Zaman Orba, memang stabilitas adalah berhala utama yang harus disembah. Atas nama stabilitas, pemerintah, apalagi zaman nya LBM, berkuasa, nyawa masyarakat  Indonesia, khususnya umat Islam, lebih murah dari nyawa seekor ayam. Peluru yang dibeli dengan tetesan keringat rakyat pembayar pajak, dengan mudah di tembak kan kembali kepada rakyat, untuk merenggut nyawa mereka. Tragis !Â
Selain berbenturan dengan aparat, masyarakat juga mengalami beberapa peristiwa yang sangat mengerikan, yang tidak diketahui siapa pelaku nya ? ( lihat disini )
Syukurlah sekarang kita berada di zaman Repot Nasi, eh, Reformasi. Zaman ini, beda sama zaman Orba. Zaman ini, Presiden dipilih langsung oleh masyarakat, bukan dipilih oleh DPRRI/MPRRI. Zaman ini, selain ada DPRRI, ada juga DPD, senator yang mewakili daerah (katanya ).
Zaman ini, mungkin seorang presiden merasa sebagai wakil Tuhan, karena kata nya, Suara Rakyat, kan Suara Tuhan?Â
 Sebagai wakil Tuhan, seorang presiden tak boleh di kritik, apalagi dihina. Sebagai seorang wakil Tuhan, Ia bisa menentukan hidup dan mati , mencabut dan memberikan nyawa. Menempatkan seseorang dalam surga atau neraka nya. Membuat undang - undang dan aturan sesuai keinginan nya. Dan tidak perlu sesuai keinginan masyarakat. Sebagai wakil Tuhan, rakyat harus menundukkan kepala setiap kali nama nya disebut.Â
Dan sebagai wakil Tuhan, peduli setan kalian semua,! Kenapa kalian demo, ? kalian hanya mengganggu kepentingan umum. Kalian hanya membuat macet jalan tol, yang menghasilkan uang buat pengusaha kaya. Kalian hanya mengganggu kami. Silahkan kalian bermandi peluh dan bermandi darah, tak ada pengaruhnya bagi kami.
Dan jika kalian dianggap membahayakan kekuasaan kami, kedudukan kami, kepentingan kami, Kelompok kami, Keluarga kami, Â maka kami tak kan segan mengirim kalian ke kamar mayat. Ini zaman Repot Nasi Bung,! Eh, Reformasi Bung,!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H