"Kau menangis?"
"Iya tadi, suaraku jadi kedengaran jelek," aku menjawab jujur pertanyaannya.
Dia hanya tersenyum, "Coba ya aku tadi ada di sana."
"Memang kenapa? Mau menghiburku?," tanyaku penasaran dengan responnya.
"Emm, tidak. Aku hanya ingin mendengar suaramu yang jelek saat menangis itu seperti apa ya?"
Kesal, aku melotot ke arahnya, "Ih, nyebelin, kirain!" Aku memberengut kesal dan dia lalu tertawa renyah.
"Selama ini aku hanya mendengar suara bahagia, ceria, dan tawamu. Sekalipun tak pernah terdengar menangis atau mengeluh. Kan aku penasaran. Emang kamu bisa menangis, gitu?"
"Apaan, bikin kesel. Mau bikin nangis juga?" Aku berniat berdiri meninggalkan tempat dudukku di sampingnya.
"Iya, maaf, aku hanya bercanda. Jangan marah dong. Nanti cantiknya hilang. Senyum." lanjutnya seraya menahan tanganku agar tetap duduk.
Aku kembali berkisah, " Iya, temanku pindah kerja. Makanya aku sedih dan menangis. Memang hanya pisah kota dan provinsi aja. Tapi terasa tambah jauh jadinya sedih."