Waktu sibukmu kala itu mengajariku untuk diam. Aku keliru saat mengejarmu dalam tanya. Kau butuh waktu bersama dirimu saja. Iya kala itu aku salah melangkah. Aku takut kau pergi dalam sibuk yang tak terperi.
Padahal bisa semua kubawa dalam doa untukmu yang sedang sangat kurindu. Aku begitu ingin tahu tentangmu. Aku sungguh rindu saat itu.
Kau selalu berpesan padaku berulang kali agar aku pun jaga diri saat kau pergi. Melangkah dalam sibuk yang tak kupahami. Aku menangis dalam diam. Air mata tak terhitung aliran derasnya. Aku sungguh mengkhawatirkanmu namun aku tak tahu harus bagaimana.Â
Kau terus menjauh. Kau terus saja melangkah semakin tak tampak dariku. Itu ternyata jeda waktu yang kau perlu dan aku sungguh harus menjeda rindu. Namun aku tak kuasa.Â
Dalam doa-doa malamku selalu ada namamu. Aku sungguh hanya bisa berpasrah memohon pertolongan Tuhan untukmu yang sedang tak kutahu. Aku berharap kau selalu terjaga meski dalam sibuk yang menjauhkanmu dariku.Â
Aku semakin memahami arti menjeda rindu dalam kurun waktu yang kemudian. Hingga aku terbiasa oleh pergimu. Â Hingga tak lagi ada air mata karena sedihku hilang berita. Namun kau sebenarnya masih di sana dalam rindu yang sama. Mungkin.
Meski dulu ku tak tahu. Kau menyimpannya sendiri pedih itu untukmu. Dalam rentang waktu, kau kini kembali dalam aneka kata. Kau seperti dulu lagi. Memberi kabar padaku sehingga rindu itu terobati.Â
Kau yang mengajariku tentang menjeda rindu padamu. Namun aku tak pernah menjeda doa untukmu. Kau selalu dia yang kurindu dalam doa-doa yang tak terjeda. Iya masih sama, dirimu.
.....
Written by Ari Budiyanti