Mohon tunggu...
@Arie
@Arie Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang mau berfikir luar biasa. that is

Orang biasa, yang mau berfikir luar biasa. Hobi menulis sejak remaja, sayangnya baru ketemu Kompasiana. Humanis, Humoris, Optimis. Menjalani hidup apa ada nya.@ Selalu Bersyukur . Mencintai NKRI. " Salam Satu Negeri,!!" MERDEKA,!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Air bagi Jakarta, Berkah atau Bencana?

4 September 2019   22:43 Diperbarui: 5 September 2019   11:00 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku dan Air, 

Tema : Mewujudkan Kota Jakarta yang Ramah Air 

Sejak Indonesia dipilih menjadi tuan rumah pertemuan pertama Asia Water Council (The lSI General Assembly for Asia Water Council) yang berlangsung di Bali, pada 24-26 Maret 2016. Pertemuan AWHot telah berlangsung sebanyak 4 kali sejak bulan Juni 2014. Kesepakatan yang dihasilkan adalah membentuk Asia Water Council (A W C), sebuah entitas yang lebih berpengaruh untuk mengatasi masalah air di Asia.  

"Selain tidak merata, masalah air di Indonesia adalah terlalu banyak saat musim hujan, terlalu sedikit saat kemarau, dan kotor," ujar Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air (SDA) Agus Suprapto, di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (P U P R), Jakarta. ( Lihat referensi nya disini )

 Secara garis besar, penyebab krisis air dapat di simpul kan dalam 6  hal. :

1. Perubahan iklim di permukaan bumi dan musim yang mulai tidak menentu.
2.Tingginya angka permintaan air bersih, disebabkan bertambahnya penghuni bumi.
3. Persediaan air tanah yang semakin menipis, karena di kuras secara besar - besaran.
4. Kondisi Infrastruktur air yang masih perlu di tingkatkan.
5.Rusaknya ekosistem alami, hutan sepanjang daerah aliran sungai, kurangnya pepohonan dan hutan yang di babat, di bagian hulu sungai.
6.Air yang terbuang sia - sia.

Problema air di Indonesia sebetulnya bukan karena ketiadaan air, tapi lebih karena pengelolaan Sumber Daya Air, atau SDA, yang masih menjadi PR berkepanjangan di negeri kita, khususnya kota Jakarta.

Kita lihat, jika musim hujan, Jakarta banjir, artinya ada banyak air di Jakarta pada saat musim hujan yang terbuang. Jika air hujan itu bisa dikelola dengan baik, maka konsumsi air tanah akan terbantu kan dengan meresap nya air ke dalam tanah, dan kemudian setelah diolah secara alami, akan kembali menjadi air bersih yang dapat kita gunakan sehari - hari. 

Masalah air bersih bukan hanya masalah DKI Jakarta saja sebetulnya, tapi juga kota besar lain nya. Guna mengurangi debit air hujan yang terbuang kelaut, dikota besar, kiranya dapat dilakukan beberapa cara , diantaranya :

1. Menormalisasikan sungai - sungai dan kanal - kanal.

Gerakan ini harus dilakukan dengan melibatkan semua unsur, masyarakat dan pemerintah. Setelah di normalisasi, sungai dan kanal harus dijaga kebersihan nya dari segala jenis sampah. Kemudian membuat bendungan di bagian hilir nya, dilanjutkan dengan instalasi pengolahan dan penjernihan air yang ter integrasi.

Sehingga air hasil olahan tersebut, kalau pun tidak layak di konsumsi, paling tidak bisa digunakan oleh Dinas Pertamanan  untuk menyiram tanaman. Atau mencuci mobil, atau disalurkan ke hidran - hidran yang dapat di gunakan oleh pemadam kebakaran, pada saat di perlukan.

Kota Surabaya sudah menerapkan ini, dengan menormalisasikan Kalimas yang terkenal itu. Kalimas sekarang relatif bersih, enak di pandang, bahkan di beberapa titik digunakan untuk obyek wisata kano, kayak, dan perahu. Pada beberapa tempat, dibuatkan taman, dengan bangku - bangku yang menghadap ke Kalimas. Dijadikan obyek rekreasi, arek - arek Suroboyo.

2. Mewajibkan setiap orang, setiap kantor, badan usaha, : untuk menampung air hujan dari areal nya sendiri.

Langkah ini juga akan sangat efektif jika di gerakkan secara bersama - sama. Pemerintah DKI Jakarta, tidak hanya membuat aturan, tapi juga mendukung penyediaan rancang bangun tangki - tangki penampungan bawah tanah, tehnis nya, dan penerapan nya menjadi satu kesatuan.

Kepada masyarakat umum, diberikan penyuluhan, sosialisasi, dan dukungan subsidi penyediaan tangki - tangki fiber, atau pun drum-  drum di setiap rumah di wilayah DKI Jakarta. Tentunya di barengi dengan penjelasan bagaimana air hujan yang ada itu, di sterilisasi, menjadi layak minum, dan layak pakai.

3. Pemanfaatan tehnologi nano Bubble, dan Wetland

Dengan teknologi nano bubble untuk pengolahan air limbah dan peningkatan kualitas air. Teknologi tersebut, adalah dengan memasukkan gelembung oksigen berukuran nano ke dalam sumber air yang akan diolah.

Dengan oksigen lebih banyak di dalam air, maka kualitas ekosistem juga akan meningkat. Tanah juga menjadi lebih baik lagi kualitasnya. Teknologi ini bisa dipakai di waduk, danau, sungai, dan air limbah, juga di Teluk Jakarta yang sudah mengalami kerusakan parah saat ini.

Peneliti dari Pusat Penelitian Limnologi LIPI Cynthia Henny menambahkan, dalam mengelola sumber air dari waduk, sungai, dan danau, perlu dilakukan cara khusus untuk menghasilkan kualitas air yang layak pakai dan minum.

Cara tersebut, adalah dengan mempelajari topografi sungai, waduk, dan danau yang ada.

Setelah itu, kata Cynthia, sumber air tersebut bisa diberikan perawatan terlebih dahulu melalui teknologi wetland yang bisa ditempatkan di pinggir danau/waduk/sungai atau ditempatkan dengan cara terapung. 

Fungsi dari wetland, adalah untuk menyaring sampah dan berbagai kotoran yang ada di sungai, dan membiarkan bakteri bekerja untuk membersihkan kotoran di bawah air.

"Pendekatan yang dilakukan adalah bagaimana mengembalikan ekosistem menjadi sehat lagi. Pada akhirnya, air pun kualitasnya akan kembali baik. Ini bisa diterapkan di mana saja, termasuk di Jakarta. Selain itu, teknologi wetland juga biaya nya murah. Jadi pasti semua daerah bisa mengadopsinya," tandasnya. ( Referensi  klik disini )

4. Mencanangkan gerakan kesadaran hemat air, di sosialisasikan mulai Taman kanak - kanak, hingga perguruan tinggi. Dengan gerakan ini diharapkan tumbuhnya kesadaran akan arti nilai betapa berharga nya setetes air.

Sebagaimana negara Singapore yang berhasil menjadi kota paling bersih dengan cara menanamkan kesadaran kepada warganya, agar menjaga kebersihan dimulai dari rumah tangga, lingkungan tempat tinggal, wilayah setingkat RT, RW, lalu Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/ Kota, hingga setingkat Provinsi.

Tentunya aturan tersebut juga berisi ancaman berupa denda yang positif, dan mendidik,  misalnya : Jika kedapatan di tempat umum membuang air dengan sengaja, cuci kaki lupa matikan kran, habis wudhu kran tidak di tutup, di kamar mandi air diisi sampai luber, dsb, maka : si pelaku harus menggantinya dengan segalon air, saat itu juga. 

Selain itu, tentunya banyak lagi langkah yang dapat di terapkan, bagaimana Jakarta, membawa berkah ketika banjir dan musim hujan, serta tidak kesulitan air ketika kemarau panjang.

Barangkali PAM Jaya juga menemukan sumber air alternatif yang dapat di olah dan di salurkan, agar Jakarta tidak hanya menyedot air tanah. Semoga.

( Dari berbagai sumber. @arie 4092019 )

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun