Mohon tunggu...
Aridha Prassetya
Aridha Prassetya Mohon Tunggu... profesional -

Pemerhati Masalah Ketidakbahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Saya Dukung Kontes Miss World, So What?

10 April 2013   05:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:26 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dear kompasianer,

“…MUI dan ormas Islam Bogor menolak Miss World. Ketua VII MUI Bogor, Fahrudin Sukarno, mengancam akan melakukan aksi besar-besaran jika ajang ini tetap dilaksana. Mereka beralasan Miss World tidak sesuai dengan kharakteristik budaya bangsa dan lebih cenderung menampilkan pornografi dan pernoaksi sehingga tak ada manfaatnya bagi masyarakat Indonesia.”, demikian saya kutip satu paragraf dari tulisan bung Tomo di sini. (http://sosbud.kompasiana.com/2013/04/09/menggugat-mui-ikut-campur-miss-univers-549888.html )

Dan saya? Mendukung pelaksanaan kontes tersebut. Bukan untuk melawan MUI dan mereka yang tidak sependapat, namun bagi saya, ajang itu hanyalah ajang persaingan biasa. Ada atau tidak ada kompetisi, yang cantik tetap saja cantik. Tak ada yang perlu dikhawatirkan dengan kontes kecantikan.

Kompetisi itu hanyalah sedikit bagian pelajaran penting tentang kecantikan. Perempuan cantik, ia tidak perlu meyakinkan dunia bahwa dirinya adalah cantik. Tidak perlu piala dan piagam untuk mendapat pengesahan pihak lain bahwa dirinya adalah perempuan cantik.

Sejatinya, kontes kecantikan hanyalah alat untuk memberi pelajaran besar kepada para perempuan yang belum mengerti kesejatian kecantikan.

Sebuah kontes kecantikan, sesungguhnya ingin menunjukkan kepada seluruh perempuan, bahwa pemenangnya adalah jenis perempuan yang kurang PD dengan kecantikan dirinya. Maka masih perlu baginya untuk mendapat pengakuan-pengakuan. Bagi peserta kontes, cantik belumlah cantik dan smart belumlah smart, bila orang-orang sekitar belum memberikan pengakuan. Maka label-label pemberian orang-orang sekitar, masih sangat diperlukan oleh mereka.

Yang saya maksud dengan orang-orang sekitar, termasuk di dalamnya adalah perusahaan busana, perusahaan kosmetik, perusahaan produsen perawatan tubuh, dan berbagai bisnis yang tentu saja mempunyai kepentingan.

Dalam perenungan saya, untuk itulah kontes Miss World dibuat. Untuk menunjukkan kepada dunia bahwa pemenangnya adalah mereka yang memang masih memerlukan banyak pembelajaran. Maka berikanlah kesempatan pembelajaran itu. Itu hanya kontes biasa. Hanya satu saja dari sekian permainan-permainan hidup/duniawi. Kontes kecantikan adalah sebuah kontes, yang dikhususkan untuk perempuan-perempuan yang masih membutuhkan pembelajaran dan pelajaran itu.

Pelajaran-pelajaran tentang kecantikan dan bagaimana mensyukuri anugerah kecantikan, tidak selalu harus datang dari para pemuka agama. Selalu ada guru-guru lain yang dikirim Tuhan untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran penting bagi perempuan. Maka, tak perlu menyulut emosi.

Kontes kecantikan hanyalah kontes biasa, seperti kontes-kontes yang lain. Kontes tinju. Untuk apa? Kontes gulat. Untuk apa? Kontes waria, untuk apa? Kontes ibu gemuk. Untuk apa? Kontes rambut panjang. Untuk apa? Kontes sulap. Untuk apa?

Bahkan kontes busana muslim. Untuk apa? Saya jamin bahwa kontes ini tidak bakal memenangkan ibu-ibu gembrot yang membeli busana muslimnya di pasar krempyeng/tradisional sebelah rumah, meskipun standar ketertutupannya sangat memenuhi syarat. Yang menang pasti perempuan yang wangi, yang cantik langsing tubuh fisiknya, yang busananya model terbaru buatan para pebisnis busana, yang ikut jadi sponsor di sana.

Juga kontes-kontes lain yang didukung oleh berbagai sponsorship rokok, obat kuat, busana, makanan instant, perusahaan perbankan yang “penuh riba”. Untuk apa?

Untuk menunjukkan betapa tidak kenalnya dan betapa tidak sadarnya akan kelebihan diri sendiri. Sehingga pembelajaran-pembelajaran itu, memang diperlukan.

Mari kita perhatikan bersama. Mengapa pada akhir dari sebuah kontes ditandai dengan menangisnya para pemenang? Sebab sesungguhnya, para pemenang tersebut baru saja diberi pelajaran penting. Yaitu, betapa cape dan lelahnya badan dan jiwa, bila harus “menganiaya diri sendiri”. Menganiaya diri sendiri adalah berupaya meyakinkan seluruh pihak lain akan kemampuan diri sendiri. Dalam kasus yang sedang kita bahas ini, berupaya meyakinkan dunia bahwa dirinya cantik.

Betapa cape dan lelahnya kita, bila tidak pernah percaya diri terhadap kesejatian kemampuan dan kesejatian kepemilikan. Sehingga perlu pengakuan-pengakuan, perlu piala-piala, perlu piagam-piagam, perlu hiruk piku dan sorak sorai, perlu biaya tinggi, perlu tenaga dan pikiran yang ekstra tinggi, perlu angka-angka tinggi dari seluruh dan sebagian besar pihak-pihak lain.

Akhirnya, saya jadi ingat kata Margaret Tatcher : “Wanita yang selalu ingin meyakinkan orang lain bahwa dirinya adalah seorang wanita, sesungguhnya ia bukanlah wanita”.

Terima kasih sudah membaca. Terima kasih Allah SWT. Terima kasih pada semua yang menginspirasi. Salam bahagia dan terus berkarya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun