Mohon tunggu...
Ari Budiyanti
Ari Budiyanti Mohon Tunggu... Guru - Lehrerin

Sudah menulis 2.888 artikel berbagai kategori (Fiksiana yang terbanyak) hingga 17-07-2024 dengan 2.280 highlight, 17 headline, dan 109.421 poin. Menulis di Kompasiana sejak 1 Desember 2018. Nomine Best in Fiction 2023. Masuk Kategori Kompasianer Teraktif di Kaleidoskop Kompasiana selama 4 periode: 2019, 2020, 2021, dan 2022. Salah satu tulisan masuk kategori Artikel Pilihan Terfavorit 2023. Salam literasi 💖 Just love writing 💖

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berhenti Menulis (Bagian 1: Cerbung Rindu Terlarang)

19 Maret 2022   21:25 Diperbarui: 20 Maret 2022   11:03 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kau masih memikirkan dia saja?
Sudah kubilang akhiri saja rasamu padanya. Move on!"
Kembali Sita menasehatiku karena peduli sebagai sahabat. Namun entah mengapa begitu sulit melakukan nasihat yang sepertinya sederhana itu.

"Kenapa masih diam saja. Kau bahkan tak menjawabku. Mau sampai kapan terus murung begini, Anggi!"
Sita masih saja bicara dan terlihat kesal melihatku tak meresponnya.

"Apa aku harus pergi dari sini ya, Sita?",
Sita terkejut. Dia merasa bersalah sudah bicara terlampau banyak.

"Maafkan aku Anggi, bukan begitu maksudku. Kau jadi merasa kesal ya di sini. Aku terlalu banyak bicara. Baiklah, aku akan diam."

Gantian aku yang sekarang bingung dengan respon sohibku ini. "Maksudmu?"

"Tidak ada. Kau tidak apa tinggal di sini dalam diam. Aku tak akan mengganggumu lagi dengan keberisikanku seperti tadi."
Anggi nampak merasa bersalah padahal dia ga salah malah sangat baik dan peduli padaku.

"Ta, apakah kamu kira aku akan pergi dari rumahmu? Maksudku, apa kamu berpikir aku ga jadi menginap malam ini di sini?"

Sita mengangguk resah. Dia kawatir kalau sohibnya pulang ke kosnya dalam kondisi galau dan sedih begini. Lebih baik menginap saja di rumahnya sehingga ada teman. Mungkin itu yang dipikirkan Sita.

"Bukan begitu Sita. Maksudku apa aku pergi saja ya dari dunia tulis menulis karena semakin aku menulis, aku jadi mengingatnya dan itu membuatku bertambah risau."

Sita menatapku tak percaya. Masa iya Anggi akan berhenti menulis hanya karena seseorang. Bukan Anggi banget. Segalau apapun, Anggi selalu bisa menjadikan menulis sebagai sarana persembunyiannya dari segala gejolak.

Lalu kalau berhenti menulis, dia akan melampiaskan kesedihan dan segala rasa lainnya dengan cara apa? Sita kebingungan akan menjawab apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun