Saya tidak ingin merusak pertemanan hanya dengan memprotes ketika sesuatu tidak berlangsung seperti mau saya. Begitulah, dengan penuh kasih mbak Dewi memberi ucapan selamat Natal bagi kami yang merayakannya, itu sangat berarti buat saya. Apalagi pesan tersebut diberikan dalam sebuah Komunitas yang majemuk.
I really appreciate it, mbak Dewi.
Ada banyak alasan dan cara mempertahankan relasi pertemanan. R.A Kartini juga melakukannya. Bagaimanapun R.A Kartini menjunjung nilai-nilai toleransi dalam kehidupannya. Terbukti usaha Beliau dalam menjadikan dan mengusahakan pendidikan bagi kaum wanita.
Memang dalam hal ini yang dilakukan mbak Dewi dan R.A Kartini berbeda konteks dan latar belakang, namun keduanya menujukkan sikap yang sama dalam mengembangkan sikap toleransi.
Setiap umat berhak mendapat ucapan selamat merayakan hari raya sesuai kepercayaannya. Setiap orang berhak mendapat pendidikan baik kaum pria maupun kaum wanita. Saya menghargainya.
Pertemanan saya dengan Mbak Dewi memang berjalan apa adanya. Tak ada usaha memaksakan kehendak satu sama lain. Biarlah semua terjadi karena masing-masing kami merasa cocok satu sama lain dan saling menghargai.
Bukankah begitulah seharusnya kita bersikap?
Kompasiana memberi kita ruang untuk menuangkan isi pikiran, (kalau saya, isi hati), hehe agar kita saling terhubung dengan sesama penulis. Namun jika seandainya seseorang penulis memilih tidak terhubung dengan kita bukankah itu hak mereka? Jangan memaksakan kehendak.
Kunci saya berelasi dengan pata sahabat Kompasianer adalah just let it be.
Kadang kalau kita terlalu berharap prang lain menghargai arau mengapresiasi kita sesuai kita mengapresiasi mereka, kita bisa kecewa. Lakukan dan jalani hidup dengan sepenuh hati. Orang melihat kita dalam menjalani hidup. Don't  worry.
Sama seperti saya sekarang menulis tentang Mbak Dewi Puspasari, karena saya memang menginginkannya. Ini bentuk apresiasi saya pada persahabatan kami.