Saya baru saja pulang bertemu mereka. Empat puluh orang guru kehidupan. Meskipun orang-orang bilang mereka adalah mahasiswa, tapi saya lebih suka menyebut mereka sebagai ‘guru’. Topik bahasan dalam pertemuan kami tadi adalah ‘produk’.
Seluruh yang di hadapan saya adalah pekerja/pegawai/karyawan. Pada bagian pertemuan itu, saya sempat tanya satu-satu soal produk apa yang mereka ‘jual’.
Ada yang menjual reksa dana (minimal 500 juta), ada yang menjual tabungan syariah, ada yang menjual besi, ada yang menjual ‘internet’ (katanya), ada yang menjual ‘rak pancing’, ada yang menjual ‘furniture’, ada yang menjual pintu garasi, ada yang menjual vulkanisir, ada yang menjual mobil, ada yang menjual rumah, ada yang menjual AC, ada yang menjual air dalam kemasan, dan ada yang menjual 'jasa pembiayaan' (leasing). Semuanya menjual sesuatu.
Tibalah giliran saya menanyai Zainuddin. Zainuddin ini jauh usianya di bawah saya, sehingga untuk mengakrabkan suasana, saya gunakan bahasa Suroboyoan.
- “Diiii...nn, kamu jualan apa?”,
- “ Saya tidak jualan, bu!”
- "Lha kamu kerja dimana?
- "Di koperasi bu!"
- Apa yang kamu tawarkan kepada konsumen?
- Jasa bu!
- Ya! jasa apa itu?
- Simpan pinjam bu!
- Banyakan mana? yang simpan apa yang minjam?
- Jelas banyak yang minjam bu…apalagi kondisi ekonomi seperti sekarang ini...(zainuddin menunduk)
- Oh begitu ya? kalau banyak yang pinjam, bagaimana perasaan kamu? bahagia atau sedih?
- Ya sedih.... ya bahagia, bu!
- Sedihnya?
- Kok nasib bangsa saya seperti ini ya…suka banget ngutang...
- Bahagianya?
- “dagangannya laku, bu…!!!” (kawannya yang duduk di belakang mengusulkan jawabannya)
Kelas menjadi riuh…dan saya tidak menduga ada yang juga bertanya kepada saya:
- “Lha ibu jualan apa bu? Jualan ilmu?”
Ceritanya panjang....
Salam bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H