasi Digital (SIMDIG) dan mata pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan. 

Melalui dua mata pelajaran tersebut para siswa diajarkan untuk melakukan praktik untuk melakukan transaksi dan menjual produk secara langsung di pasar. Indikator keberhasilan program SPW adalah berupa keuntungan dan target omzet per semester. 

Manfaat akhir dari program ini adalah membekali peserta didik untuk tidak menganggur setelah lulus sekolah karena tidak perlu lagi mencari dan menunggu pekerjaan, karena mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya maupun orang lain. 

Mulai tahun 2018 program SPW SMK menargetkan 5 persen dari total lulusan SMK dapat menciptakan lapangan kerja atau menjadi wirausaha ketika seketika lulus dari SMK. Hal tersebut merupakan respon terhadap isu pengangguran SMK. Semoga ke depan pengangguran lulusan SMK dapat semakin berkurang. (AWKJFP)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun