Di sebuah taman.
"Nggi, aku mau curhat," Sita duduk di sebelah Anggi dengan wajah ditekuk, sedih sekali.
Anggi yang sedang membaca buku puisi terbaru karya beberapa teman, menghentikan aktivitas membacanya.Â
"Curhat aja, aku dengerin koq," Anggi menutup bukunya.
Terdemgar Sita kawannya menghela nafas perlahan. Ada sesak yang dia rasakan.Â
"Aku sedih Nggi kalau teringat kenangan percakapan aku dan Kak Riri. Ingat kan sama Kak Riri?" Anggi mengangguk sambil juga mengenang Kak Riri yang dimaksudkan Sita, kawannya.Â
"Kenangan yang mana?" tanya Anggi pada Sita.
"Kak Riri semasa hidupnya sudah sangat baik pada orang lain. Segala kelebihannya juga dia abdikan pada sesama. Rasanya tak kulihat celah keburukan sedikitpun padanya. She is like an angel. You know?" Sita memulai curhatnya.
"Aku suka sekali masakan yang dibuat Kak Riri bahkan kak Riri suka bagi-bagikan makanan yang dia masak pada anak-anak panti asuhan atau anak jalanan. Tak hanya itu, kadang ketika mereka datang karena membutuhkan keperluan lain selain makanan, Kak Riri juga mau membantu. Termasuk biaya sekolah beberapa anak, dia mau menanggungnya dengan sukarela."
Anggi mengangguk-angguk lagi sambil mendengarkan serius curhat Sita.Â
"Yang sangat berkesan untukku, Kak Riri pernah bilang kalau seandainya nanti dia meninggal, dia ingin semua organ dalam tubuhnya didonorkan. Selama masih berfungsi dengan baik. Tapi Nggi..."
Anggi penasaran karena Sita menggabtung perkataannya. "Tapi kenapa?"
Air mata menetes di pelupuk mata Sita.
"Ketika Tuhan panggil dia, tak ada orang yang tahu. Akhirnya, tak satupun organ tubuhnya bisa didonirkan seprti kemauan dia dan harapannya semasa hidup. Aku selalu sedih jika ingat ini."
Sita pun mulai menangis, tak bisa menahan lagi kesedihannya. Anggi memeluk sahabatnya denganpenuh kasih.
"Iya, manusia bisa berencana,taoi tetap Tuhan yang menentukan bukan?" Anggi berusaha menenangkan sahabatnya.
Kini Sita yang mengangguk-angguk.
"Sekarang, kita meneruskan saja teladan hidup Kak Riri selama masih bersama kita dulu ya. Jangan sedih-sedih lagi. Kak Riri sudah tenang bersama Pencipta dan Pemilik jiwanya. Tak ada sakit atau sedih lagi. Kamu juga ya jangan sedih-sedih terus." Anggi emlanjutkan.Â
"Makasih ya Nggi sudah dengerin curhatku. Makasih telah menjadi sahabat baikku. Jangan pergi secara tiba-tiba kayak Kak Riri ya. Apalagi tanpa pemberitahuan atau pesan terakhir. Kan sedih mengenangnya."
Anggi tersenyum dan mengangguk. "Iya, aku mau pergi sekarang, sudah sore dan mendung. Mau ikut? " Anggi berusaha mencairkan suasana hati Sita.Â
Sita tersenyum kecil dan mengangguk.kedua sahabat itu berjalan bersama meninggalkan taman tempat mereka berbagi kisah baru saja.Â
Sahabat memang selalu ada saat kita membutuhkannya. Namun jika sampai tak ada, kan masih ada Sahabat Sejati yang tak pernah sedetikpun meninggalkan kita, ya Tuhan kita, Pencipta dan Pemilik jiwa kita yang agung.
Written  by Ari Budiyanti
7 Agustus 2023
12-2.586
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI