Terima kasih kepada saudaraku semua yang sudah mengapresiasi tulisan sebelumnya. Semoga kita bisa senantiasa harmoni dalam berkehidupan.
Seperti biasanya, saya hanya bisa memberi hadiah tulisan. Karena memang hanya ini yang dipunya saat ini hehe…. Baiklah, kita akan bicara tentang ujian.
Kita semua pernah mengalami ujian. Ujian sering disebut cobaan. Juga sering disebut penderitaan/kemalangan. Namun apapun sebutannya, yang menarik adalah bagaimana saya bisa melampauinya. Ini seni yang tidak bisa dijelaskan dengan teori. Seni harus dipraktikkan.
Setelah puluhan tahun dihadapkan dengan ujian, saya baru sadar bahwa cobaan ternyata hanyalah sebuah situasi.
Hukum situasi adalah datang dan pergi. Situasi akan datang dan situasi pun akan pergi secara tepat waktu. Jadi biarlah situasi itu datang dan lalu pergi. Terpenting adalah cara merespon situasi.
Lalu bagaimana pengalaman saya merespon situasi? Saya gemar membuka kitab suci. Bagi saya, kitab suci bukan kitab yang disucikan (tidak pernah disentuh). Ajaran-ajaran di dalamnya bisa jadi penghiburan sekaligus obat yang mujarab.
Saya terkesan dengan sebuah ayat Fa inna ma’al ‘usri yusro, inna ma’al usri yusro (QS 94:5-6), yang artinya: Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan, setelah kesulitan pasti ada kemudahan.
Saya begitu dalam menghayati maknanya. Bahkan makna pelajaran Tuhan yang satu ini, masuk merasuk ke kedalaman jiwa, juga ke dalam setiap sel darah dan syaraf saya.
Saya jatuh cinta dengan ayat ini, menyayanginya, membawa dan memeluknya walaupun saya harus kemana-mana sepanjang mengalami ujian demi ujian dalam kehidupan saya.
Saking dalamnya kecintaan saya pada ayat ini, selalu tak lupa saya bilang Tuhan, “Tuhan, saya begini saja…saya tidak memerlukan kegembiraan”.
Mengapa? Sebab saya tidak mau menderita akibat kesulitan. Jika saya diberi kemudahan sekarang, setelahnya pasti mendapat kesulitan. Ini menjadi traumatik yang unik dalam kehidupan saya. Walaupun air mata saya berurai, bibir saya tetap bisa tersenyum. Karena sangat-sangat yakin, setelah ini Tuhan pasti memberi bahagia!
Tafsir lain mengatakan, “Sesungguhnya, bersama kesulitan ada kemudahan, bersama kesulitan ada kemudahan”.
Tafsir ini pun saya cinta banget. Sejak mengerti bahwa bersama kesulitan ada kemudahan, saya menjadi hobby membongkar-bongkar, apa yang Tuhan sembunyikan di dalam setiap kesulitan yang menimpa saya. Bersama kesulitan, ada kemudahan. Kesulitannya cepat bisa saya rasakan, lalu dimanakah kemudahan yang kata-Nya dihadirkan bersama-sama kesulitan?
Saya gemar menelisik dimanakah kemudahan itu diletakkan Tuhan. Hehe…tanpa terasa, lama-lama saya menjadi “trampil”. Artinya, seperti orang belajar menulis. Makin sering menulis, maka makin merasa bahwa menulis bukan pekerjaan yang berat dan melelahkan. Makin sering dihadiri ketidakbahagiaan, makin trampil dalam merespon situasi-situasi yang hadir dalam kehidupan ini.
Sungguh! Bongkar-bongkar ke dalam, lebih mengasyikkan. Saking asyiknya, kita bisa lupa membongkar-bongkar kehidupan orang lain.
Disela waktu bongkar-bongkar inilah, saya kemudian menemukan sebuah mutiara berbunyi, “Tuhan sedang mengubah duri menjadi bunga”. Indah sekali! Seperti mutiara! Saya sangat senang mendengarnya.
Sekarang, setiap kali sedikit saja saya mau jahat, mau ego, mau marah, mau iri, mau dendam, mau merendahkan orang lain, mau rakus terhadap makanan, mau serakah terhadap materi, mau mengeluh karena sakit dan lain-lain, Tuhan ingatkan saya kepada mutiara itu.
“Bersabarlah…karena Tuhan sedang mengubahmu dari duri menjadi bunga”.
Jika saya tak mampu bersabar, saya pasti gagal menjadi bunga yang harum. Saya tidak boleh menggagalkan pekerjaan Tuhan. Bagaimana dengan ketidaksabaran?
Ketidaksabaran membuat saya selamanya hanya akan menjadi duri. Siapapun takut mendekat, karena takut terluka.
Terima kasih Tuhan, dan semua yang menginspirasi. Salam damai, bahagia dan terus berkarya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H