Sudah kubilang itu lambang cinta. Mengapa juga tak percaya? Kau ini. Tatap mataku penuh lelah saat kau kembali menyia-nyiakan rasa itu. Memangnya sesusah itu kah?
Aku terdiam mengenang memori yang melintas. Saat kami masih sering berjalan bersama. Beriringan melewati pematang sawah yang terbentang. Luas dan megah, indah tak terbatas.
Bulir-bulir padi yang penuh. Menguning siap dipanen para petami di sekitar rumah. Meski itu bukan milik mereka, setidaknya memberi penanda cinta akan keluarga.Â
Padi yang dituai kemudian menjadi beras putih yang kini langka. Beras putih yang melambung harga. Seolah mencekik keluarga-keluarga sederhana.Â
Kalau ada, mereka membelinya dengan harga melambung. Tapi para petani ini mengumpulkan padi di lumbung untuk siapa?
Sudah kukata padamu ini lambang cinta. Cinta mereka yang sudah berusaha keras mendapatkannya. Cinta mereka untuk keluaga-keluarga. Mengapa masih saja tak percaya dan menyia-nyiakannya?Â
Adalah cinta yang tertawan dalam doa-doa. Itulah mengapa ini menjadi perlambang cinta.Â
......
Written by Ari Budiyanti
26 Februari 2024
22-2.750
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI