Terkadang aku tak ingin membenci air yang mengalir deras hingga ke pemukiman. Terlebih diiringi hujan lebat yang tak kunjung berakhir. Ketika kenangan akan terbuangnya begitu banyak benda kesayangan. Terendam berhari-hari tanpa jeda, mengapa hatiku seolah ikut mati mengingat sebuah memori yang getir.
Bukan hanya itu saja yang terjadi. Perihal-perihal yang menyakitkan hati juga terkenang dalam lamunan. Seolah menyatu dalam buaian ragu yang tak tertepiskan. Itu semua tentang sebuah kisah pilu di masa lalu yang memedihkan angan.
Aku kira ini semata karena alam yang tak terjaga. Luapan amarahnya sungguh membangkitkan emosi jiwa. Kenangan-kenangan pahit pun tak mudah terlupa. Semoga bisa melepas dan menerima dalam rela.
Begitulah manusia dalam segala gejolaknya yang tak seberapa. Jika alam raya telah bersuara. Bukan pada banyaknya kata-kata bak insan dunia. Namun oleh hilangnya berbagai hal yang disebut harta karena bencana.
Musim penghujan nan terus bergulir mendekap dingin. Hati terus menerus diselimuti gigil yang tak mengenal tepi. Pun memori-memori pahit di waktu itu terus menguliti sampai masa ini. Masih saja membekas di relung hati yang terdalam hingga saatnya nanti menghilang dalam sunyi.
.....
Written by Ari Budiyanti
#PuisiHatiAriBudiyanti
Puisi ini sudah tayang di YPTD
Tulisan ke-29 Bulan September di Kompasiana
Karya ke-1758 keseluruhan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H