Angga menceritakan keadaan di Mandalika yang tadi sempat hujan juga.
Sementara Anggi hanya sesekali saja menimpali cerita kakaknya. Tentu saja ini membuat Angga curiga. Tidak biasanya Anggi begitu. Biasanya selalu menimpali ceritanya dengan antusias.
"Anggi lagi patah hati, Mas Angga,"
Terdengar suara Sita yang sangat dikenali Angga. Terang saja Anggi langsung mencubit Sita. " Apaan sih Ta," sementara Sita meringis kesakitan akibat cubitan Anggi.
"Kamu lagi sedih Nggi? Tanya Angga yang masih menelepon. Dia segera menjauh mencari tempat yang lebih sepi untuk mendengarkan curhat Anggi. "Gak apa Mas, lanjut aja nonton balapannya ya. Pasti seru. Take your time ya, bye brother. Take care."
Angga kaget mendengar kata-kata Anggi yang langsung mematikan telponnya setelah memberi salam.
Angga bermaksud menelepon Anggi lagi nanti malam setelah acaranya selesai. Dia kembali ke teman-temannya dan melihat MotoGP hari ini. Ada yang mengusik hati Angga tentang adiknya.
....
Anggi melihat Sita sedang asyik mendengarkan musik di kamar kosnya. Hari ini Sita menginap. Dia tak mau meniggalkan Anggi sendirian setelah tahu kalau hati Anggi masih sedih sekali karena rindu. Jangan-jangan nanti menangis-nangis ga jelas lagi. Kayak kapan hari.
"Nggi, telponmu bunyi tuh. Siapa telpon malem-malem?", selidik Sita.
"Mas Angga. Kamu, awas kalau ngomong aneh-aneh lagi." Anggi mengancam Sita yang bengong. Kapan dia ngomong aneh-aneh. Kan kenyataan kalau suasana hati Anggi sedang tak baik. Masa aneh? Yang aneh itu Anggi, pikir Sita, kenapa lama dan ga sembuh-sembuh.
Gara-gara itu, tulisan Anggi juga jarang muncul lagi. Biasanya aja sehari bisa tayang banyak sekali tulisan. Sekarang, boro-boro. Makanya surprise banget buat Sita waktu tahu Anggi ikut lomba menulis yang disarankannya.
Sederhana, Sita hanya ingin Anggi bahagia. Dan kebahagiaan Anggi ya salah satunya dengan menulis.