Dari sepenggal kisah tersebut atas Dewi Gangga, kita dapat belajar memahami bahwa seberapa besar keinginan untuk bersama dengan pasangan yang kita cintai, seharusnya kita totalitas di dalamnya, dalam artinya ketika terikat sebuah janji/sumpah atas sesuatu, layaknya kita untuk kokoh atau memegang erat suatu janji tersebut. Memenuhi segala apa yang ada di dalamnya dan meninggalkan segala apa yang ada di luar. Sama halnya dengan taqwa, kita sebagai orang yang beriman hendaknya mengikat ketaqwaan kita baik-baik, dengan menjalankan apa yang menjadi suatu perintah dan menjauhi/meninggalkan apa yang menjadi larangan. Jadi, hubungan antara manusia dengan tuhan juga hubungan antara manusia dengan manusia itu hakikatnya sama.
Dari Dewi Gangga kita dapat mengambil ibrah yang terkandung di dalam kisah tersebut. keikhlasan mencintai dan rasa tanggung jawab yang besar merupakan indikator utama dalam suatu hubungan asmara. Juga mungkin banyak orang yang mulai berfikir bahwa sebelum adanya pernikahan, rahasia antara calon suami dan calon istri harus dilepaskan terlebih dahulu. Padahal, tidak semua apa yang menjadi rahasia itu diungkapkan oleh kedua pasangan itu, terutama jika menyangkut tentang orang lain. Seperti kisah Dewi Gangga yang berusaha menyimpan kerahasiaan Vasu.
Suatu kisah ketika Bisma telah mengeliminasi Raja Salya dalam penobatan calon kekasih Dewi Amba, Bisma hanya membantu adik tirinya semata, bahwa ia ingin mendapatkan putri raja yang akan dinikahkan dengan Citrangada dan Wicitrawirya. Dalam pengembaraannya, Bisma menyatakan bahwa Dewi Amba telah memilih Raja Salya sebagai suaminya. Mendengar kabar tersebut, Wicitrawirya merasa tidak baik untuk menikahi wanita yang hatinya tertambat di orang lain. Maka dari itu Bisma memperbolehkan Dewi Amba pergi ke pangkuan Raja Salya kembali.
Ketika sampai di istana Raja Salya, Amba ingin menyatakan permintaannya kembali untuk Salya agar segera menikahinya kembali dan melupakan peristiwa yang telah terjadi, akan tetapi justru Raja Salya dengan rasa bijaknya menolak halus permintaan Amba itu, karena ia mungkin sadar diri intropeksi bahwa ia memang tidak pantas menikah atas kekalahannya kemarin. Kekalahan itulah menjadi simbol penyerahan Raja Salya kepada yang berhak/pantas mendapatkannya.
Amba dengan perasaan kecewa tetap kembali ke Hastinapura untuk meminta kembali Bisma agar segera menikahinya. Namun Bisma tetap bersikukuh dengan sumpahnya, bahwa ia tidak akan menikah dengan wanita atas janjinya kepada Dewi Setyawati. Ambisi Amba kini pupus, ia pun kesal karena ditolak Raja Salya pun dengan Bisma. Entah mau apa pikirnya, kini ia menyendiri menuju hutan belantara---bertapa dengan khusyu'. Mengharapkan segala petunjuk agar Bisma dapat terbunuh entah apapun caranya dan siapapun orangnya.
Melihat penggalan kisah ini, lagi-lagi kita disuguhkan pengamalan (implementasi) kerasnya kehidupan ini, yakni mereka sama-sama berjuang untuk meraih/mendapatkan sesuatu dengan yang mereka inginkan. Karakter Bisma adalah perisai kehidupan, artinya adalah bertubi-tubi masalah dalam keseharian kita, hendaknya kita hadapi dengan lenggang hati dan istiqomah menormalisasikan segala keadaan yang simpang siur merepotkan jalan kehidupan kita. Juga demikian, karakter Dewi Amba adalah seorang yang ambisius, ia adalah konsep pembentukan seorang pemimpin, berjiwa tegas, fokus menghadapi titik terang dalam ribuan kegelapan.
Menghadapi rumitnya kehidupan di dunia ini tentunya tidak terlepas dari berbagai sebab musabab pertikaian suatu perkara. Adapun kisah ini sebenarnya membuat kita dapat mempelajari kontemplasi kedua tolak karakter ini, layaknya air dan minyak, mungkin banyak yang mengatakan bahwa mereka tidak dapat disatukan, akan tetapi adanya wujud seperti "sabun" ini, dapat mempersatukan kedua sifat liar ini.
Sumber Bacaan:
https://id.wikipedia.org/wiki/Amba
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H