Kehadiran Virus corona sebagai pandemic sangat meresahkan masyarakat didunia. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa serangan virus corona ini sangat berbahaya dan mengancap kehidupan manusia dalam berbagai sektor.Â
Bahkan saat ini kasusnya semakin tinggi, hal itu menjadikan masyarakat cemas dengan adanya virus tersebut. Dalam keadaan ini, masyarakat indonesia pernah mengalami kelangkaan alat-alat kesehatan bahkan kebutuhan makanan untuk pencegahan covid dan ada banyak lagi kebutuhan lainnya.Â
Dalam keadaan ini menjadikan masyarakat percaya dengan semua informasi yang ada dimedia sosial. Bahkan berita hoax tidak masuk akal sekalipun mereka tetap mempercayai itu menjadikan masyarakat semakin takut dan cemas dengan adanya virus covid-19.Â
Harus diingat bahwa rasa cemas yang berlebihan itu akan membuat imun tubuh kita semakin down. Padahal, salah satu cara pencegahan penularan covid-19 kan imun kita harus kuat.
Saya kutip dari Healthline, rasa cemas berlebihan akan menimbulkan rasa stres dan tubuh kita akan mengeluarkan bahan kimia dan hormon, yaitu tantangan ke dalam sistem tubuh.Â
Dalam waktu singkat, hal ini akan meningkatkan kinerja jantung supaya otak manusia bisa mendapatkan oksigen lebih banyak. Lalu sistem kekebalan tubuh dalam keadaan stres, kemudian ketika stres berlalu tubuh akan berfungsi normal kembali.Â
Tetapi jika rasa cemas dan stres terjadi secara berulang dan berlangsung lama, kemudian tubuh tidak pernah mendapat sinyal untuk kembali berfungsi normal. Hal ini dapat menurunkan imun tubuh yang membuat tubuh kita lebih mudah terserang infeksi virus dan penyakit. Adanya vaksin virus pun disebut-sebut tidak berfungsi dengan maksimal jika manusia merasakan cemas secara berlebihan.
Di sini refleksi filsafat, manusia disini diartikan sebagai makhluk yang bersifat singular-plural. Manusia itu individu sekaligus bagian dari kehidupan sosial. Manusia itu 'aku' serentak 'kita'.Â
Manusia disebut singular karena dia itu unik, satu-satunya, dan tidak terulangi. Mulai dari struktur DNA, sidik jari, sifat-sifat, pengalaman hidup, dan jati diri itu merupakan contoh.Â
Semua manusia itu berbeda tidak ada yang sama satu sama lain. Manusia juga bersifat plural, maksudnya yaitu manusia tidak terlepas dari orang lain dan menjalin relasi satu sama lain baik secara sadar maupun tidak.Â
Keterhubungan dan relasi itu terjadi pada lapisan-lapisan eksistensi manusia. Pada aspek biologis misalnya, DNA individu terhubung dengan DNA ayah-ibu, kakek-nenek, buyut, moyang, dalam jaringan panjang dan luas.
Dari segi psikologi, pribadi seseorang terbentuk dari pengaruh yang di terima melalui lingkungan sekitar yang mereka lihat sejak dini. Dalam segi pengetahuan, manusia itu singular sekaligus plural.Â
Maksutnya "Aku yang ada sekarang adalah aku yang unik dan tidak ada duanya". Tapi aku yang ada sekarang semua itu merupakan hasil dari 'pemberian' begitu banyak orang. Dalam segi kehidupan sosial, disini "aku memberi arti pada yang lain, dan yang lain memberi arti pada aku.
Dari situlah, PPKM saat ini diterapkan dan diperpanjang sampai waktu yang belum ditentukan. Kita dihimbau untuk tidak berkumpul terlebih dahulu, tidak menimbulkan kerumunan, dan tetap tinggal di rumah tidak berpergian dulu.
Agar kita tidak jadi aku yang menyebarkan virus covid-19 Atau agar kita tidak jadi aku yang terjangkit Covid-19. Ada satu hal yang harus dimengerti bahwa keteledoran, sikap acuh tak acuh tidak hanya menimbulkan kerugian bagi diri sendiri. Namun memiliki keterkaitan sosial, Apa yang kita lakukan itu berdampak bagi orang lain.
Hal itu Sesuai dengan pemikiran tokoh filsafat barat yaitu Levinas Penampakan wajah lain dan pihak ketiga yang menjadi pikiran pokok filsafatnya. Menurut Levinas fakta dasar dalam filsafatnya yaitu orang lain.Â
Etika: tanggung jawab terhadap orang lain merupakan filsafatnya. Kasus Covid-19 cocok untuk merefleksikan filsafat Levinas, sebagai fakta yang tepat kita bisa menegaskan kembali tanggung jawab terhadap orang lain.Â
Etika Levinas ini mengutamakan tanggung jawab terhadap orang lain, tepatnya lebih senada dengan kehidupan masyarakat tradisional religius karena etika Levinas itu menganut pada ruang lingkup ketakutan manusia menuju yang transenden.Â
Indonesia sebagai negara yang notabene masyarakatnya beragama islam atau agamis dirasa lebih cocok untuk pemikiran etika Levinas yang menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap orang lain merupakan fenomena utama dan paling mendasar.
Dalam pemikiran levinas ini, setiap orang tentu tidak bisa berlaku acuh tak acuh dan tak peduli. Sekarang ini bukan waktunya untuk menjaga diri sendiri dan mewaspadai pertemuan dengan orang lain.Â
Namun sekarang ini merupakan waktu untuk menjaga orang lain dan mewaspadai diri sendiri. Untuk menanggulangi covid 19, pemikiran Levinas dapat menolong kita untuk menghadapi pandemi secara tepat: bertanggung jawab kepada orang lain dan bersikap adil terhadap masyarakat, pasien, petugas kesehatan, pemerintah dan petugas lain sebagai pihak ketiga.Â
Sudah banyak pihak yang menunjukan tanggung jawab mereka, bahkan mempertaruhakan nyawa mereka demi keselamatan orang lain.Â
Tanggung jawab terhadap orang lain dan pihak ketiga yang tak terbatas menjadi fakta dasar yang tidak bisa dilepaskan dari keadilan bagi seluruh umat manusia. Dan Dalam hal ini kita bisa bersinergi bersama untuk melawan covid 19.
Penulis: Eka Rizeki Maulina
(anggota kelompok 41 KKN MIT DR-XII UIN Walisongo Semarang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H