Kita berdiri di bawah langit yang sama. Hanya saja tempat kita sangat jauh. Lebih jauh dari apapun yang terengkuh tangan, bahkan angan.
Kau tahu seberapa rindu menggebu ingin bertemu namun ternyata seluruh hati mengatakan untuk segera pergi.
Aku memang rindu. Sering menitipkan salam untukmu pada rembulan. Aku tahu kau pun sedang berdiri menatap rembulan yang sama denganku . Hanya waktu dan tempat kita berdiri kita saja yang tak sama.
Kenapa bisa demikian. Seandainya aku tahu sedari awal kisah kita itu tak mungkin, pasti sudah kujaga hatiku agar tak jatiuh padamu. Kau tahu, rasanya sungguh tak enak. Jatuh hati pada orang yang tak mau.
Kembali aku menengadah menatap angkasa dan samar kulihat bayang awan berjalan pelan menutupi terangnya sinar rembjlan. Lalu aku berkata pada hati, mungkin waktunya telah tiba. Aku dan kamu yang tak permah menjadi kita.
Ini hanya kata-kata dalam puisiku. Tak ada rasa tertinggal dalam setiap untaian diksi. Karena aku paham betapa bersama perginya rembulan demikian pula aku memilih pergi dan mengakhiri segala kisah denganmu.
Selamat jalan, aku pergi. Menatap rembulan yang sama dengan asa yang tak pernah sejalan.
....
Written by Ari Budiyanti