TRUE Story : Dari Kisah, Kusujudkan Cintaku di Mesjid Sultan
'Alaikum salam , " Â Jawab ku
Sempat kulihat mata nya berubah sayu, dan Dia menarik nafas panjang.Â
 Selepas kepergian nya, Aku terpaku seperti patung, tak bisa bergerak, padahal, sebetul nya aku masih ingin duduk dan bercengkrama dengan nya lebih lama,  jika bisa. Ingin kutahan dan kupegang tangan nya, lalu ku katakan,:
" Hanya satu jam kah waktu kita, ?"
"Padahal kita telah berpisah  tiga puluh tahun? Tak boleh kah kita bertemu lebih lama, menumpahkan  kepedihan , kerinduan,  siksa batin yang kita tahan, dendam  jiwa yang mencari belahan nya, yang telah pergi menyebrang samudra, karena tak mampu membaca pesan hati seorang wanita?"
Tak bolehkah kita duduk berdampingan, berpegangan tangan, menyalurkan  kepedihan ,?Â
Tak bolehkah kita saling bertatapan, tanpa kata, tanpa suara, hanya getar jiwa bergemuruh membahana melantunkan lagu cinta, seperti kisah- kisah di novel remaja?  Tak  bolehkah ?
Dadaku terasa perih! Ada mendung bergayut di hati. Kekosongan itu kembali terasa. Â Hanya saja beda nya, kali ini, aku melepas nya dengan kesadaran.
Dia meminta ku untuk menghapus nomor hp nya. Â Aku berjanji akan melakukan nya. Sebelum Dia menghilang di balik pintu keluar ,!" saat itu juga.
"Kami  berpisah karena keadaan yang sudah berubah, karena kami bukan lagi  anak muda,  karena kami sudah menjadi orang tua, karena kami sudah menikah. Dan kami ingin mempertahankan cinta kami dalam kesucian, tidak dikotori nafsu hewan, kami memutus kan,:
;"Setelah ini, tidak ada lagi pertemuan!," Kami akan kembali ke kehidupan kami masing-masing, dan menjalani hari, seperti ini tak pernah terjadi. Seperti kami tidak bertemu sebelum nya.
Sempat kulihat tubuh nya yang sekarang  agak gemuk, terlihat lebih tinggi dari sebelum nya, serta  lebih padat dan berisi. Wajah nya tetap cantik seperti yang ku ingat. Hanya saja terlihat lebih matang dan dewasa. Tentu saja, sekarang usia kami sudah diatas kepala empat, bukan remaja lagi.
Setelah hari itu, kami tak pernah lagi bertemu!" Setelah hari itu, kami tak pernah lagi kontak. Aku sudah menghapus nomor Hp nya dari daftar telefon ku, seperti yang kujanjikan pada nya.Â
Meskipun, mungkin, kami masih saling mengingat, tapi itu tak akan mengubah kehidupan yang kami jalani saat ini, bersama keluarga kami masing-masing. "Kami memang sepakat untuk menjaga jarak.
Aku tak ingin kami terkena fitnah, sehingga merusak rumah tangga nya. Bagi ku, kehormatan nya lebih utama yang harus ku bela, di bandingkan  rasa cinta. Biarlah  cinta kami tetap suci seperti sebelum nya. Biarlah kami menahan kepedihan nya. Demi kebaikan semua.Â
Biarlah kami hidup dengan separoh hati sampai mati, asalkan kesucian cinta kami dapat kami  pertahankan. Kehormatan pernikahan dan anak - anak lebih utama bagi kami.
 Tadi ketika bertemu, aku tak mau menyentuh nya, hatta sekedar bersalaman, atau sekedar memegang tangan,"
"Aku cukup bahagia dapat melihat nya. Aku cukup lega dapat bicara langsung dengan nya. Aku cukup puas, kami dapat bertatapan muka, meskipun hanya satu jam, sebagai ganti tiga puluh tahun cinta kami yang hilang, cinta kami yang terpisah kan. Cinta kami  yang terpendam di bawah permukaan. Trima kasih atas waktu kamu yang satu jam itu! "Â
Bagi ku  satu jam itu, adalah penyembuh luka batin ku selama tiga puluh tiga tahun mencintai mu! Aku merasa mendapatkan hidup baru, di usia ku yang hampir lima puluh!" Akh Kekasih ku!
Subhanallah! Â Bersambung Episode, 57 Â Â ( baca disini ) (baca dari awal ) @Arie,20102019 Surabaya
Video Youtube, YRF Colection
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H