"Perempuan tua di Kampung tua
Nenek itu duduk di teras rumahnya yang ber atap seng, berdinding papan, seluas ukuran 6 x 12 m, di bibir pantai menghadap Selat Malaka dengan wajah muram. Debur  ombak dan  suara burung laut  tak lagi indah di telinganya. Hamparan pasir putih yang berkilauan diterpa matahari jam 10 pagi, sudah tak lagi mampu menggugah senyum di pipi keriput nya.Â
Nenek memang tinggal sendiri, sejak anak perempuan nya menikah dan pindah ke Tanjung Pinang, ikut suami nya dulu. Sekarang putrinya itu sudah meninggal. Suami si nenek sudah lama meninggal, makam nya di dekat rumah, tak berapa jauh dari tempat itu.Â
Tempat dimana si Nenek tinggal katanya akan dikosongkan dan di relokasi ke rumah susun di kota. Ada proyek besar penguasa yang akan menanam modal disana. Katanya si pengusaha meminta pengosongan lahan secepatnya dari sang penguasa.Â
Si nenek yang sudah renta bingung, apa yang akan dikerjakan nya nanti? Bagaimana ia akan turun naik tangga rumah susun yang katanya akan ditinggali? Bagaimana ia akan menziarahi makam suaminya setiap pagi? Bagaimana ia akan mencari penghasilan yang selama ini diperoleh dari budi daya rumput laut yang tak seberapa itu.Â
 Lamunan si Nenek tiba- tiba buyar, ketika sebuah mobil mewah memasuki pekarangan rumah nya.
 Seorang pejabat parlente turun dari mobil dikawal 2 bodiguard kekar dan seorang wanita cantik, sekretaris si pejabat tadi.
"Ibu hari ini tanggal 28 September, tenggat akhir ibu harus teken surat ini, atau kami buldozer rumah ini rata dengan tanah!" kata si pejabat.
 Si Nenek tua menatap dalam wajah sang pejabat, lalu perlahan meneteskan air mata.
 Pelan Nenek membuka mulutnya, " Nak, apa hubungan kamu dengan Sulaiman?" tanya si Nenek .
 "Sulaiman mana?" tanya si pejabat.
 " Sulaiman bin Daud" jawab Nenek.
"Sulaiman bin Daud yang mana Nek," sang pejabat mulai berlutut mendekat dan bertanya lebih lanjut.Â
Si Nenek sambil menerawang jauh menatap lautan, mulai bercerita :Â
"Dulu Sulaiman anak saya  merantau ke Jakarta, setelah ayahnya meninggal, dan ibu sempat mencarinya waktu itu, sayangnya Pompong yang ibu tumpangi tenggelam, tapi Ibu selamat, ditolong nelayan" .
"Mungkin Sulaiman baca berita, bahwa ibu sudah mati. Karena Ibu dulu sempat tinggal di Tanjung Pinang 15 tahun dirumah kenalan" lanjut si Nenek bercerita.
Sang pejabat mulai makin mendekat, karena cerita itu juga sempat diceritakan ayahnya Sulaiman, dulu semasa hidup nya.
 Kata ayah nya dulu ia merantau sendirian ke Jakarta, ikut kapal nelayan penangkap ikan sampai ke Tanjung Pinang.  Disana ia pindah ke kapal nelayan yang datang dari Sunda Kelapa.  Setelah lebih kurang setahun jadi nelayan, ayahnya buka usaha besi tua, berhasil dan menetap di Jakarta..Â
"Kalau sekarang Ibu diusir , Ibu tak tau mau kemana Nak?" kata si Nenek dengan tangis yang mulai pecah.
Sang pejabat mulai sesak dadanya, karena perempuan tua ini, bisa jadi  Nenek nya sendiri, yang diceritakan Ayahnya.
"Siapa nama suami dan nama ibu ?" Tanya sang pejabat.Â
"Nama ibu Zulaikha, dan suami ibu dulu namanya Daud" jawab perempuan tua itu.Â
Dug, ! Seperti ada godam raksasa menghantam jantungnya, sang pejabat terjengkang lalu terkapar dan mati ditempat.Â
The End
 STS#210923
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H