Satu tahun lagi, atau mungkin dua tahun, entah kapan. Anggie tidak terlalu peduli. Terpenting sekarang Anggi tidak mau ambil pusing. Pebih baik kembali saja menulis dan melepas segala resah dalam rangkaian kata. Bukankah itu lebih berguna?
Sita masih di sebelahnya sambil menikmati camilan yang dibawa Anggie ke taman. "Bener, ga mau cerita nih?
Sekali lagi Anggie hanya menggeleng. Lalu mengeluarkan buku puisi dari tas kecilnya, membaca dan hanyut dalam untaian diksi penulisnya.Â
Sita hanya bisa geleng-geleng kepala juga. "Ah Tuhan, semoga Anggie segera bertemu dengan kekasih hati yang sesungguhnya sehingga tidak perlu merasa sedih atah patah hatuiberulang-ulang." Doa Sita dalam hati, tulus untuk sohibnya.
"Anggie, weekend nanti kita ke pantai yuk lihat sunset" Sita paling tahu kebiasaan  dan kesukaan temannya kalau galau. Melihat sunset atau tenggelamnya matahari di jingganya angkasa. Pasti indah dan mengunggah inspirasi.
Kali ini Anggie mengangguk senang dan sebuah senyumin manis menghiasi wajahnya.Â
Sita tertawa, benerkan lagi galau tapi rahasia. Cemburu oh cemburu mengapa kau mengacaukan hati sohibku. Apakah benar cemburu tandanya cinta ya. Batin Sita tanpa mau berucap lagi dan ikutan Anggie membaca buku yang sudah dibawanya ke taman.Â
Membaca buku berdua di taman memang sering mereka lakukan di waktu senggang yang sama. "Jangan galau lama-lama ya Nggie," bisik Sita pada Anggie. Anggie tidak menjawab, hanya membisu menikmati buku puisi koleksinya.
"Mana ada orang mau cemburu, itu kan kadang muncul begitu saja," Anggie berkata-kata dalam hatinya sendiri.
.....
Written by Ari Budiyanti