Membicarakan pekerjaan sama halnya dengan membicarakan hidup itu sendiri. Sebab faktanya, hidup adalah bekerja. Aktivitas yang paling besar menyita waktu dalam kehidupan kita adalah bekerja. Bahkan, bekerja adalah satu-satunya aktivitas yang mampu kita lakukan selama lebih dari delapan jam dalam sehari. Sebagian orang sanggup melakukannya melampaui 12 jam. Oleh karenanya, sebuah pekerjaan harus merupakan sesuatu aktivitas yang dapat dinikmati.
Coba kita pikirkan sama-sama. Siapa diantara anda yang mampu melakukan aktivitas makan, minum, tidur, atau bahkan bercinta sekalipun, selama lebih dari delapan jam sehari, nonstop? Hanya aktivitas “bekerja” yang sanggup mengambil waktu kita senilai itu. Itulah sebabnya saya mengemukakan sebelumnya bahwa membicarakan bekerja sama halnya dengan membicarakan “hidup” itu sendiri.
Persoalannya, tidak jarang dibalik kesanggupan bekerja yang “menggila” justru malah terjadi “stressing” atau tekanan yang sangat tinggi. Mengapa? Sebab mereka yang dilanda stress tidak pandai menikmati, atau tidak pintar menikmati, atau tidak bisa menikmati pekerjaannya.
Ketidakmampuan menikmati pekerjaan disebabkan karena memilih pekerjaan tidak mendengarkan panggilan jiwa. Bekerja sesuai dengan panggilan jiwa menghadirkan kenikmatan yang luar biasa. Bekerja tidak sesuai dengan panggilan jiwa menimbulkan stress.
Bagaimana cara memilih sebuah kehidupan pekerjaan yang mengungkap panggilan jiwa? Bekerja yang nikmat selaras dengan kualitas pembentuk kartu panggilan. Richard J. Leider dan David A Shapiro, dalam “Whistle While You Work, Heeding Your Life’s Calling” menyarankan untuk meninjau 3 kualitas penting yang membentuk “kartu panggilan” kita, yaitu bakat, hasrat dan nilai.
Bakat. Satu cara untuk menemukan bakat adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri: “pekerjaan apa yang ketika sedang kulakukan, membuat aku begitu asyik mengerjakannya, sehingga aku lupa waktu?” Nah, disitulah jawabannya jika anda ragu apakah pekerjaan yang sekarang sudah sesuai dengan panggilan jiwa atau tidak. Jika anda tidak pernah merasa senang dan bahkan asyik dalam mengerjakan pekerjaan anda, bakat anda tidak di sana.
Hasrat. Hasrat muncul dalam berbagai bentuk. Anda mungkin sangat menyukai spiritualitas, sehingga tidak berhenti memikirkan untuk mengembangkan kesadaran spiritual orang seluruh dunia. Anda juga bisa jadi menghabiskan waktu luang dengan melakukan kegiatan menentang penindasan. Anda mungkin mempunyai ketertarikan yang besar dan terus menerus memikirkan persoalan masyarakat. Itulah hasrat. Pertanyaan-pertanyaan soal hasrat antara lain: “Hal atau tujuan apa yang menggerakkan anda dalam bekerja? Masalah apa yang di dalam dunia atau dalam lingkungan pekerjaan yang menurut anda memerlukan pemecahan? Ketika anda terjaga di malam hari, lantas memikirkan keadaan alam semesta, apa yang paling memenuhi pikiran anda? Dalam jawaban itulah dapat ditemukan hasrat. Ketika menghubungkan bakat dan hasrat kita, kita mempunyai alasan yang jelas untuk bangun setiap pagi.
Nilai. Adalah dorongan dibalik pilihan sebuah pekerjaan. Nilai adalah api yang menyalakan hasrat. Nilai memperlihatkan kepribadian dan ciri khas kita. Jika sebuah pekerjaan tidak selaras dengan nilai/dorongan/kepribadian seseorang, maka pekerjaan itu bukanlah merupakan panggilan dan ini kelak yang dapat menimbulkan ketidaknikmatan atau stress dalam bekerja.
“Tetapi, saya sudah sampai di sini dalam lingkar pekerjaan yang tidak sesuai dengan panggilan jiwa, apakah saya bisa mengubah arah dan menemukan jalan kembali kepada diri saya yang sebenarnya?” Agar bekerja bisa menjadi lebih nikmat?
Bisa. Periksa kembali bakat, hasrat dan nilai anda. Selaraskah dengan pekerjaan yang sedang dilakukan? Jika tidak, saatnya memang memulai perubahan.
Salam bahagia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H