Aridha Prassetya-35
“Duduklah dengan rileks. Tarik dan hembuskan nafas dengan ringan. Tetap rileks. Tak perlu pejamkan mata. Rileks saja…bernafaslah sebagaimana biasa…saya ingin sejenak mengajak. Lupakan nama…lupakan jenis kelamin. Lupakan jabatan. Lupakan peran Anda. Status social Anda. Lupakan. Lupakan tentang kesukuan dan juga bahasa. Tanggalkan bahasa Anda. Tanggalkan agama (hanya untuk sekarang), pakaian dan lupakan bahwa Anda punya badan. Tanggalkan badan Anda.
Sekarang. Bayangkan Anda berjalan. Sendirian. Tanpa nama. Tanpa jenis kelamin. Tanpa peran. Tanpa status sosial. Tanpa bahasa dan suku. Tanpa agama. Tanpa pakaian dan bahkan tanpa badan.
Dalam keadaan tanpa apa-apa… Siapakah Anda? Dan siapa yang mau memikirkan Anda? “
Itu kalimat Guru sebelum "pulang". Permata pengetahuan terindah yang terwaris. Belum sempat kujawab dan memang tidak perlu dijawab.
“Tergila-gila kepada dunia dan manusia, walaupun bisa bahagia, namun itu sementara. Semua yang kamu lihat dengan mata akan hancur. Bahkan matamu sendiri pun akan hancur. Maka belajarlah tergila-gila pada Tuhan. Supaya bahagiamu kekal abadi. ”, katanya suatu ketika.
Dan kini,
Mereka bertanya tentang impianku,
Impianku sederhana,
Aku ingin menjadi seperti Beliau,
Sederhana dan suci,
Sederhana itu alami,
Alami itu jujur,
Jujur itu suci,
Suci itu tanpa kontaminasi,
Hanya kenal memberi,
Pemurah dan penuh belas kasih,
Itulah impian yang kukejar,
Sederhana namun bernilai permata.
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community disini
Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H