Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba merupakan permasalahan yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat, hal ini disebabkan perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-transaksi dibidang perekonomian (dalam Islam disebut kegiatan muamalah) yang sering dilakukan oleh manusia dalam aktivitasnya sehari-hari.
Pada dasarnya transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang, namun bentuk dari sumber tersebut bisa berupa qard1 dan lain sebagainya. Para ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan riba mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama.
Bebarapa pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral akan tetapi merupakan sesuatu yang menghambat aktifitas perekonomian masyarakat, sehingga orang kaya akan semakin kaya sedangkan orang miskin akan semakin miskin dan tertindas. Manusia merupakan makhluk yang "rakus", mempunyai hawa nafsu yang bergejolak dan selalu merasa kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya.
Ironis memang, justru yang banyak melakukan transaksi yang berbau riba adalah dikalangan umat Muslim. Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana peminjam meminta tambahan dari modal asal kepada yang dipinjami. Tidak dapat dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam takaran.
Kegiatan ekonomi sendiri adalah Tindakan atau perilaku manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan dilandaskan pada prinsip-prinsip ekonomi. Namun, tentunya ada sedikit perbedaan konsep antara kegiatan ekonomi konvensional dan ekonomi islam. Dalam kegiatan ekonomi islam akan ada dua orientasi yaitu dunia dan akhirat, berbeda dengan hukum ekonomi konvensional yang berorientasi pada duniawi. Contoh kegiatan ekonomi pada islam yang dilarang bahkan sampai pada tahap haram yaitu riba.
Kata riba berasal dari bahasa arab, secara etimologis berarti tambahan (azziyadah), berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw) dan meningkat (al-irtifa'). Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya imbalan tertentu. Dikalangan masyarakat sering kita dengar dengan istilah rente, rente juga disamakan dengan “bunga” uang. Karena rente dan bunga sama-sama mempunyai pengertian dan sama-sama haram hukumnya di agama Islam.
Riba bukan hanya pada kegiatan perbankan, namun juga ada pada kegiatan sehari-hari kita. Bank sendiri dasarnya lembaga perantara dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana. Secara umum ada 3 metode perhitungan bunga tabungan yaitu: berdasarkan saldo terendah, saldo rata-rata dan saldo harian. Beberapa bank menerapkan jumlah hari dalam 1 tahun 365 hari, namun ada pula yang menerapkan jumlah hari bunga 360 hari. Untuk memudahkan dalam memahami perhitungan bunga diatas, mari kita lakukan sebuah ilustrasi rekening tabungan sebagai berikut : Tuan A membuka tabungan pada tanggal 1 Juni dengan setoran awal Rp 1.000.000 dengan bunga 5% pa (per annum) .
Dengan menafikan metode saldo terendah, saldo rata-rata dan saldo harian, karena sesungguhnya rumus menghitung suku bunga pada ketiganya mempunyai pola rumus yang sama kecuali berbeda dalam menentukan nilai saldo yang mana yang jadi dasar hitung maka untuk contoh ini kita asumsikan saja Rp. 1.000.000 adalah saldonya), maka bunga dihitung dengan rumus sebagai berikut: Bunga = S x i x t / 365 S = saldo, i= suku bunga tabungan pertahun, t = jumlah hari dalam 1 bulan, 365 = jumlah hari dalam 1 tahun. maka perhitungan bunga adalah sebagai berikut: Bunga = Rp. 1 000.000 x 5 % x 30/365 = 4.109,59. Secara umum ada dua metode yaitu metode efektif dan flat. Namun dalam praktek keseharian ada modifikasi dari metode efektif kepada metode anuitas.
Hadirnya muslim dalam kehidupan di dunia adalah sebagai khalifah. Keberadaannya memiliki tugas sebagai pemeliharaan terhadap bumi dan apa yang ada di dalamnya. Dengan demikian saat mengelola harta kekayaan, orientasinya adalah menyejahterakan bukan ketamakan. Maka dari itu, islam mempunyai caranya sendiri dalam pengelolaan harta. Islam tentunya telah mengatur kehidupan seorang hamba secara kompleks tanpa melalaikan satu hal apapun, terutama hal bertekaitan dengan manusia lainnya, atau disebut juga muamalah. Dari segi pengelolaan harta islam sangat penting zuu mall atau pemilik harta melakukan sistem POAC yaitu planning, organaizing, actualing, dan controlling pada setiap harta yang ia miliki, agar tidak salah dalam mendistribusikan ataupunmenggunakan hartanya.
Dalam islam juga kita membedakan antara kebutuhan dan kemauan secara kompleks, bukan hanya sekedar makna secara etimilogi ataupun terminologinya. Namun, islam mencontohkan arti dari kata kebutuhan itu sendiri sehingga tidak akan ada harta yang nantinya terbuang secara sia-sia (mubazzir). Islam juga memberi cara bahwa harta bukan hanya sebagai alat tukar, namun juga alat penghubung antara dunia dan akhirat. Zakat sendiri seperti pembersih jiwa sang pemilik harta tentunya didalam konteks ini tak hanya sekedar membayar namun juga menjalankan konsep ta’awun yaitu tolong menolong sesame umat.
Dari uraian di atas riba merupakan hal yang diharmkan secra keras dalam ajaran agama islam karena riba sendiri merugikan orang-orang yang berhutang, sedangkan yang menghutangi semakin kaya dan menganggap orang miskin tetap miskin dan hina. Riba sendiri secara tidak lansung akan mengeksploitasi orang-orang yang tidak paham dengan sistem yang berjalan. Islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir tentang pengharaman riba, juga mengandung unsur eksploitasi. Dalam surat al-baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya dan tidak (pula) dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melipat gandakan uang yang telah dihutangkan, juga karena dalam kegiatannya cenderung merugikan orang lain.