TRUE Story : Dari kisah, Kusujudkan Cintaku di Mesjid Sultan
Bab.VII.hal.1 Â :#, Belajar di pondok, Pulau Jawa tahun 1991,
Sahabat baru ku itu datang tadi pagi. Â Ia menjelaskan banyak hal tentang rencana ku untuk masuk pondok pesantren. Â Katanya ada teman nya yang buka pondok di Malang. Â Sesuai alamat yang kutunjukkan yang kubawa dari Pontianak kemaren. Â
Biasanya dia akan datang dalam satu dua minggu untuk ber silaturrahmi dengan mertua nya di Pulau Madura sini. Â Mendengar penjelasan itu, aku sedikit tenang. Â
Sahabat teman ku itu mencoba menelfon si pemilik Pondok Pesantren, menyampaikan niat ku, dan mengharapkan kedatangan nya secepat mungkin ke Madura. Â Respon nya positif, dan dia berjanji akan segera menjemput ku, untuk masuk di Pesantren nya . Aku bahagia sekali. Alhamdulillah, ya Allah, gumamku di hati. (klik)
Tiga hari kemudian, Pimpinan Pondok itu datang menjemput ku, tepat seperti yang di janjikan nya. Â Aku dibawa dari Madura ke Malang, dan masuk ke Pesantren yang di kelola nya. Â Disini aku menemukan banyak hal yang luar biasa. Pimpinan Pondok ini sangat sederhana sekali hidupnya.Â
Ia tinggal bersama istri dengan kedua anak perempuan nya yang masih balita.  Disini Beliau  mengajarkan dan mendidik santri nya dengan cara zuhud dan menjauhi dunia.  Aku cepat menjadi akrab, dengan semua santri dan terutama pimpinan pondok ini, yang sangat ku hormati. (Klik disini )
Untuk membalas kebaikan nya, aku menawarkan diri membantu nya di bidang administrasi dan tata usaha, keahlian yang dulu kumiliki ketika menjadi pegawai negeri. Â Beliau menyerahkan tugas administrasi dan tata usaha pondok nya kepada ku, Â sepenuhnya. Â Urusan ke siswa an, izin keluar, donator, spp, dan keuangan, semua berada ditangan ku. ( lihat disini )
Pagi nya belajar  fiqih, dan ilmu-ilmu ke Islaman lain nya.  Di tempat ini aku mengenal beberapa teman, yang kemudian menjadi sahabat --sahabat terbaik ku.  Mereka anak-anak yang berasal dari Pulau Sumbawa, yang ikut belajar dan menuntut ilmu di Pulau Jawa.Â
Kami menjalani hari dengan rutinitas, se sekali diselingi canda tawa. Kenangan ini sangat membekas hingga hari ini. Kami masih saling merindukan nostalgia masa di pondok. ( klik disini )
Pesantren adalah wadah tempat menimba ilmu keislaman khusus nya, dan ilmu lainnya.  Beruntunglah, pondok kami menganut azas kebebasan dalam menimba ilmu, tidak hanya mengkaji kitab kuning tradisional, tapi kami juga diperbolehkan membaca, menelaah, mendiskusikan segala bentuk pemikiran dan aliran filsafat dalam dunia islam dan barat.  Bukan itu saja, kami juga diberikan kebebasan menyerap segala jenis ilmu yang ada dan tersimpan dalam buku -buku di perpustakaan.  ( lihat  ini )Â
Dunia memang tidak hanya hitam putih. Â Itulah sebabnya kita perlu membandingkan banyak pemikiran antara satu dengan lainya, termasuk perbandingan dalam mazhab -mazhab Islam, sejak periode awal hingga saat ini, agar kita tidak terjebak dalam fanatisme buta. Â
Agar kita tidak menggunakan kaca mata kuda, hanya satu arah.  Islam agama besar, kaya dengan banyak pemikiran dan hikmah. Alangkah naif nya, jika kita menganggap hanya kelompok kita saja yang benar, hanya mazhab kita yang betul, dan hanya kita yang berhak mengklaim surga.  ( klik juga )
Padahal kita tidak mendalami apa yang jadi pegangan mazhab atau sekte lain, yang juga mengucapkan dua kalimah syahadat,? Â Bukan kah Tauhid adalah dasar dan pondasi keimanan? Â Dan cukup dengan dua kalimah syahadat, seorang kafir yang bukan penganut tauhid, menjadi muslim?Â
Hendaknya kita tidak mudah mengklaim dan mengkafirkan aliran sekte dan mazhab, yang berbeda dengan kita, sebab siapa tahu, justru kita yang perlu belajar lebih banyak lagi, dari kelompok aliran dan sekte mereka? Â
Ketika kita merasa cukup, merasa alim, merasa tahu, merasa pasti benar, di situlah letak kesalahan yang paling fatal, bukankah Allah sendiri yang mengatakan ,:" Tidaklah kalian memiliki pengetahuan ( Ilmu ) melainkan hanya sedikit, ! Â ( lihat disini )
Dengan ilmu yang sedikit inikah kita akan menghukumi seorang penganut tauhid diluar kelompok, aliran, sekte, mazhab kita, :" Sebagai Kafir,!" ? "Nauzubillah ! " Semoga kita semua di jauhkan dari fanatisme  buta. Dan memandang orang lain hanya dengan sebelah mata. (klik link ini )
Rintik gerimis perlahan menetes
Membasahi bumi
Perih ini masih ada
Mencabik jiwa
Rindu?
Kemanakah ku alamatkan?
Tengah malam
Diantara sujud dan doa
diantara derai airmata
diantara nama Nya
kusebut nama Mu
adakah Kau rasakan denyut nya?
Bersambung Episode 24 ( baca disini ) ( baca dari awal )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H